Liputan6.com, Jakarta - Pihak Gedung Putih kapok untuk mengundang lagi seorang aktivis transgender yang nekat telanjang dada hingga memperlihatkan payudaranya di peringatan Pride Month pada Sabtu pekan lalu, 10 Juni 2023. Transgender yang dimaksud bernama Rose Montoya.
Montoya yang disebut sebagai aktivis itu sebelumnya membagikan sebuah video di akun Instagramnya pada Senin, 12 Juni 2023, yang berisi penggalan pengalamannya saat berada di Gedung Putih. Ia diundang Presiden Joe Biden yang sempat berpidato tentang jaminan dukungan penuh pemerintahannya bagi komunitas LGBTQ di tengah pembahasan usulan undang-undang anti-LGTBQ.
Baca Juga
Klip tersebut terlihat normal dengan Montoya merekam momen pertemuannya dengan Biden dan Ibu Negara Jill Biden, 72, di acara tersebut. Dia juga menulis keterangan, "Saya mendapat kehormatan untuk menghadiri White House Pride, yang terbesar dalam sejarah di mana bendera kebanggaan dikibarkan untuk pertama kalinya. Ini adalah kegembiraan trans. Kami di sini di Gedung Putih dengan tidak menyesal menjadi trans, aneh, dan cokelat 💕."
Advertisement
Beberapa detik kemudian, Montoya terlihat melepas bagian atas gaunnya dan hanya menyisakan sebagian untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Tangannya menutupi putingnya dan wajahnya menampilkan senyum lebar saat ia berpose depan kamera bersama dua orang yang juga bertelanjang dada.
Mengutip People, Rabu (14/6/2023), dua pria yang berpose bersama Montoya masih belum bisa diidentifikasi. Meski begitu, keputusan sudah diambil pihak Gedung Putih yang kecewa dengan perilaku Montoya.
"Perilaku ini tidak pantas dan tidak sopan untuk acara apa pun di Gedung Putih. Ini tidak mencerminkan acara yang kami selenggarakan untuk merayakan keluarga LGBTQI+ atau ratusan tamu lain yang hadir. Individu dalam video tidak akan diundang ke acara mendatang," kata juru bicara Gedung Putih kepada People.
Merasa Tak Bersalah
Tak ayal, kolom komentar media sosial Montoya dipenuhi dengan yang mengkritik tindakannya. Bukannya meminta maaf atas perilaku yang tidak sopan, ia mengunggah video berisi pembelaan diri.
Ia menyalahkan kalangan konservatif yang berusaha memanfaatkan videonya yang topless di Gedung Putih untuk menyerang komunitasnya. Ia berdalih bahwa tindakannya itu tidak melanggar hukum sehingga tidak merasa bersalah untuk membukanya di depan umum.
"Teman-teman transmaskulinku menunjukkan luka hasil operasi dada mereka dan hidup dengan senang dan aku ingin bergabung dengan mereka. Dan karena dilindungi hukum Washington DC, aku bergabung dengan mereka dan menutupi payudaraku, hanya untuk bermain aman, walau sebenarnya aku ingin sepenuhnya bebas," cetusnya dalam unggahan pada Senin, 13 Juni 2023.
Meski begitu, tak semua warganet menerima alasan yang dikemukakan Montoya. Salah seorang warganet menulis, "Kaus dan sepatu diiwajibkan saat datang ke toko ritel. Mengapa kamu pikir itu oke (dilakukan) di Gedung Putih? Dan sekarang kamu mencoba mengubahnya seolah-olah kamu korban? Bertanggungjawablah atas tindakanmu."
Advertisement
Memicu Kebencian pada Komunitas Transgender
Sementara, sesama transgender menyebut tindakan Montoya telah berdampak buruk pada komunitas LGBTQI+. Hal itu ditandai oleh jumlah komentar kebencian di media sosialnya yang meningkat lebih dari tiga kali lipat dengan kebanyakan komentar menyinggung ulah Montoya di Gedung Putih.
"Aku mendengarkan yang kau katakan dan aku benar-benar mendukung bebaskan puting. Tapi juga, aku bertanya-tanya apakah pernah dipertimbangkan tentang bagaimana ini bisa berdampak ke komunitas trans secara keseluruhan dibandingkan hanya tertuju pada dirimu sendiri di momen ini?" tulis seorang pemilik akun @dannythetransdad.
Ia juga menyatakan bahwa aksi Montoya bertelanjang dada saat ini berdampak negatif yang besar pada komunitas trans, termasuk dirinya. Ia berharap Montoya bisa belajar dari kejadian itu dan bisa menempatkan diri agar tidak membuat komunitasnya secara keseluruhan jadi lebih repot.
"Bahan bakar yang diberikan hak ini sangat menakutkan," katanya.
Mengutip dari laman Library of Congress, Pride Month saat ini dirayakan setiap tahun di bulan Juni untuk menghormati untuk menghormati Pemberontakan Stonewall 1969 di Manhattan. Pemberontakan Stonewall adalah titik kritis bagi Gerakan Pembebasan Gay di Amerika Serikat.
Meresahkan Para Orangtua di AS
Di Amerika Serikat, hari Minggu terakhir pada Juni diperingati sebagai "Gay Pride Day", walau sebenarnya harinya fleksibel. Di kota-kota besar di seluruh negeri, perayaannya berkembang menjadi serangkaian acara selama sebulan.
Saat ini, perayaan meliputi parade kebanggaan, piknik, pesta, lokakarya, simposium, dan konser, dan acara Bulan Kebanggaan LGBTQ yang menarik jutaan peserta di seluruh dunia. Peringatan diadakan selama bulan ini untuk anggota komunitas yang hilang karena kejahatan rasial atau HIV/AIDS. Tujuan dari bulan peringatan ini adalah untuk mengakui dampak individu lesbian, gay, biseksual, dan transgender terhadap sejarah lokal, nasional, dan internasional.
Namun, gerakan kelompok LGBTQI+ mulai meresahkan para orangtua siswa di Amerika Serikat karena mereka menyelusup ke sekolah-sekolah lewat kurikulum pendidikan seks. Materi yang disajikan untuk anak-anak di bawah umur itu meliputi seks anal, seks oral, dan masturbasi, disertai ilustrasi posisi tubuh.
Sebagian besar pelajaran seks tidak diterbitkan oleh perusahaan buku teks. Betsy McCaughey, mantan letnan gubernur New York, menyebut pendidikan seks telah dibajak oleh kelompok sayap kiri yang didanai dengan baik dengan agenda mereka sendiri. Kelompok itu termasuk SIECUS (Sex Ed for Social Change), Advokat untuk Pemuda (kelompok LGBTQ), dan American Civil Liberties Union, yang berpendapat bahwa anak-anak memiliki hak seksual. Mereka mendesak untuk pendidikan seksualitas yang komprehensif.
Advertisement