Liputan6.com, Jakarta - Pasangan penjelajah dunia “Kara and Nate” dari Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, mengunjungi Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Pasangan suami istri yang kini sudah memiliki 3,5 juta subscribers di YouTube itu menginap selama empat hari dengan masyarakat asli Suku Mentawai.
Mereka menikmati waktu berinteraksi langsung dengan penduduk setempat walaupun harus terputus dari sinyal dan koneksi internet. Setelah keluar dari pedalaman hutan selama empat hari, Kara dan Nate membagikan foto-foto dari pengalamannya yang tak terlupakan di Mentawai.
Advertisement
"KAMI KEMBALI!!!! 🙈 Baru saja menghabiskan 4 hari terakhir di hutan belantara, tinggal bersama suku Mentawai dari Indonesia," tulis mereka di akun Instagramnya pada Kamis (15/6/2023).
Advertisement
Dalam unggahan tersebut, tampak Kara dan Nate berfoto bersama sepasang suami istri Suku Mentawai. Pasangan itu mengenakan pakaian tradisional, dengan pihak lelaki menutupi kemaluannya hanya dengan selembar kain merah. Mereka juga mengenakan ikat kepala, kalung dan bunga-bunga yang diselipkan di antara rambut. Sang penjelajah, Nate juga ikut mengenakan pakaian tradisional itu.
"Keluarga ini mengajak kami ke rumah mereka dan memungkinkan kami sepenuhnya merasakan kehidupan sehari-hari yang menakjubkan. Sebuah pengalaman tak terlupakan yang tak sabar kami bagikan denganmu," sambung caption tersebut.
Badan Pasangan Suku Mentawai itu juga dipenuhi dengan tato yang dikenal dengan sebutan “titi”. Mengutip Regional Liputan6.com, tato atau seni rajah di Suku Mentawai Sumatra Barat ini dikenal sebagai tato tertua di dunia dan memiliki makna sakral.
Suku Mentawai ialah suku asli yang menetap di Kepulauan Mentawai, Pulau Siberut, Sumatera Barat yang tinggal di wilayah pedalaman. Suku Mentawai dikenal sebagai salah satu suku tertua di Indonesia.
Perjalanan Panjang Menuju Pedalaman Mentawai
Kepulauan Mentawai memiliki empat pulau utama, yakni Pagai Utara, Pagai Selatan, Sipora, dan Siberut. Daerah ini memiliki luas sekitar 4.489 kilometer persegi, dengan populasi sekitar 30 ribu penduduk.
Kara dan Nate yang kini sudah menjelajahi 104 negara memulai perjalanannya ke Mentawai dengan terbang ke Padang, Sumatra Barat. Mereka kemudian menaiki kapal ferry selama enam jam ke Pulau Siberut lalu menumpang sebuah truk terbuka selama satu jam yang membawa mereka ke suatu sungai di Dusun Rokdok, Siberut Selatan.
Dari sungai itu, mereka menumpang kano ke dalam hutan yang memakan waktu satu jam. "Kano-kano ini diukir dari batang pohon," tulis Kara dan Nate. Mereka ditemani oleh pemuda lokal bernama Vincent dan Adrian dalam perjalanan dengan perahu itu.
Kara tampak sangat bahagia mengetahui ada perahu yang memiliki mesin motor, namun sang “sopir” juga tetap mendayung. "Kemudian kami berjalan selama berjam-jam di jalanan yang sangat berlumpur ke dalam hutan," tulis mereka di Instagram Story.
“12 jam kemudian, kami diundang ke rumah baru kami,” sambungnya sambil memperlihatkan rumah panggung tradisional dari kayu khas suku Mentawai dengan dua kucing lucu yang sedang bermain.
Advertisement
Ikut Pembuatan Tepung Sagu
Selama empat hari tinggal bersama dengan Suku Mentawai, banyak hal menarik yang Kara dan Nate bagikan. Salah satunya, mereka ikut serta menyerut batang pohon sagu yang biasa dijadikan tepung sagu, makanan pokok mereka. Kara dan Mate terlihat sangat takjub dengan proses pembuatan tepung sagu.
"Kami bangun pukul empat pagi dan melihat ini," tulis mereka, memperlihatkan pria suku Mentawai sedang duduk dan menyerut pohon sagu. "Mereka sedang menyerut pohon Sagu, yang merupakan sumber kehidupan mereka. Mereka membuat makanan, rumah, perabotan, dan baju… semuanya dari pohon ini!"
Setelah diparut, sagu kemudian dibawa ke sebuah wadah pengolahan untuk memisahkan sari dan ampas sagu. Mereka memasukkan air ke dalam wadah itu, kemudian dengan kaki telanjang menginjak-injak sagu agar sari sagu ikut mengalir bersama air menuju saringan yang ada di bawahnya.
"Untuk membuat makanan dari sagu, mereka menambahkan air sungai dan melakukan gerakan kecil (menginjak-injak) seperti tarian," tulis Kara dan Nate. Kara terlihat senang ikut serta dalam proses pembuatan sagu walaupun tampak kelelahan dan bertanya berapa lama lagi harus melakukan proses tersebut.
Rumah Dipenuhi Tengkorak Binatang Hasil Buruan
Kara dan Nate juga melakukan berbagai aktivitas lain, mulai dari ikut beraktivitas di hutan hingga memanen ulat sagu yang biasa dikonsumsi Suku Mentawai menjadi olahan masakan yang disebut Batra. Dalam salah satu video, Nate membuat video “house tour” rumah adat suku Mentawai yang mereka tinggali.
Ia menunjukkan aktivitas sehari-hari seperti anak muda yang bermain catur dan ibu-ibu yang menganyam keranjang. Kara menunjukkan “kulkas” alami suku Mentawai berupa lemari sederhana. "Ini tidak dingin, tapi di sini mereka menaruh makanan sisa," ujar Nate.
Ia kemudian membawa penonton melihat kamar tidurnya, yang di bagian atasnya dihiasi ratusan ornamen tidak biasa. "Di sini ada dekorasi tengkorak-tengkorak binatang yang mereka buru. Ini tengkorak monyet, babi hutan, dan rusa," kata Nate.
Terlihat pula dapur sederhana dengan tungku, bebatuan, panci dan di belakangnya gudang dengan tumpukan kayu bakar yang sangat banyak jumlahnya. Ada pula beberapa aksesori yang digunakan untuk ritual keagamaan beserta alat musik gong.
Menariknya, suku Mentawai juga memiliki sambungan listrik dari satu panel surya yang menghidupi hanya satu atau dua lampu saja di rumah itu. Kara dan Nate mengatakan akan segera mengunggah video perjalanan di Mentawai yang mungkin berdurasi berjam-jam karena banyaknya pengalaman baru yang mereka lakukan.
Advertisement