Pasang-surut Bank Sampah, Kisah Sukses hingga Tantangan Mengedukasi Masyarakat

Permasalahan sampah masih menjadi problematika yang belum teratasi, bank sampah menjadi salah satu solusi yang ditawarkan agar alur pengelolaan sampah lebih tersistem dan memberikan dampak pada lingkungan.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 25 Jun 2023, 10:05 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi Sampah (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Ilustrasi Sampah (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan sampah masih menjadi problematika yang belum teratasi. Bank sampah menjadi salah satu solusi yang ditawarkan agar alur pengelolaan sampah lebih tersistem dan memberikan dampak pada lingkungan.

Namun menjalankan bank sampah bukanlah sesuatu yang mudah, sebab diperlukan sistem. Bank sampah sendiri menjadi strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat, dengan menyamakan kedudukan sampah serupa dengan uang atau barang yang berharga yang bisa ditabung. 

Fei Febri, Direktur Bank Sampah Bersinar mengatakan kesuksesan pengelolaan bank sampah bisa terjadi dengan melihat kembali esensi bank sampah itu sendiri bagaimana fungsinya dalam pengolahan sampah untuk lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan sirkular ekonomi. 

"Ketiganya harus berjalan karena kalau tidak nggak bisa sustain juga," sebutnya saat wawancara telepon dengan Liputan6.com, Jumat, 23 Juni 2023.

Di Undang-Undang pun disebutkan bahwa Bank Sampah harus berbentuk badan usaha, sehingga tetap bisa berjalan karena ada kegiatan usaha. Dalam hal pengelolaan sampah, maka kegiatan edukasi diperuntukkan agar masyarakat bisa mengurangi sampah sebanyak-banyaknya.

Sementara jenis sampah yang tak bisa dikurangi maka sampah tersebut harus dipilah dan bisa diolah kembali supaya tidak memenuhi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). "Kesuksesan Bank Sampah bukan dilihat dari untungnya, tapi berapa banyak masyarakat yang teredukasi, berapa banyak sampah terkelola, dan revenue. Tapi revenue bukan tolak ukur suksesnya," papar Fei lagi mengenai kesuksesan Bank Sampah Bersinar yang sudah memulai kegiatannya sejak 2014. 

 

Tantangan Mengedukasi Masyarakat

Pria Depresi Timbun Sampah dan Kecoa di dalam Apartemen
Ilustrasi tumpukan sampah di rumah. (dok. rawpixel.com/Freepik)

Dikatakan Fei, mengedukasi masyarakat untuk mau ikut berperan aktif memilah sampah dan menjadi nasabah Bank Sampah bukanlah sesuatu yang mudah. Namun pihak Bank Sampah Bersinar memiliki strateginya sendiri.

"Kita harus benar-benar peka dengan kondisi masyarakat, melibatkan stalke holder di masyarakat seperti Ketua RT, Ketua Komunitas dan kita pakai modul juga supaya bisa membuat masyarakat mengerti kenapa harus kelola sampah," sambung Fei lagi.

Sejak berkegiatan Bank Sampah Bersinar telah mengumpulkan setidaknya 800 ton sampah yang tersebar di berbagai wilayah mulai dari Bandung Raya dan kawasan super prioritas Danau Toba. "Tahun ini kita mulai di Kabupaten Tangerang dan sedang penjajakan di Papua untuk pemberdayaan pengelolaan sampah sebagai pilot project," bebernya.

Di sisi lain, membuat masyarakat sadar juga tak cukup dengan mengedukasi sekali dua kali, bahkan untuk itu diperlukan pendampingan terus-menerus. Hal senda diungkapkan oleh Desty, salah satu CEO dari Bank Sampah Digital, di mana pihaknya berkutat pada permasalahan sampah yang sekaligus ingin membuka peluang lain di sisi ekonomi.

Sejak 2020 Bank Sampah Digital ada, basis tujuan mereka memiliki tiga landasan utama yaitu lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan ekonomi. Desty menyebut Bank Sampah Digital tak melulu berfokus pada mengajak masyarakat untuk memilah sampah lalu ditukarkan uang, tapi mereka sadar betul bahwa harus menyasar kelompok rentan yang secara pendidikan dan ekonomi harus diedukasi dengan cara tersendiri.

 

Ekonomi Sirkular Harus Berjalan

Ilustrasi Sampah
Ilustrasi sampah. (dok. Unsplash.com/Jasmin Sessler @open_photo_js)

Berbasis di Serang Banten, Bank Sampah Digital memiliki titik pengumpulan sampah di hulu yang mengacu pada sirkular ekonomi. Salah satu programnya memberikan modal usaha bergulir, mulanya 17 orang yang mendapat permodalan lalu naik menjadi 50 orang dan 110 orang. 

Permodalan usaha ini diberikan dengan bayaran sampah yang telah dipilah lalu dikonversi dalam nilai uang. Nilai permodalan mulai dari Rp500.000 hingga Rp2 juta per kepala keluarga. 

"Akhirnya nggak hanya pilah sampah tapi gimana pemberdayaan masyarakat tumbuh. Karena jadinya kering (tanpa manfaat ekonomi), tetapi kita ingin ada hasil lainnya yang bisa meningkatkan kapasitas," ungkap Desty melalui sambungan telepon dengan Liputan6.com, Kamis, 25 Juni 2023. 

Bukan hanya memberikan modal usaha, dari sekitar 4 ribu nasabah Bank Sampah Digital di antaranya menurut Desty tidak semua merupakan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Masyarakat yang kehidupan ekonominya lebih mapan akhirnya menyumbangkan poin penukaran sampahnya untuk mustahik atau orang yang menerima zakat.

"Tidak semua nasabah kami kesulitan finansial, tapi jadi muncul empati dan nilai sosial tumbuh dari kegiatan pilah sampah," sambungnya lagi.

Ia mengutarakan Bank Sampah Digital melakukan kegiatan lainnya seperti Bank Sampah Market, mendukung usaha yang dijalankan nasabahnya serta membantu mempromosikannya. Mereka juga membeli minyak jelantah dan punya kafe sebagai unit usahanya untuk mendukung kegiatan bank sampah berjalan. 

Bank Sampah Berbasis di Kampus

Menanti Jamur dan Bakteri Potensial Pengurai Sampah Plastik
Ilustrasi botol plastik. (dok. Tanvi Sharma/Unsplash.com)

Bank Sampah Golden adalah salah satu bank sampah yang kegiatannya bermula dari skala kampus. Virgo Dwi, Founder dan Ketua Bank Sampah Golden mengatakan ia merasa miris dengan lingkungan kampusnya yang merupakan sebuah Politeknik Kesehatan milik Kementerian Kesehatan di Tanjung Karang, Lampung sangat jauh dari bersih dan sehat.

"Institusi pendidikan kesehatan harusnya bersih, tapi ironi terus saya berpikir gimana mengatasi permasalahan sampah dengan melibatkan kampus," cerita Virgo melalui sambungan telepon kepada Liputan6.com, Kamis, 23 Juni 2023.

Pada 2019 sejak Bank Sampah Golden diinisiasi, kegiatannya belum memadai dengan armada pengangkutan sampah yang belum layak dan tantangan paradigma pengangkutan sampah lama yaitu kumpulkan, angkut dan buang. Sampah pun menumpuk.

"Mengubah mindset masyarakat tidak sebentar dan kita harus jadi role model dulu," tukas Virgo lagi.

Bank Sampah Golden sendiri sudah memiliki forum bank sampah yang bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, bahkan sudah dideklarasikan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022. Namun memang pelaksanaannya memerlukan aksi nyata, terkait hukum juga perlu sanksi tegas yang terealisasi. 

Dari sekitar 3 ribu nasabah bank sampah, menurut Virgo baru 300-an yang aktif memilah sampah. Bahkan meski berbasis di kampus, justru nasabahnya kebanyakan bukan mahasiswa tapi pihak menejemen kampus dan warga sekitar. 

Namun, apa yang dilakukan oleh Bank Sampah Golden tetap membuahkan hasil karena mereka bisa mengumpulkan sekitar 4-5 ton sampah selama 2022 hingga 2023. Untuk mempermudah sistem, Bank Sampah Golden bahkan memiliki aplikasi android bernama Simbah yang merupakan sistem informasi managemen nasabah yang dibuat oleh mahasiswa yang melakukan penelitian. 

Penegakan Regulasi Sampah

sampah
Ilustrasi penanganan sampah. (Ist)

Bicara mengenai pengelolaan sampah tentu tak terlepas dari aturan berupa undang-undang yang sudah dibuat oleh pemerintah. Menciptakan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah bukanlah hal mudah, namun penegakan hukum bisa membantu mengatasi permasalahan sampah.

"Saya perhatikan, regulasi di Indonesia sudah sangat lengkap tapi penegakan hukum dan komitmetnya. Jadi peraturan menteri dan undang-undang lainnya itu tidak sekadar dibuat. Karena ini jadi bagian yang sangat penting," papar Fei Febri.

Menurutnya banyak pula sampah yang sudah dipilah masyarakat tapi tidak ada fasilitas. "Kalau dengan edukasi saja lambat yangdibutuhkan sistem dan layanan pengelolaan sampah. Kalo kita mau menegakkan hukum itu bagus, Pemendagri, undang-undang itu bisa ditegakkan," 

Namun bagaimana pelaksanaanya dan siapa yang mendorong termasuk tanggung jawab banyak pihak. Ia mengatakan pengelolaan sampah sebenarnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, namun bisa dicek kembali bagaimana peran setiap pemerintah daerah dengan berbagai alasan tidak prioritas dalam anggarannya.

"Seringkali juga pemda sudah membuat pengadaan fasilitas tapi mangkrak, sehingga memang harus terintergrasi semua pihak," katanya lagi.

Pada TPS terdapat mesin pencacah sampah, namun keahlian, managemen yang ada masih membuat masyarakat kebingungan. Sehingga dengan peraturan yang sudah dibuat seharusnya tinggal dijalankan saja dengan komitmen bersama.

"Kita sangat terbuka kalau pihak Kabupaten Kota punya fasilitas sampah bisa bekerja sama agar bisa menerapkan sistem yang sudah dijalankan di Bank Sampah Bersinar," tutup Fei.

Infografis Jenis-Jenis Plastik yang Berpotensi Jadi Sampah
Infografis Jenis-Jenis Plastik yang Berpotensi Jadi Sampah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya