Liputan6.com, Jakarta - Suaka Margasatwa Lamandau (SML) kedatangan anggota baru. Seekor bayi orangutan kalimantan (Pogmo pygmaeus) berjenis kelamin jantan lahir di suaka margasatwa yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah itu.
Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Kamis, 13 Juli 2023, bayi orangutan yang belum bernama itu dilahirkan di Camp Rasak, SML, oleh individu bernama Acuy. Dia adalah orangutan betina dewasa liar yang sering terpantau di hutan sekitar Camp Rasak. Acuy dilepasliarkan dari Orangutan Care Center Quarantine (OCCQ) pada 2006.
Advertisement
Kehamilan Acuy pertama kali diketahui oleh petugas resort SML Balai KSDA Kalteng dan OF-UK pada Januari 2023. Bayi orangutan yang dilahirkan Acuy menjadi bayi orangutan ke-104 yang lahir di area soft release SML sekaligus kelahiran pertama pada tahun ini.
Advertisement
Setelah kelahiran bayi orang itu, petugas Resort SML Balai KSDA Kalteng dan OF-UK terus memantau induk dan bayinya selama 10 hari, dari pukul 05.00 WIB hingga 17.00 WIB. Petugas akan terus memantau keberadaan serta kondisi orangutan di area soft release SML, terutama yang sedang mempunyai anak dan sedang hamil.
Orangutan Kalimantan merupakan satwa dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.106 Tahun 2018.
"Saya berharap dengan adanya pertambahan jumlah orangutan di area soft release SML akan semakin meningkatkan keseimbangan dan kekayaan ekosistem di SML. Saya juga mengucapkan terimakasih atas kerja keras teman-teman di Resort SML dalam menjaga dan melestarikan kawasan SML," kata Kepala Balai KSDA Kalteng Sadtata Noor Adirahmanta.
Evakuasi Induk Orangutan dan Bayinya
Bila induk dan bayi orangutan Acuy relatif bisa hidup tenang di hutan, beda dengan bayi dan orangutan yang ditemukan di Jalan Poros Sangatta-Muara Wahau. Lokasinya tak jauh dari Simpang Perdau, Kabupaten Kutai Timur yang selama ini sering ditemukan orangutan berkeliaran.
Pada 30 Mei 2023, Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur menerima laporan masyarakat soal keberadaan bayi dan orangutan betina itu karena memasuki pemukiman masyarakat. Orangutan itu juga dilaporkan memakan buah di kebun warga. Ditemukan banyak sarang lama dan baru di lokasi tersebut yang mengindikasikan bahwa orangutan sudah cukup lama berada di sekitar kawasan tersebut.
Selanjutnya, pada 31 Mei 2023 pagi, tim memantau dua individu orangutan itu. Mereka pun memutuskan untuk menyelamatkan spesies endemik Kalimantan itu dengan menangkap ibu dan bayi orangutan ini agar dapat dipindahkan ke hutan yang lebih aman. Orangutan betina ini diperkirakan berusia 13-15 tahun dan bayinya diperkirakan berusia 1 tahun.
Tepat pada siang hari tim WRU BKSDA Kaltim dan Conservation Action Network (CAN) Indonesia berhasil menangkap dua orangutan dan memindahkannya ke kandang angkut. Selanjutnya, mereka dibawa ke Hutan Lindung Merok yang berada di Kabupaten Berau.
Advertisement
Segera Dilepasliarkan
Seorang dokter hewan disiagakan dalam proses penyelamatan, drh Fajar. Dia bertanggung jawab sebagai tim medis dan menyatakan sejak awal pembiusan hingga pemindahan ke dalam kandang angkut kedua individu orangutan ini terlihat sangat sehat. Karena kondisinya, mereka harus sesegera mungkin dilepaskan ke habitatnya agar mengurangi stres yang mungkin terjadi akibat terlalu lama di kandang angkut.
Selanjutnya, Seksi Konservasi Wilayah I Berau BKSDA Kaltim, KPH Berau Tengah, dan CAN Indonesia, dan Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong BSKDA Kaltim melepaskan orangutan ini kembali ke habitatnya.
"Kami berharap dengan dilepasliarkannya orangutan dan anakya di Hutan Lindung Merok dapat memberi kesempatan hidup dengan aman dan nyaman di habitatnya. Upaya penyelamatan satwa seperti ini sangat memerlukan dukungan semua pihak, baik itu lembaga pemerintah, LSM maupun masyarakat agar satwa liar, khususnya yang dilindungi, termasuk orangutan, dapat terus lestari di alam," kata Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com.
Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Bidang Konservasi Satwa Liar dan Ekologi Populasi, DR Yaya Rayadin menjelaskan, wilayah Landskap Kutai yang merupakan habitat penting Orangutan Morio saat ini situasinya cukup mengkhawatirkan. Seiring dengan tingginya harga batubara, diikuti juga peningkatan kuota eksploitasi yang umumnya dilakukan pada kawasan yang masih berhutan.
"Hutan yang ada, di Landsakp Kutai pada umumnya merupakan sisa habitat maupun benteng terakhir habitat orangutan. Tidak mengherankan begitu ada gangguan pada sisa habitatnya tersebut maka orangutan akan keluar untuk mencari tempat berlindung, atau sekedar mencari makan," papar Yaya, Rabu, 7 Juni 2023.
Orangutan Terancam Punah
Orangutan Tapanuli adalah spesies orangutan yang baru dideskripsikan, terdaftar sebagai spesies yang berbeda pada 2017. Hanya ada satu populasi orangutan Tapanuli yang terisolasi di alam liar, yang terbatas pada hutan tropis ekosistem Batang Toru di pulau Sumatra Indonesia.Â
Saat ini, primata penghuni pohon ini sangat terancam punah dengan kurang dari 800 individu di alam liar, menjadikan mereka spesies kera besar yang paling terancam punah di dunia. Hilangnya habitat adalah salah satu ancaman utama bagi kelangsungan hidupnya karena hutan tropis digantikan oleh pertanian, pertambangan, dan pengembangan pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi.Â
Antara 1985 dan 2007, lebih dari 40 persen hutan di Provinsi Sumatera Utara, tempat ditemukannya orangutan Tapanali, hilang. Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Tarigan, menjelaskan, kehadiran orangutan Tapanuli yang berada di kawasan hutan lindung Batang Toru itu, merupakan suatu kebanggaan yang luar biasa bagi Provinsi Sumut, karena satwa langka tersebut, spesies baru yang terdapat di Indonesia.
Orangutan Tapanuli tersebut, harus tetap dipertahankan dan jangan sampai mengalami kepunahan, akibat perburuan yang dilakukan orang-orang yang tidak mendukung penyelamatan satwa langka itu. Orangutan Tapanuli dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga, setelah Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatera).
"Kehadiran orangutan Tapanuli tersebut, secara resmi juga dipublikasikan dalam jurnal internasional Current Biology pada tanggal 3 November 2017, hal tersebut merupakan kebanggaan bagi Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya," kata pemerhati lingkungan itu.
Advertisement