Jadi Ancaman Global, Polusi Udara Turunkan Harapan Hidup Manusia hingga 2,3 Tahun

Menurut Laporan Tahunan Indeks Kualitas Hidup Udara, polusi udara telah mengurangi angka harapan hidup rata-rata global hingga 2,3 tahun, menjadikannya sebagai salah satu risiko terbesar bagi kesejahteraan manusia.

oleh Farel Gerald diperbarui 31 Agu 2023, 09:31 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2023, 09:31 WIB
Ilustrasi Polusi Udara
Ilustrasi polusi udara. (dok. Pixabay.com/SD-Pictures)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan terbaru menyoroti ancaman serius yang ditimbulkan oleh polusi udara terhadap kualitas hidup manusia. Menurut Laporan Tahunan Indeks Kualitas Hidup Udara, polusi udara telah mengurangi harapan hidup rata-rata global hingga 2,3 tahun, menjadikannya sebagai salah satu risiko terbesar bagi kesejahteraan manusia.

Laporan yang dikeluarkan oleh Institut Kebijakan Energi di Universitas Chicago tersebut juga membandingkan dampak negatif menghirup udara kotor dengan risiko kesehatan lainnya. Mereka menemukan bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh polusi udara setara dengan merokok, tetapi berdampak tiga kali lebih buruk daripada konsumsi alkohol atau mengonsumsi air yang terkontaminasi. Dampak ini bahkan melebihi risiko yang disebabkan oleh kecelakaan mobil sebanyak lima kali lipat.

Melansir New York Post pada Selasa, 29 Agustus 2023, laporan tersebut juga mengungkap fakta mengenai sejumlah daerah di AS yang mengalami polusi udara yang parah. Pada 2021, dua pertiga dari 30 daerah dengan tingkat polusi tertinggi di AS terletak di California, sebagian besar dipengaruhi oleh kebakaran hutan di negara bagian tersebut.

Akibat kebakaran tersebut, banyak penduduk yang terpapar partikel halus berbahaya dengan ukuran 2,5 mikron atau lebih kecil. Partikel-partikel ini telah dikenal memiliki hubungan dengan berbagai masalah kesehatan, terutama yang berkaitan dengan otak dan paru-paru.

Yang lebih mengkhawatirkan, pada tahun yang sama, tak satu pun negara di dunia yang berhasil memenuhi standar kualitas udara yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, yaitu 5 mikrogram polutan per meter kubik udara. Di AS, standar yang berlaku saat ini adalah 12 mikrogram polutan per meter kubik udara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Menurunkan Harapan Hidup

Polusi udara menurun usai mati listrik
Polusi udara. (Foto: Dok. pixabay)

Badan Perlindungan Lingkungan AS sedang mempertimbangkan untuk menurunkan standar tersebut menjadi antara 9 hingga 10 μg/m³ guna meningkatkan kualitas udara dan melindungi kesehatan masyarakat. Diperkirakan oleh Institut Kebijakan Energi bahwa pencapaian itu memerlukan waktu sekitar 3,2 juta tahun.

Diketahui, Afika dan Asia menyumbang lebih dari 92 persen penurunan harapan hidup di seluruh dunia. Akan tetapi, di daerah-daerah tersebut, polusi udara kini setara dengan ancaman HIV/AIDS dan malaria bagi kesehatan publik. Belum tersedia infrastruktur yang cukup untuk memperbaiki kualitas udara.

"Sebanyak 75 persen dampak polusi udara pada harapan hidup global terkonsentrasi di enam negara, yaitu Bangladesh, India, Pakistan, Tiongkok, Nigeria, dan India, di mana warganya kehilangan antara satu hingga enam tahun hidup akibat kualitas udara yang mereka hirup," kata Michael Greenstone, pendiri Indeks Kehidupan Kualitas Udara dan Profesor Terkemuka di bidang Ekonomi, dalam sebuah pernyataan.

Sebagai contoh, Bangladesh, dengan tingkat polusi udara tertinggi, rata-rata penduduknya kehilangan 6,8 tahun dari hidupnya. Sementara, penduduk Amerika Serikat rata-rata hanya kehilangan 3,6 bulan dari harapan hidup mereka.

Para peneliti melihat situasi ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan dana lebih dalam rangka membangun infrastruktur yang saat ini belum ada, sesuai dengan kata Christa Hasenkopf, kepala program kualitas udara di Energy Policy Institute dan AQLI.


Alokasi Dana

Seputar Penyakit Pneumonia
Ilustrasi sakit akibat polusi udara. Credit: pexels.com/pixabay

Menurut Hasenkopf, ketersediaan data kualitas udara yang akurat dapat diandalkan dan terbuka bagi publik adalah esensi dari upaya masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan udara yang lebih bersih, yakni dengan memberikan wawasan yang sebelumnya tidak dimiliki oleh publik dan pemerintah, memfasilitasi kebijakan yang lebih berorientasi.

Walaupun tampak sulit untuk mengatasi masalah polusi udara, itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Sebagai contoh, Tiongkok telah berhasil menurunkan kadar polusi udaranya dengan signifikan selama satu dasawarsa terakhir melalui agenda "perang melawan polusi".

Pada 2021, Tiongkok berhasil mengurangi polusi udaranya hingga 42 persen, memungkinkan penduduknya menikmati penambahan umur hidup rata-rata sebesar 2,2 tahun, meskipun tingkat partikel kecilnya masih enam kali lipat dari rekomendasi.

Tahun sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 99 persen populasi dunia menghirup udara yang mungkin berbahaya. "Setelah menghadapi pandemi, adalah sebuah tragedi melihat 7 juta kematian yang bisa dicegah serta banyaknya kerugian kesehatan tahunan akibat polusi udara," ucap Dr. María Neira, direktur Departemen Kesehatan Publik dan Lingkungan WHO.

Neira menambahkan, sayangnya, lebih banyak dana yang dialokasikan untuk lingkungan yang terpolusi daripada upaya menciptakan udara yang sehat dan bersih.


Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia

Polusi Udara Pakai Masker
Polusi udara masuk menjadi faktor risiko penyebab kematian tertinggi di Indonesia. (merdeka.com/imam buhori)

Sementara itu, mengutip kanal Health Liputan6.com pada 30 Agustus 2023, polusi udara masuk menjadi salah satu faktor risiko penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Hal ini disumbang dari sejumlah penyakit pernapasan atau respirasi akibat polusi udara dengan kasus tertinggi di Indonesia.

Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara Kementerian Kesehatan RI Agus Dwi Susanto menyebut, penyakit pernapasan yang dimaksud meliputi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), kanker paru, pneumonia, dan asma.

"Itu semua termasuk dalam 15 penyakit dengan kasus tertinggi di Indonesia," papar Agus saat 'Press Briefing - Penanganan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan Masyarakat' di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Senin, 28 Agustus 2023.

"Penyakit respirasi ini yang paling sering terdampak oleh polusi, meskipun kita tahu dampak yang besar (polusi) ke jantung, stroke, gangguan pertumbuhan, dan stunting."

Agus menekankan, penyakit respirasi menduduki 10 penyakit terbanyak di Indonesia. "Dan, polusi ini adalah faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia setelah tekanan darah tinggi. Datanya sudah ada dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019," lanjutnya.

Berdasarkan data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019, berikut ini peringkat faktor risiko penyebab kematian tertinggi di Indonesia akibat polusi udara:

  • Peringkat 5: polusi udara outdoor dan indoor dengan 186.267 kejadian
  • Peringkat 6: polusi udara outdoor dengan 110.127 kejadian
  • Peringkat 8: polusi udara kotor dengan 76.867 kejadian
Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya