Liputan6.com, Jakarta - Menggunakan produk lokal dan melestarikan budaya Indonesia menjadi salah satu hal yang penting untuk disadari seluruh masyarakat agar budaya yang dimiliki tetap lestari. Untuk mewujudkan hal tersebut, sebuah parade berkain dilaksanakan di Car Free Day Jakarta oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), yaitu sebuah asosiasi yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang menjaga lingkungan dan menyejahterakan masyarakat khususnya pada daerah kabupaten.
"Parade berkain lokal ini adalah yang pertama kali kita buat untuk mempromosikan kain lokal sebagai budaya yang harus kita selalu lestarikan," jelas Ristika Putri Istanti, Kepala Sekretariat Interim Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) kepada Liputan6.com, saat ditemui di Parade Berkain, Car Free Day, Jakarta Pusat, Minggu (8/10/2023)
Tika menjelaskan bahwa narasi yang ingin dibawakan dalam parade berkain ini adalah tentang kain lokal yang berbasis alam. "Ada banyak sekali kain yang ada di Indonesia, tapi kita mulai dari anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari yang memiliki ciri khas baik dari penenun dan perajinnya merupakan petani penghasil bahan baku untuk pewarna kain alami tersebut," tambahnya.
Advertisement
Ia juga menyebutkan bahwa dengan dilaksanakannya parade berkain ini, harapannya masyarakat lebih menyadari bahwa berkain bukanlah hal yang kuno dan ketinggalan zaman, tapi masih relevan hingga saat ini. "Supaya semua orang menyadari bahwa kain lokal itu keren," jelas Tika.
Tampilkan Kerajinan Olahan dari Hasil Hutan
Parade ini turut menampilkan kain lokal dan hasil kriya yang berasal dari empat kabupaten yang ada di Indonesia, bahan-bahan dari kerajinan tersebut utamanya berasal dari hutan. Kerajinan yang ditampilkan, yaitu Kain Gambo Muba yang berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Kain Tenun dari Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, Kain dari Sigi Sulawesi Tengah, dan Anyaman Pandan dari Kabupaten Siak Provinsi Riau.
Kain yang ditampilkan pada parade tersebut bermakna filosofis di balik motif-motifnya. Tika menyebutkan bahwa motif-motif tersebut kebanyakan berarti untuk mendorong manusia agar kembali lagi ke tanah dan bumi, dan menyatu dengan alam.
Tika menyebutkan bahwa pada motif Taiganja di kain yang berasal dari Kabupaten Sigi menceritakan filosofi masyarakat lokal mengenai sosok ibu. "Motif tersebut berbentuk seperti vagina perempuan yang diangkat dari budaya Masyarakat Sigi sendiri," ungkapnya.
Dalam pembuatan kain Gambo Muba, getah dari pohon gambir menjadi bahan pewarna kain tersebut. Hasil dari pewarnaan dari getah pohon gambir menghasilkan warna hitam, cokelat, oranye, kuning, dan kehijauan.
Advertisement
Gerai Kabupaten Lestari
Tika juga menjelaskan bahwa seluruh kerajinan yang ditampilkan dibuat oleh perajin lokal, namun, ia menyayangkan bahwa beberapa dari mereka sudah berada di masa senja, dan membutuhkan regenerasi. "Penenun yang berasal dari Kalimantan Barat kebanyakan adalah orang tua, oleh karena itu kita juga ingin menyuarakan regenerasi pengrajin lokal agar budaya Indonesia tetap lestari," tambahnya.
Untuk membantu para UMKM yang berasal dari kabupaten, pada 2020 LTKL membuat sebuah program bernama Gerai Kabupaten Lestari, dimana gerai ini akan menjual berbagai hasil dari UMKM yang berasal dari kabupaten yang sudah dikurasi. "Gerai kabupaten lestari mengurasi dengan syarat produk harus berasal dari lokal dan harus lestari, tidak menjual kain yang bukan berbasis alam," jelasnya.
"Pada Gerai Kabupaten Lestari, bukan hanya tersedia produk UMKM yang berbentuk wastra, namun juga ada sektor lainnya seperti Food and Beverages, Health, dan Kriya," tambah Tika.
Ia juga menyebutkan bahwa LTKL berkolaborasi dengan berbagai mitra, salah satunya Hutan Itu Indonesia yang merupakan sebuah organisasi yang memedulikan hutan di Indonesia. "Belakangan LTKL ingin membawa narasi berkain dengan produk yang berasal dari hutan agar lebih besar dengan berkolaborasi dengan organisasi Hutan Itu Indonesia, karena bukan hanya penjual dan perajin, tapi hasil dari hutan juga harus diberdayakan," jelas Tika.
Perajin Kriya
Tika menyebutkan bahwa saat ini terdapat beberapa kelompok perajin kriya, yaitu untuk Kain Gambo Muba terdapat satu kelompok perajin, Kain Tenun dari Kabupaten Sintang Kalimantan Barat terdapat 1 koperasi yang mengurus kerajinan, dan dari Kabupaten Sigi terdapat 1--2 kelompok.
"Walaupun jumlah pengrajin masih tergolong sedikit, namun Gerai Kabupaten Lestari bisa menjadi wadah untuk perajin kabupaten dan menyadari akan potensi yang dimiliki dari kerajinan," jelasnya.
Tika menyebutkan untuk Kain Gambo Muba kisaran harga dimulai dari Rp500 ribu, dan Rp1 juta sampai 2 juta untuk tiap kainnya. Sedangkan untuk kain tenun ukuran 1x1 harga yang dipatok berkisar di antara Rp500 ribu sampai Rp600 ribu, tergantung dari kualitas tenun tiap kain. Ia juga menyebutkan bahwa semakin bagus pewarna alami yang digunakan akan berpengaruh pada harga kain.
"Untuk orang yang tinggal di perkotaan akan merasa keren jika memakai kain, tapi untuk masyarakat kabupaten ini adalah sebuah pekerjaan yang menjanjikan," jelas Tika.
Advertisement