Liputan6.com, Jakarta - Usai menyelesaikan tur dunianya bersama BLACKPINK, Rose kini fokus menggarap aktivitas solonya. Salah satunya menerima undangan sebagai pembicara di Leaders's Week, di sela KTT APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) 2023 yang berlangsung di San Fransisco, Amerika Serikat.
Rose BLACKPINK diundang menghadiri konferensi pada 17 November 2023 yang mengangkat isu tentang kesehatan mental. Ibu negara AS Jill Biden secara langsung memperkenalkan sang penyanyi sebagai perempuan yang 'sangat bertalenta dan berani' yang menggunakan pengaruhnya untuk kebaikan.
Baca Juga
Dalam pidatonya, Rose menceritakan tentang pengalamannya berhadapan dengan masalah kesehatan mental. Ia ingin menunjukkan bahwa masalah tersebut bisa menimpa siapa pun, termasuk mereka yang sepertinya memiliki kehidupan sempurna dari kacamata orang lain.
Advertisement
"Aku merasa dalam beberapa hal, yang kulakukan tak pernah cukup, dan tidak peduli seberapa keras aku mengerjakannya, selalu ada seseorang yang memiliki opini sendiri atau mereka yang senang mengontrol narasi. Dan hal itu bagiku sebagai rasa kesepian," ucapnya, dikutip dari Koreaboo, Senin (20/11/2023).
Rose pun mengaitkan topik harga diri dengan lagu solo ciptaannya, On The Ground. Ia mengingatkan kepada para hadiri bahwa tak peduli bagaimana dunia mungkin mengatakan hal berbeda tentang diri kita, harga diri itu tidak ditentukan oleh kondisi saat ini.
"Tetapi, itu ditentukan oleh apa yang membuat kita tetap membumi yang merupakan pesan yang sangat spesial dari laguku dan aku mencoba selalu mengingatkan diriku setiap hari," sambungnya.
Â
Pentingnya Bisa Bersuara
Rose menambahkan bahwa kemampuan untuk bersuara tentang masalah yang dihadapi di dunia sangat penting untuk meningkatkan kesehatan mental dunia secara keseluruhan. Menurut dia, kesempatan untuk membicarakan tentang yang dirasakan semestinya dinormalisasi dan bahwa tidak selalu merasa baik-baik saja adalah hal yang wajar.
"Komunikasi adalah kuncinya. Terkadang saya merasa tidak dapat berbicara tentang masalah tertentu ketika saya ingin jujur, tetapi menurut saya komunikasi dan bersikap lebih terbuka tentang kesehatan mental akan membantu semua orang di masa depan," ucapnya.
Rose pun bercita-cita menjadi seorang seniman yang karya musiknya bisa dijadikan inspirasi atau ruang nyaman bagi mereka yang membutuhkannya. "Aku akan terus melakukan yang terbaik untuk berkontribusi bagi kesejahteraan kolektif masyarakat global kita," ujarnya.
Sementara itu, melansir CNA, Jill Biden mengungkapkan keresahan serupa terkait kesehatan mental bagi orang seumurannya. "Orang yang lebih tua – kami tidak pernah berbicara tentang kesehatan mental," katanya.
"Ada rasa malu yang melekat padanya. Tapi apa yang saya temukan sebagai seorang guru – dan memiliki cucu-cucu saya yang lebih muda berusia 20-an – menurut saya mereka jauh lebih terbuka untuk berbicara satu sama lain, menurut saya rasa malunya jauh lebih sedikit."
Advertisement
Kesehatan Mental Gen Z Lebih Rapuh
Melansir kanal Health Liputan6.com, sekitar 34,9 persen atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia menghadapi setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Hal ini diungkap dalam Survei Nasional Kesehatan Mental Remaja (I-NAMHS) pada 2022.
Angka ini memperlihatkan bahwa kesehatan mental generasi Z (kelahiran 1997-2012) lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial (kelahiran 1981-1996) dan boomers (kelahiran 1946-1964). Survei juga menunjukkan, 5,5 persen atau setara dengan 2.45 juta remaja, dilaporkan memiliki gangguan mental dalam periode yang sama.
Selama pandemi COVID-19, 4,6 persen remaja melaporkan peningkatan gejala cemas, depresi, kesepian, atau kesulitan berkonsentrasi. Meskipun demikian, hanya 2 persen remaja yang menggunakan layanan kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir, dengan 66,5 persen dari mereka hanya menggunakan layanan tersebut sekali.
Senada dengan hasil survei itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan, 1 dari 3 remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental dalam 1 tahun terakhir. Hanya 2 persen yang memanfaatkan layanan kesehatan mental dalam setahun terakhir.
Butuh Kerja Sama Banyak Pihak
"Data yang menunjukkan bahwa ada 1 dari 3 remaja mengalami gangguan kesehatan mental ini sangat memprihatinkan. Ini persoalan sangat serius. Dukungan kesehatan mental dan psikososial, terutama dalam menciptakan kondisi perkembangan dan kesejahteraan anak yang optimal sangat dibutuhkan," kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari, mengutip keterangan resmi, Sabtu, 18 November 2023.
Rohika menambahkan, KemenPPPA telah menyusun dukungan kesehatan mental untuk anak dan keluarga bersama UNICEF. "Program ini diharapkan dapat menjadi pusat pembelajaran keluarga untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan mental," tambahnya.
Ia menyampaikan, program ini membutuhkan kolaborasi bersama termasuk dengan guru dan forum layanan untuk menyebarluaskan informasi. Menumbuhkan perkembangan anak sesuai dengan UUD 1945, yaitu tumbuh tidak hanya fisik saja, tetapi juga spiritualnya, mental, dan moralnya menurut Rohika adalah tanggung jawab bersama.
Dalam keterangan yang sama, Asisten Deputi Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah dari Kemenko PMK, Jazziray Hartoyo menyoroti peran penting guru dalam memberikan dukungan kesehatan mental.
"Sebelum guru memberikan dukungan kesehatan mental dan psikososial pada anak, maka harus diperhatikan kesehatan mental guru itu sendiri. Kriteria kesehatan mental guru perlu mendapat perhatian sebelum mengajar pertama kali di sekolah, bahkan saat menimba ilmu di universitas," ucap Jazziray.
Advertisement