Liputan6.com, Jakarta - Di tengah persaingan sengit dengan merek global, penerimaan masyarakat Indonesia terhadap kehadiran merek lokal terus berkembang pesat. Data dari Survei Ipsos Global Trends 2023 mengungkapkan bahwa 51 persen masyarakat Indonesia meyakini bahwa kualitas merek lokal mampu bersaing dengan merek global.
Dengan demikian, peran merek lokal saat ini semakin signifikan dan berpotensi memberi kontribusi lebih besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Dari sederet tantangan dalam meningkatkan skala bisnisnya, para pengusaha ternyata memiliki keresahan utama. Bukan modal yang jadi faktor penghambat utama, tapi soal kualitas sumber daya manusia (SDM) lokal.
"Modal sebenarnya bukan menjadi isu utama. Mereka (brand lokal) memiliki akses yang luar biasa mudah dalam hal modal. Namun, tantangan yang lebih besar terletak pada sumber daya manusia," kata Achmad Alkatiri, CEO dan Founder dari Hypefast, dalam jumpa pers di kawasan Jakarta Pusat, Rabu, 29 September 2023.
Advertisement
Temuan itu disimpulkan berdasarkan survei yang dilakukan Hypefast berdasarkan data yang dikumpulkan sejak 2020. Survei menyatakan 72 persen responden yang setuju bahwa SDM merupakan hambatan terbesar dalam mengembangkan skala merek lokal.
"Mayoritas merek lokal yang kita amati (berhenti) sampai pada revenue Rp14 juta atau Rp15 juta setahun. Dalam arti bahwa mereka tidak tahu lagi langkah apa yang bisa mereka ambil untuk tumbuh dari pendapatan tersebut," ia menjelaskan.
Karena itu, Hypefast berambisi untuk bekerja sama dengan merek lokal, memberikan investasi, dan bersama-sama mengarahkan mereka menuju pertumbuhan pendapatan kotor perusahaan yang lebih signifikan.
Merek Lokal Lebih Sering Muncul
Hypefast, sebuah perusahaan ritel teknologi berbasis di Indonesia, berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan merek lokal di Tanah Air. Mereka telah menginvestasikan lebih dari Rp434 miliar ke lebih dari 15 merek buatan anak negeri. Sejak berdiri pada 2020, Hypefast telah berinteraksi dan menilai lebih dari 5000 merek lokal di Indonesia yang beroperasi di sektor fashion, kecantikan, dan kesehatan.
Sementara itu, peningkatan pesat penetrasi e-commerce di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir berdampak positif pada pertumbuhan merek lokal. Kemudahan akses dalam menjalankan bisnis ritel online memberikan peluang dan semangat bagi pelaku usaha lokal untuk mendirikan merek dan toko online.
Menurut Achmad, dari pemantauan teknologi oleh tim investasinya, saat ini rata-rata setiap tiga minggu ada satu merek lokal baru yang diluncurkan di Indonesia. "Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun 2011 mencapai Rp14 triliun, sedangkan pada tahun 2022 mencapai Rp476 triliun, meningkat hampir 33 kali lipat," terangnya.
Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi Rp533 triliun pada 2023. Achmad lalu menyampaikan bahwa sebelumnya, meluncurkan sebuah merek memerlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, serta membutuhkan modal yang besar.
"Saat ini, dalam enam hingga delapan minggu, seseorang sudah dapat meluncurkan merek fashion dengan modal mulai dari Rp3 juta. Sementara itu, untuk merek kecantikan dan kesehatan, prosesnya mungkin memakan waktu empat hingga enam bulan dengan modal mulai dari Rp50 juta," katanya.
Advertisement
Pergeseran Preferensi dan Kategori Bisnis
Dengan informasi itu, menurutnya, keberadaan e-commerce semakin menegaskan bahwa memiliki bisnis merek lokal kini tidak lagi memerlukan modal besar. Hanya dalam waktu 30 menit, siapa pun dapat membuka toko online secara gratis dan mencapai jutaan calon konsumen di Indonesia.
Achmad kemudian bercerita, sepuluh tahun lalu, kemunculan merek lokal baru lebih cenderung didominasi oleh produk fashion, karena proses produksinya lebih mudah dan modal yang diperlukan relatif lebih kecil dibandingkan dengan kategori lainnya. Keterjangkauan dalam berbisnis merek fashion menyebabkan bertambahnya jumlah pemain di industri ini, sehingga persaingan menjadi sangat sengit. Dampaknya, merek lokal bersaing untuk menarik perhatian konsumen dengan diskon dan perang harga.
Hal ini kemudian menyebabkan pergeseran preferensi bisnis dari kategori fashion ke kategori lain, seperti kecantikan dan kesehatan, yang membutuhkan modal lebih besar dan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan fashion. "Di industri kecantikan dan kesehatan, terdapat hambatan masuk yang lebih sulit. Harapannya, persaingan dapat lebih teratur dan margin keuntungan pun menjadi lebih stabil," ungkap Achmad.
Berdasarkan data internal Hypefast per Juni 2023, laba kotor rata-rata untuk merek fashion lokal berada pada kisaran 42 persen, dengan persentase pelanggan berulang setiap bulannya mencapai 32 persen. Sedangkan untuk merek kecantikan dan kesehatan, laba kotor rata-rata mencapai hingga 65 persen, dengan persentase pelanggan berulang mencapai 58 persen.
"Perbedaan yang cukup signifikan dalam laba kotor ini memberikan motivasi besar bagi pelaku bisnis lokal, sekaligus menjelaskan munculnya semakin banyak merek lokal kecantikan dan kesehatan belakangan ini," ucap Achmad.
Gelaran Indonesia Brand Forum Summit (IBFS) 2024
Selanjutnya, perkembangan strategi ekspansi penjualan brand lokal, terutama di kategori kecantikan dengan omset yang sudah lebih besar, menunjukkan kecenderungan untuk memperluas ke saluran penjualan offline. Hal ini dipicu oleh kembalinya sebagian besar konsumen daerah ke aktivitas belanja offline.
Menghadapi peningkatan biaya penjualan di toko online, beberapa brand lokal memilih untuk melirik peluang di saluran offline, baik melalui distributor maupun dengan membuka toko sendiri. Data terkini yang dikumpulkan oleh Hypefast menyoroti pertumbuhan signifikan kontribusi penjualan offline bagi brand lokal berskala besar. Persentase kontribusi ini melonjak dari 12 persen pada tahun 2020 menjadi 48 persen pada tahun 2023. Peningkatan ini disertai dengan upaya branding yang lebih intensif secara offline dan peningkatan keberadaan di toko-toko kecantikan lokal yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Dalam konteks ini, Hypefast akan menggelar Indonesia Brand Forum Summit (IBFS) 2024, sebuah acara yang memfasilitasi pertemuan antara pelaku bisnis lokal dan pendukungnya. Meskipun tanggal pastinya belum diumumkan, Achmad mengindikasikan bahwa kick-off IBFS akan dimulai sejak Januari 2024.
"Rencananya, acara tersebut akan menyelenggarakan pre-show IBFS di Jogja. Acara tersebut menjadi platform di mana ekosistem pemain kunci akan berkumpul di Jogja untuk menjalankan bisnis dan kolaborasi dengan merek lokal.
Selanjutnya, IBFS akan menyajikan serangkaian acara hingga September 2024, mencakup beberapa roadshow di berbagai lokasi. "Akan ada studi tur ke China dan Korea, memberi mereka (calon pengembang brand) peluang untuk belajar dan mendapatkan wawasan berharga. Semua ini menjadi langkah-langkah strategis untuk terus memperkuat dan memajukan bisnis lokal di Indonesia," sampai Achmad.
Advertisement