Liputan6.com, Jakarta - Setelah enam tahun beroperasi di Bali, organisasi lingkungan non-profit, Scholars of Sustenance (SOS), memperluas gerakan mereka ke Jakarta. Secara khusus, program SOS bermaksud menyelamatkan makanan berlebih supaya tidak jadi beban tempat pembuangan akhir (TPA) dan bisa diberikan para orang-orang yang membutuhkan.
Jadi, mengapa SOS memilih Jakarta dalam ekspansinya? "Limbah makanan di Jakarta sangat tinggi, itulah mengapa kami perlu berada di sini," sebut Director of Global Impact and Operations SOS, James Leyson, pada Tim Lifestyle usai acara grand launching SOS Jakarta di bilangan Jakarta Selatan, Kamis, 14 Desember 2023.
"Namun," ia menyambung. "Kami tidak ingin mengatakan bahwa kami akan menyelesaikannya (problem sampah makanan). Kami akan jadi salah satu organisasi yang ambil bagian dalam mengatasi masalah ini. Kami bermaksud memperkuat kolaborasi dari empat kuadran, yaitu masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan para pakar."
Advertisement
Dengan demikian, kehadiran mereka bermaksud menciptakan aliansi bersama "orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dalam mengatasi masalah limbah dan kerawanan pangan di Jakarta," kata James.
Frandy dari SOS Jakarta bercerita bahwa ketika awal beroperasi di Jakarta enam bulan lalu, tepatnya 14 Juni 2023, mereka hanya mendapat 10 kilogram makanan berlebih dari satu hotel per hari. "Kemudian jumlahnya semakin meningkat, dan saat ini kami telah bekerja sama dengan 18 hotel," ucapnya di kesempatan yang sama.
Selain itu, ada juga distributor atau supplier makanan yang jadi mitra mereka. "Tantangannya adalah ketika kami mengajak ritel bekerja sama, mereka punya regulasi dan SOP tersendiri (tentang pengelolaan makanan mubazir), seperti makanan yang tidak habis harus dimusnahkan," sebut dia.
Berharap Ada Regulasi Pengolahan Makanan Berlebih
Berkaca dari pengalaman itu, Frandy berharap ada dukungan dari pemerintah, termasuk soal regulasi mengolah makanan sisa maupun berlebih. "(Kami berharap) ada aturan konkret mengenai pengolahan surplus pangan yang diproduksi beberapa pengecer. Jadi, mereka tidak perlu memusnahkan makanannya," kata dia.
SOS Jakata juga menggarisbawahi pentingnya kewajiban mengukur dan meminimalkan emisi karbon yang dihasilkan para pengecer makanan, mulai dari proses produksi, sampai penjualan. Ia menyebut, "Jangan sampai ketika produk makanannya tidak laku, itu malah menghasilkan karbon tambahan."
Frandy menambahkan, SOS Jakarta menerima sumbangan makanan apapun, asal itu dalam kategori berlebih dan masih layak dikonsumsi. "Jadi, bukan makanan baru yang sengaja disiapkan untuk disumbangkan. Karena fokus utama kami adalah mengatasi surplus makanan, supaya tidak berakhir di TPA," klaimnya.
Jenis makanannya pun bisa matang maupun mentah. Mengakomodasi itu, Frandy menjelaskan bahwa SOS punya dua program. Pertama, program penyelamatan pangan. Ia menjelaskan, "Kami jemput makanan berlebih dari hotel, restoran, retail, maupun individu, dan kami distribusikan langsung ke penerima manfaat, hari itu juga."
Advertisement
Program Dapur Penyelamat
SOS Jakarta sebenarnya tidak punya aturan minimal donasi makanan berlebih, namun mereka akan mempertimbangkan emisi karbon dalam operasionalnya. "Misalnya, makanan (berlebihnya) lima kilogram, tapi kalau pakai cooling truck kami, penjemputannya akan menghabiskan 10 kilogram karbon, itu kan jadi bias," kata dia.
Bila demikian, mereka akan merokemendasikan donatur memberikan makanan berlebih ke area sekitar mereka tinggal. Program lainnya, yakni dapur penyelamat, dirancang untuk mengolah bahan mentah berlebih yang diberikan para donatur.
"Kami bekerja sama dengan masyarakat (dalam mengoperasikan dapur penyelamat), seperti ibu-ibu PKK. Kami memasak bersama, lalu kami distribusikan ke wilayah tempat tinggal mereka," bebernya.
Makanan yang dibagikan, sebut Frandy, merupakan makanan lengkap, yang mana terdapat kandungan mulai dari karbohidrat sampai protein. Di samping, mereka juga punya regulasi keamanan pangan untuk memastikan makanan yang dibagikan layak dikonsumsi.
Frandy menyebut, "Beberapa hotel sebenarnya sudah memiliki aturan keamanan pangan, jadi itu akan dipadukan dengan ketentuan keamanan pangan kami."
Ajak Lebih Banyak Pihak Terlibat
SOS nantinya akan memberi laporan pada para mitra, termasuk berapa kilogram makanan berlebih yang sudah disumbangkan dan berapa banyak karbon maupun gas metana yang berhasil dikurangi karena rantai kerja sama itu. "Biasanya per bulan (laporannya)," sebut James.
Terkait penerima manfaat, Frandy menyebut bahwa mereka menggunakan data pemerintah untuk mengidentifikasi kelompok tersebut. "Data RT dan RW," kata dia. "Untuk panti asuhan atau rumah singgah, kami memilih yang sudah terdaftar dan sah secara hukum."
"Ada anak-anak di sana, dan mereka sangat membutuhkan makanan itu," imbuhnya.
Ke depan, mereka ingin bekerja sama dengan lebih banyak pihak untuk memasifkan gerakan penyelamatan makanan berlebih di Jakarta. James mengutarakan, "Tahun depan, kami akan melipatgandakan (target makanan berlebih yang berhasil didonasikan). Saat ini, kami sedang berusaha mendonasikan 100 ribu porsi makanan."
Selain di Indonesia, mereka juga melakukan gerakan serupa di Thailand dan Filipina, mencatat penyelamatan 8,3 juta ton kelebihan pangan, atau setara dengan hampir 35 juta porsi makanan.
Advertisement