Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, sudah membantah data yang disampaikan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD soal angka deforestasi di Indonesia mencapai 12,5 juta hektar dalam 10 tahun terakhir. Data itu sebelumnya disampaikan Mahfud dalam debat Pilpres keempat atau debat cawapres kedua pada Minggu, 21 Januari 2024.
Dia menyebut angka deforestasi tersebut mencapai 12,5 juta hektare atau 23 kali luas Pulau Madura. "Saya harus katakan bahwa data itu salah. Saya tidak bicara soal orangnya (Mahfud) tapi datanya yang salah," kata Siti Nurbaya saat ditemui di Kementerian LHK, Senayan, Jakarta, Selasa (23/1/2024).
Baca Juga
Menteri Siti menyambung, "Dia mesti ngerti deforestasi apa sih. Cara melihatnya bagaimana, cara menghitungnya gimana. Kemudian kalau sudah ngerti konsepnya, dia nggak bisa hitung deforestasi tahun ini, tambah deforestasi tahun ini, tambah tahun ini, tanpa membayangkan spasialnya."
Advertisement
Siti menyebut deforestasi di Indonesia terus mengalami penurunan. Ia mengatakan metode yang digunakan untuk menghitung deforestasi juga harus benar. Siti menjelaskan, angka deforestasi hutan di Indonesia pada 2013 adalah 730 ribu hektare. Kemudian pada 2015, angka deforestasinya bertambah menjadi 1,09 juta hektare.
"Jadi dari 0,73 juta hektare naik ke 1,09 juta hektare itu karena bencana El Nino pada 2015. Kemudian pada 2016 turun jadi 630 ribu hektare, dilanjutkan 2017 menjadi 480 ribu hektare, 2018 turun lagi jadi 440 ribu hektare," jelas Menteri LHK.
Siti pun mengajak publik untuk tidak mengakumulasi dengan data antara tahun ini dan tahun sebelumnya. "Itu tidak bisa ditambahin begitu saja, 600 ribu tambah 900 ribu hektare. Kan nggak, tempatnya masih sama. Artinya angka deforestasi yang bertambah hanya 300 ribu hektare," lanjutnya.
IKN dan Deforestasi
Menteri LHK menjelaskan penurunan angka deforestasi di Indonesia mendapat apresiasi di sejumlah lembaga internasional, termasuk Perdana Menteri Norwegia pada saat acara COP28. "Dan kita Indonesia ini nggak main-main kalau deforestasi. Penurunannya mencapai 65 persen dari tahun lalu ke tahun sebelumnya, atau tahun 2022," ungkapnya.
Siti mengatakan pihaknya terus mengontrol angka deforestasi di Indonesia dengan menghimbau perusahaan atau setiap proyek di satu kegiatan untuk melakukan konsep zero deforestasi. "Karena kita kan masih membangun jalan. Kita masih memberikan perumahan dan itu nggak bisa dibilang deforestasi. Karena ada penanaman kembali, deforestasinya ada dan lain-lain. Jadi perkiraan saya ke depan malah angkanya akan lebih baik lagi dari yang sekarang," tambah Siti.
Mengenai pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan yang dikabarkan termasuk deforestasi, Siti juga membantah anggapan tersebut. Ia mengatakan IKN dibangun di hutan tanam yaitu hutan yang dimanfaatkan untuk ditanam kembali, sehingga tidak termasuk deforestasi.
"Nah ini pengertian deforestasi saja sudah beda. Kalau hutan yang untuk ditanami kembali seperti menjadi taman maka itu bukan termasuk deforestasi. Bahkan katanya kebun pohon pisang yang ditebang saja disebut penggundulan hutan, padahal kan cuma pohon pisang," ujarnya.
Advertisement
Data dan Metode Penghitungan Deforestasi
"Jadi sekali lagi, coba kita buktikan sama-sama data di lapangan dan metode apa yang dipakai untuk mengukur deforestasi. Kita di KLHK dibantu sama beberapa negara seperti Norway dan Amerika Serikat dan Lembaga-lembaga yang terpercaya, nanti kita buka dan perlihatkan data-datanya semua dan seperti apa perhitungannya," sambungnya.
Sayangnya, Menteri Siti tidak menjawab pertanyaan tentang green inflation atau greenflation (inflasi hijau) yang ditanyakan Gibran Rakabuming di debat cawapres pada Minggu, 21 Januari 2024. "Oh itu kita belum pelajari datanya, mungkin bisa ditanyakan juga di kementerian ESDM," ucapnya singkat.
Sementara itu, Indonesia jadi negara ke-2 di dunia dengan tingkat deforestasi terparah pada 2024 setelah Brasil, menurut World Population Review, sebuah lembaga yang menyediakan data populasi dan demografi global, berdasarkan hitungan luas deforestasi sejak 1990. Di laporan deforestasi tahunan mereka, ada 10 negara yang jadi "tersangka utama, karena sebagian besar deforestasi terjadi di hutan hujan dan hutan."
Mengurangi Dampak Deforestasi
Mengutip situs webnya, Senin, 22 Januari 2024, ini mencakup hutan hujan Amazon, yang berada di Brasil dan di sebagian wilayah Amerika Selatan, dan kumpulan hutan hujan yang ditemukan di Asia, terutama di dekat Myanmar. "Meski banyak inisiatif yang dimulai untuk mengurangi dampak deforestasi, kondisi sosio-ekonomi negara-negara tersebut mempersulit penghentian perburuan liar dan aktivitas ilegal, seperti pengambilan kayu dan hewan liar dari habitatnya," catat pihaknya.
"Negara-negara maju" jarang masuk dalam daftar tersebut karena dua alasan. Pertama, negara-negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara bekas persemakmuran tidak mempunyai hutan yang luas di wilayah mereka.
Kedua, negara-negara maju dapat berinvestasi dalam program-program tertentu yang mendiversifikasi pendapatan mereka, sehingga kurang dapat diandalkan untuk mengeksplorasi sumber daya alam atau investasi eksternal yang memengaruhi keberlanjutan.
Misalnya, mereka mencontohkan, Kanada selama bertahun-tahun sudah terkenal dengan bahan-bahan penebangan kayunya, namun negara itu beralih memusatkan keuntungannya pada aliran pendapatan lebih modern, seperti teknologi dan investasi keuangan dalam perekonomian kapitalis.
Advertisement