Studi: Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai Dapat Mengurangi Sepertiga Sampah

Penerapan aturan di lima negara bagian dan kota di AS dengan jumlah penduduk gabungan sekitar 12 juta orang telah mengurangi konsumsi kantong plastik sekali pakai sekitar 6 miliar kantong per tahun.

oleh Asnida Riani diperbarui 28 Jan 2024, 04:00 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2024, 04:00 WIB
Kantong Plastik Masih Marak di Pasar Tebet
Warga menggunakan kantong plastik saat berbelanja di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Kamis (6/2/2020). Pemprov DKI telah menetapkan Pasar Tebet Barat dan Pasar Tebet Timur sebagai pasar percontohan gerakan pengurangan kantong kresek atau kantong plastik sekali pakai. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Larangan kantong plastik sekali pakai berhasil mengurangi sampah yang terkait dengannya, menurut sebuah studi baru di Amerika Serikat (AS). Aturan yang diterapkan di lima negara bagian dan kota di AS dengan jumlah penduduk gabungan sekitar 12 juta orang telah mengurangi konsumsi kantong plastik sekali pakai sekitar 6 miliar kantong per tahun.

Menerapkan larangan serupa dengan kebijakan di negara-negara tersebut dapat menghilangkan sekitar 300 sampah plastik sekali pakai per orang per tahun, menurut laporan tersebut, dilansir dari Euronews, Jumat (26/1/2024). Kantong plastik tidak dapat terurai secara hayati, sehingga dapat terus mencemari lingkungan.

Organisasi nirlaba, lembaga pemerintah, dan lembaga lain menemukan bahwa pelarangan penggunaan kantong plastik berhasil mengurangi limbah terkait setidaknya sepertiganya, dengan pengurangan sampah plastik yang jauh lebih besar di beberapa wilayah hukum.

Misalnya, setelah larangan di New Jersey mulai berlaku pada Mei 2022, pembersihan pantai musim gugur yang dilakukan Clean Ocean Action mengumpulkan 46 persen lebih sedikit kantong plastik sekali pakai dibandingkan dengan pengumpulan kantong plastik sekali pakai pada April di tahun itu.

Pengurangan tersebut, khususnya di wilayah pesisir, kemungkinan besar akan mengurangi dampak negatif sampah kantong plastik terhadap hewan laut, menurut penelitian yang dilakukan Environment America Research and Policy Centre.

Larangan kantong plastik yang dirancang dengan baik mendorong pembeli membawa tas belanja yang dapat digunakan kembali atau membawa langsung barang dengan tangan mereka, yang keduanya merupakan pilihan berkelanjutan yang meminimalkan limbah plastik.

 

Tutup Celah Aturan Larangan Kantong Plastik

Kantong Plastik Masih Marak di Pasar Tebet
Warga menggunakan kantong plastik saat berbelanja di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Kamis (6/2/2020). Pemprov DKI telah menetapkan Pasar Tebet Barat dan Pasar Tebet Timur sebagai pasar percontohan gerakan pengurangan kantong kresek atau kantong plastik sekali pakai. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Demi mengurangi polusi plastik, para pembuat kebijakan harus menerapkan larangan tegas terhadap kantong plastik sekali pakai untuk meminimalkan sampah plastik. Mereka juga harus menutup celah yang melemahkan efektivitas larangan yang sudah ada, saran laporan tersebut.

Sebelumnya, para ahli telah memperingatkan bahwa kredit plastik berpotensi jadi greenwashing. Perjuangan melawan polusi plastik mencapai titik baru pada Juni 2023, ketika lebih dari 170 negara sepakat membuat rancangan perjanjian internasional yang akan mengendalikan aliran plastik.

Memasuki putaran ketiga pembahasan perjanjian plastik internasional PBB pada bulan ini, pembicaraan kini beralih ke bagaimana negara-negara peserta akan menangani limbah plastik yang sudah ditemukan di mana-mana, mulai dari dasar laut sampai ASI, lapor Euronews, dikutip 14 November 2023.

Meski kesadaran masyarakat semakin meningkat, 11 juta ton sampah plastik nyatanya tetap bocor ke lautan setiap tahun, hampir dua kali lipat berat piramida terbesar di Mesir. Diperkirakan 75 hingga 199 juta ton plastik telah mencapai laut, menurut Program Lingkungan PBB.

 

Kredit Plastik Jadi Bagian Greenwashing?

Denda Pakai Kantong Plastik di Jakarta Bisa Mencapai Rp 25 Juta
Aktivitas jual beli menggunakan kantong plastik di pasar tradisional di Jakarta, Kamis (9/1/2020). Berdasarkan Pergub Nomor 142 Tahun 2019, para pengelola usaha bisa dikenakan denda mencapai Rp 25 juta apabila melanggar aturan tentang penggunaan kantong plastik. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menghapuskan plastik sebanyak ini dari lingkungan akan jadi tugas yang sangat besar, dan memerlukan kombinasi sumber daya pemerintah dan swasta untuk mengumpulkan dana yang diperlukan. Salah satu solusi potensial yang muncul dari sektor swasta adalah kredit plastik.

Dengan memanfaatkan uang yang diinvestasikan perusahaan ke dalam proyek pengumpulan sampah, kredit plastik membantu mendanai infrastruktur pengelolaan sampah plastik di daerah-daerah yang kurang terlayani. Namun, sebagian pihak masih skeptis terhadap kredit plastik.

Ini terutama mengingat program itu menggunakan model penyeimbangan kontroversial di pasar kredit karbon. Untuk memahami kredit plastik, pertama-tama Anda harus memikirkan sampah dari segi nilainya.

"Beberapa jenis sampah, jika Anda punya cukup banyak, akan berubah jadi sumber daya," sebut Joel Tasche, CEO Cleanhub, sebuah perusahaan rintisan yang memfasilitasi pengumpulan sampah di seluruh dunia dengan investasi dari dunia usaha.

Ia menyambung, "Botol plastik PET, misalnya, bisa dijadikan kaus atau botol baru, sehingga jadi produk yang bisa dijual." Namun, ada beberapa sampah yang tidak dapat didaur ulang, sehingga biaya pengumpulan dan pengolahannya lebih besar dibandingkan nilai yang dapat dihasilkan kembali.

"Contoh sempurna dari 'plastik bernilai rendah' adalah kantong keripik," kata Tasche. "Sangat mudah untuk mengenali plastik bernilai rendah karena bahannya selalu majemuk. Misalnya, plastik dan aluminium."

Klaim Palsu Netral Plastik

Diet Kantong Plastik
Ilustrasi kantong plastik sekali pakai. (Foto: Unsplash)

Sampah plastik bernilai rendah masih perlu dikumpulkan, namun hal ini memerlukan seseorang yang menanggung biayanya. "Di negara-negara, seperti Jerman dan Inggris, hal ini sebagian besar dibiayai uang pajak," ujar Tasche. "Tapi secara global, (opsi) ini tidak tersedia untuk dua miliar orang."

WWF juga memperingatkan bahwa kredit plastik dapat mendorong "praktik bisnis seperti biasa," yakni perusahaan mengklaim "netral plastik" tanpa mengurangi volume plastik dalam rantai pasokan mereka. Christina Jager, salah satu pendiri konsultan lingkungan Yunus, mempertanyakan apakah "netral plastik" dapat dicapai.

"Jika kita berbicara tentang pemain besar, mustahil bagi mereka untuk sepenuhnya mengimbangi hal tersebut melalui kredit plastik, karena tidak akan ada cukup pemain di pasar yang dapat menyerapnya," ujar dia.

Netral plastik juga mengabaikan limbah lama yang sudah mencemari lingkungan. "Anda perlu melihat seluruh riwayat (penggunaan plastik) Anda," katanya. Jager mencatat kompleksitas pengukuran dampak penggantian kerugian plastik.

Pasalnya, meski satu ton karbon diketahui mempunyai konsekuensi yang sama di seluruh dunia, dampak polusi plastik bersifat lokal. Perusahaan akan menimbulkan kontradiktif bila berinvestasi dalam pengumpulan sampah di satu area, namun aktivitas mereka menimbulkan polusi plastik di tempat lain.

Infografis Jenis-Jenis Plastik yang Berpotensi Jadi Sampah
Infografis Jenis-Jenis Plastik yang Berpotensi Jadi Sampah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya