Liputan6.com, Jakarta - Pendidikan lingkungan hidup tentu punya peran krusial di tengah desakan melakukan aksi nyata dalam menahan laju krisis iklim. Sementara edukasi terus diberikan secara general pada orang lintas usia, kebiasaan "sadar lingkungan" juga semestinya bergema sama lantangnya di dalam pagar sekolah.
Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Drs. Zulfikri Anas, mengatakan bahwa peran pendidikan lingkungan hidup sangat penting dalam membangun kesadaran pada setiap peserta didik sejak dini.
"(Ini) terutama terkait bagaimana menjaga, mengelola, dan memanfaatkan lingkungan hidup dengan baik agar terjaga kelestariannya. Budaya sadar dan peduli lingkungan ini akan berdampak pada keseluruhan aspek kehidupan," kata dia melalui pesan pada Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 10 Februari 2024.
Advertisement
Mengamini pendapat itu, Direktur Sekolah Alam Tangerang, Tik Santikasari Dewi berpendapat, pendidikan harus relevan dengan masalah dunia nyata. "Ini berarti menghubungkan pembelajaran dengan masalah lingkungan yang aktual dan mendesak," katanya melalui pesan terpisah, Jumat.
"Guru dapat membahas topik, seperti perubahan iklim, kehilangan biodiversitas, atau polusi plastik dengan siswa dan mengajak mereka berdiskusi tentang solusi potensial," imbuh Dewi.
Menurutnya, pendidikan juga membantu mengembangkan pemikiran kritis dan analitis siswa. Dengan mempertanyakan, mencari solusi, dan memecahkan masalah lingkungan, siswa dapat jadi lebih sadar akan permasalahan yang ada dan jadi bagian dari solusi.
"Pembelajaran berbasis proyek yang menekankan pada penelitian lingkungan, inovasi berkelanjutan, dan pemecahan masalah mempersiapkan siswa jadi pemikir kritis yang peduli terhadap lingkungan," ia melanjutkan.
Pelibatan Langsung dengan Alam
Kurikulum di Sekolah Alam Tangerang, Dewi melanjutkan, menempatkan pengalaman langsung dengan alam sebagai prioritas utama dalam proses belajar mengajar. "Selain itu, kami juga menekankan pada pengembangan keterampilan sosial dan karakter siswa," ucapnya.
Dari Kemendikbudristek, sebut Zulfikri, pendidikan lingkungan hidup dimulai sejak dini, dengan proses dan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan tingkat perkembangan anak dan karakteristik lingkungan di mana mereka berada.
"Pembelajaran dimulai dari mengenal lingkungan sendiri, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat, membiasakan diri melalui pelibatan anak untuk peduli dan ramah pada lingkungan," katanya. "Pembelajaranya bersifat multi disiplin berupa aktivitas nyata yang dilakukan melalui intra kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuluer."
Salah satu program prioritas Kemendikbudristek saat ini, ia melanjutkan, adalah "Pendidikan Perubahan Iklim." "Isu utama dari 'Pendidikan Perubahan Iklim' adalah menyadarkan anak sejak dini akan bahaya yang mengancam kehidupan secara keseluruhan jika kita tidak peduli pada lingkungan," sebut Zulfikri.
"Perubahan iklim berdampak luas dan berpengaruh secara jangka panjang terhadap kemasalahatan hidup manusia di masa datang. Terkait hal ini, 'Gaya Hidup Berkelanjutan' jadi salah satu tema wajib pembelajaran ko-kurikuler melalui proyek penguatan profil pelajar Pancasila."
"Dalam pengembangan ini, Kemendikbudristek melibatkan berbagai kalangan, seperti praktisi, akademisi, kementerian dan lembaga terkait, asosiasi, serta aktivis sebagai mitra pembangunan," imbuhnya.
Advertisement
Keleluasaan Mengembangkan Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup
Zulfikri melanjutkan, "Setiap satuan penddiikan diberi ruang dan keleluasaan mengembangkan kurikulum satuan pendidikan sesuai karakteristik satuan pendidikan, keragaman potensi, serta kondisi geografis, sosial, dan lingkungan hidup di satuan pendidikan yang bersangkutan."
"Penyesuaian kurikulum diselaraskan dengan kebijakan pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan, yang mana ini sesuai isu global terkait pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim."
Saat ini, kata dia, Kemendikbudristek juga tengah mengembangkan model kurikulum dan modul ajar terkait perubahan iklim, gaya hidup berkelanjutan, dan gerakan nol sampah di setiap satuan pendidikan. "Gerakan nol sampah diharapkan jadi budaya belajar bagi setiap peserta didik," ucapnya.
"Ketika setiap peserta didik terbiasa mengelola sampah dengan baik, harapannya budaya tersebut akan dibawa ke rumah, dan ini akan menimbulkan dampak luar biasa pada kebiasaan rumah tangga dalam mengelola sampah dengan baik," ujarnya, seraya menambahkan penyesuaian ini sangat memungkinkan karena pelaksanaannya punya keterkaitan dengan semua disiplin ilmu.
Dalam praktiknya, Sekolah Alam Tangerang punya beberapa pendekatan. Pertama, nutrisi, yang mana semua anak dilatih terbiasa makan berbagai macam makanan sehat. "Pembiasaan makan buah dan sayuran secara signifikan mengurangi jumlah sampah dari makanan kemasan semacam nugget, mi instan, sosis, dan lain-lain," katanya.
Lalu, mereka juga menyediakan mobil jemputan, mendorong penggunaan kendaraan umum, dan bersepeda guna mengurangi emisi yang menyebabkan polusi udara. "Di kantin sekolah, semua siswa wajib membawa tempat makanan dan minuman sendiri," sebut Dewi. "Penjual di kantin tidak menjual makanan berkemasan."
Sementara di kelas, semua siswa wajib membawa botol minum dan wajib minum air sesuai kebutuhan masing-masing dengan dikontrol guru kelas. Terakhir, mereka juga melakukan penghijauan lingkungan sekolah.
Melibatkan Rasa dan Logika
Menurut Sekolah Alam Tangerang, kurikulum pendidikan lingkungan hidup harus terus diperbarui dengan memasukkan isu-isu terkini. "Ini bisa melibatkan perubahan dalam materi pelajaran, penambahan topik baru, atau penggalian lebih dalam pada isu-isu yang sedang mendapat perhatian global, seperti perubahan iklim, keberlanjutan, dan krisis biodiversitas," katanya.
Dalam upaya menjadikan kurikulum pendidikan lingkungan hidup kian relevan, mereka juga menggarisbawahi pentingnya melibatkan ahli lingkungan, ilmuwan, dan praktisi dalam proses penyusunan kurikulum. "Teknologi pun dapat membantu memperbarui kurikulum dengan cepat," sebut Dewi.
"Platform daring, webinar, dan sumber daya digital lain dapat digunakan untuk menyajikan informasi terbaru tentang isu lingkungan," imbuhnya. Mereka juga menyoroti pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya dalam membantu siswa memahami isu lingkungan secara komprehensif.
"Dengan pendekatan yang holistik dan terus-menerus, kurikulum pendidikan lingkungan hidup dapat tetap relevan dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan lingkungan di masa depan," sebutnya.
Ke depan, menurut mereka, penting untuk memasukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pendidikan lingkungan. "Jangan sampai kebutuhan manusia mengorbankan alam," tegasnya. "Sekolah harus mengajarkan siswa tentang keseimbangan antara kebutuhan manusia dan keberlanjutan lingkungan."
Sementara, Zulfikri menekankan, "Arah implementasi pengembangan kurikulum pendidikan lingkungan hidup berada pada penguatan karakter, kompetensi, literasi, dan numerasi sehingga anak-anak memiliki kompetensi sesuai kebutuhan hidup di masa kini dan masa datang."
"Literasi dan numerasi jadi pondasi bagi penguatan kompetensi dan karakter. Karena itu, pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup bukan sekadar penyampaian materi, namun melibatkan rasa, karsa, logika dan nalar, kreativitas, perilaku dan kebiasaan, serta hati nurani," tandasnya.
Advertisement