Liputan6.com, Jakarta - Kisah pilu terungkap lewat sebuah potret yang diunggah ke media sosial oleh seorang jurnalis foto yang bertugas di Jalur Gaza. Adalah Motaz Azaiza, fotografer yang memotret momen saat warga Palestina mendapat serangan dari tentara Israel.
"Di setiap wawancara yang saya lakukan dengan media internasional, mereka bertanya pada saya tentang gambar yang tidak dapat saya lupakan," tulisnya di akun Instagram pribadinya pada Rabu, 14 Februari 2024.
Baca Juga
"Ini adalah gambaran yang tidak akan pernah saya lupakan, bagaimana detak jantung berubah dari nol jadi seratus dalam waktu kurang dari satu detik," imbuhnya.
Advertisement
Jurnalis foto itu berbagi potret dalam kategori "konten sensitif" di Instagram-nya. Foto yang dimaksud memperlihatkan jasad seorang anak berusia sekitar delapan tahun yang sedang diangkut ke dalam ambulans oleh dua orang regu penolong.
"Saya bahkan tidak bisa melihat ke jendela bidik kamera saya," ungkap Motaz. "Saya pikir petugas pertolongan pertama membuka pintu ambulans untuk menyelamatkan orang yang terluka."
Anak laki-laki itu digambarkan bersimbah darah di bagian tangannya dan terluka di ubun-ubun kepala. Tubuhnya tampak kaku dan terkena debu setelah mungkin mencoba menyelamatkan diri di antara puing-puing bangunan di Rafah yang terdampak serangan militer Israel.
Potret yang mendapat tanda suka lebih dari 1 juta pengguna itu menuai beragam reaksi. "Ini bukan perang. Ini adalah pembantaian," seru salah seorang warganet. "Katakan padaku kesalahan apa yang dilakukan anak-anak tak berdosa ini," tulis yang lain.
Dikecam Warganet Seluruh Dunia
Â
"Apakah Anda menunjukkan gambar ini pada Mahmoud Abbas yang mendukung genosida atau Anda terlalu sibuk tersenyum dan mengambil gambar?" tanya warganet yang kritis. "HENTIKAN GENOSIDA," tegas yang lain.
"Kami tidak akan pernah menutup mata terhadap Palestina, Motaz. Warga di sana tidak akan pernah (meninggal) sia-sia. Kami akan mengadvokasi semua pria, wanita, dan anak-anak yang secara tidak masuk akal ditawan oleh pendudukan," seru yang lain.
"Ini mengerikan. kapan ini akan berhenti???" komentar yang lain.
"Saya sangat menyesal mengatakan hal ini, namun saya sangat merindukan liputan dan foto Anda di lapangan. Anda seorang jurnalis foto yang hebat. Silakan kembali melaporkan Motaz," yang lain menyemangati sang jurnalis foto saat bertugas.
Mengutip laporan Tim Hot Liputan6.com per 13 Februari 2024, Kota Rafah jadi topik hangat perbincangan usai jadi target serangan Israel. Negara itu mengklaim, terdapat empat brigade Hamas di Rafah. Serangan udara dan darat intensif yang dilakukan Israel pun membuat ketegangan meningkat.Â
Advertisement
Kota Rafah, Pintu Masuk ke Gaza
Tindakan Israel menimbulkan kecaman dari berbagai pihak di seluruh dunia, dengan seruan untuk mengakhiri kekerasan dan mencari solusi diplomatik yang berkelanjutan. Tapi, penduduk Kota Rafah terus menghadapi ancaman besar dalam upaya bertahan hidup dan memperjuangkan hak-hak mereka di tengah konflik yang makin memburuk.
Mesir yang berbatasan langsung dengan Kota Rafah juga secara tegas menentang invasi tersebut. Tentang kota ini, Rafah terletak di selatan Jalur Gaza, Palestina, dan telah jadi pusat perhatian dalam konflik antara Israel dan Palestina.
Berlokasi sekitar 30 kilometer barat daya dari Kota Gaza, Rafah jadi lokasi pengungsian selama konflik berkecamuk di wilayah kantong tersebut. Salah satu aspek yang menonjol dari Rafah, yakni statusnya sebagai titik persimpangan antara Mesir dan Palestina.
Sebagaimana diketahui, Penyeberangan Perbatasan Rafah merupakan satu-satunya jalur lintas perbatasan antara kedua negara.
Peran Strategis Rafah
Kota Rafah punya peran strategis sebagai wilayah perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir. Di sisi Palestina, Rafah berfungsi sebagai ibu kota dari wilayah gubernur paling selatan di Gaza, serta sebagai gerbang utama menuju Sinai di Mesir.
Sementara itu, di sisi Mesir, Rafah adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Sinai Utara. Ketegangan di Rafah memburuk dengan serangan udara dan rencana serangan darat yang dilakukan Israel.
Israel mengklaim bahwa keberadaan empat brigade Hamas di Rafah jadi alasan untuk tindakan agresif mereka. Upaya penyerangan ini, menurut berbagai laporan, bahkan mencakup rencana evakuasi warga sipil ke lokasi yang tidak jelas, menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di antara penduduk setempat.
Keterlibatan Mesir dalam konflik ini jadi kunci dalam dinamika perbatasan Rafah. Mesir sudah meningkatkan keamanan di perbatasan, memindahkan sumber daya militer seperti tank dan pengangkut personel lapis baja sebagai respons terhadap potensi serangan darat Israel.
Ancaman dari Mesir untuk menangguhkan perjanjian perdamaian dengan Israel menunjukkan betapa seriusnya mereka mengambil situasi ini.
Advertisement