Newton dari Gaza, Remaja 15 Tahun Buat Kipas Penghasil Listrik untuk Terangi Kamp Pengungsian Rafah

Listrik telah menjadi barang mewah bagi warga Gaza sejak serangan Israel pada 7 Oktober 2023.

oleh Asnida Riani diperbarui 19 Mar 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2024, 13:00 WIB
Ibadah
Umat ​​Muslim melakukan “tarawih,” sebuah doa ekstra panjang yang diadakan selama bulan suci Ramadhan, di Rafah, Jalur Gaza, Minggu, 10 Maret 2024. (AP Photo/Fatima Shbair)

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Hussam al-Attar, remaja Palestina yang secara harfiah memberi penerangan pada kamp pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan. Anak berusia 15 tahun yang dijuluki "Newton dari Gaza" ini menggunakan kipas angin tua untuk menghasilkan listrik, sesuatu yang mewah di tengah serangan bertubi-tubi Israel di daerah kantong tersebut.

"Para pengungsi menjuluki saya 'Newton-nya Gaza,' karena mereka menghargai peran saya dalam menerangi kamp tersebut," kata al-Attar pada Anadolu, dikutip Selasa (19/3/2024). "Setelah 20 hari kami mengungsi ke Rafah dan listrik padam, serta tidak tersedia sumber energi untuk menerangi tenda pengungsian, saya berpikir membuat kincir angin untuk menerangi kegelapan kamp​."

Sejak perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel telah memutus pasokan air, listrik, dan bahan bakar pada 2,3 juta warga Palestina yang sekarang menghadapi krisis kemanusiaan yang parah. Setelah menghadapi tekanan internasional, Israel mengizinkan bantuan kemanusiaan yang sangat terbatas ke Gaza.

Ini termasuk bahan bakar untuk kebutuhan kemanusiaan, tapi tidak untuk listrik, melalui perbatasan Rafah. "Saya memikirkan cara menerangi tempat itu, jadi saya membawa kipas angin dan memasangnya untuk mengubah energi kinetik dari gaya angin jadi energi listrik," kata al-Attar saat meninjau proyeknya di kamp dekat perbatasan Mesir.

Upaya awalnya untuk menyalakan listrik di kamp gagal. Baru pada kali ketiga ia berhasil. Turbin yang digunakan remaja tersebut untuk menghasilkan listrik dipasang di salah satu tiang logam di dalam kamp.​​​​​​​ "Saya berhasil menerangi tempat itu sesekali, karena (listrik) tempat itu menyala ketika ada angin, dan ketika angin melambat, kegelapan menyelimuti kamp," katanya.

Mau Kembangkan Proyek Kincir Angin

Ornamen Ramadan Hiasi Lokasi Penampungan Pengungsi Palestina di Rafah
Ornamen Ramadan Hiasi Lokasi Penampungan Pengungsi Palestina di Rafah. (MOHAMMED ABED/AFP)

Rafah adalah salah satu daerah terpadat di Jalur Gaza setelah tentara Israel memaksa warga Palestina dari wilayah utara, tengah, dan selatan mengungsi ke sana. Kini, wilayah itu merupakan tempat sekitar 1,4 juta warga Palestina tinggal, menurut pernyataan Wali Kota Rafah, Ahmed al-Soufi.

Al-Attar berharap mendapat pasokan untuk mengembangkan proyeknya, khususnya baterai, yang memungkinkannya menyimpan energi dan menggunakannya saat tidak ada angin. Ia mengatakan, Rafah kekurangan baterai, namun ia bersikeras terus mengembangkan proyek tersebut meski masa pengoperasiannya terbatas pada waktu dengan angin kencang.

"Saya langsung menyambungkan instalasi listrik hingga sisa perbekalan dan baterai tersedia untuk menyelesaikan proyek dan mampu menyimpan listrik," ujarnya. Al-Attar mencatat bahwa sebelum pecahnya perang, ia mampu menciptakan lampu bawah air dan ritsleting pengaman untuk penutupan pintu nirkabel, selain kipas angin untuk mendinginkan panasnya udara musim panas.

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tidak akan membiarkan warga sipil terjebak di Rafah ketika pasukannya memulai serangan yang telah lama dikhawatirkan di kota Gaza selatan, tempat lebih dari satu juta warga Palestina berlindung, lapor Al-Jazeera.

Serangan Militer ke Rafah

Potret Antrean Warga untuk Dapatkan Makanan di Rafah
Lebih dari 1,2 juta orang Palestina mengungsi di Rafah. (AP Photo/Fatima Shbair)

"Tujuan kami dalam melenyapkan batalyon teroris yang tersisa di Rafah sejalan dengan memungkinkan penduduk sipil meninggalkan Rafah. Ini bukanlah sesuatu yang akan kami lakukan sambil menjaga populasi tetap di tempatnya. Faktanya, kami akan melakukan yang sebaliknya, kami akan membiarkan mereka pergi," kata Netanyahu dalam pernyataan pers di Yerusalem bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Pemimpin Jerman itu mengatakan serangan terhadap Rafah, tempat mayoritas penduduk Gaza mencari perlindungan dari pemboman Israel yang tiada henti, akan membuat perdamaian regional "sangat sulit." Pernyataan Netanyahu muncul beberapa jam setelah ia mengatakan pada rapat kabinet bahwa pasukan Israel akan melanjutkan serangan darat yang direncanakan di Rafah meski ada kekhawatiran akan jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar.

"Tekanan internasional sebesar apa pun tidak akan menghentikan kami mewujudkan semua tujuan perang: melenyapkan Hamas, melepaskan semua sandera kami, dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi jadi ancaman terhadap Israel," kata Netanyahu dalam sebuah video yang dirilis oleh kantornya. "Untuk melakukan ini, kami juga akan beroperasi (militer) di Rafah."

Peringan AS dan WHO

Warga Palestina Salat Jumat Pertama Ramadan di Samping Reruntuhan Masjid
Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama di bulan suci Ramadan di dekat reruntuhan masjid yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Jumat, 15 Maret 2024. (AP Photo/Fatima Shbair)

Komentar Netanyahu muncul ketika perundingan gencatan senjata di Gaza diperkirakan akan dilanjutkan di Qatar. Reporter Tareq Abu Azzoum melaporkan dari Rafah, mengatakan bahwa warga Palestina "mengikuti dengan cermat" Netanyahu berulang kali menyebut ia berencana menyerang "daerah yang sangat padat penduduknya."

"Dari sudut pandang warga Palestina, di bawah ancaman yang akan segera terjadi, mereka benar-benar merasa tidak aman, bertanya-tanya tentang tujuan selanjutnya," katanya.

Presiden AS Joe Biden, yang terus mendukung perang Israel meski ada tuduhan genosida yang meluas, mengatakan invasi Israel ke Rafah akan jadi "garis merah" tanpa adanya rencana perlindungan sipil yang kredibel. Pada Jumat, 15 Maret 2024, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington menginginkan "rencana yang jelas dan dapat diterapkan" di Rafah untuk memastikan warga sipil "terhindar dari bahaya."

Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mengimbau "atas nama kemanusiaan," supaya Israel tidak melancarkan serangan terhadap Rafah yang kini jadi wilayah paling padat yang dihuni warga Palestina.

Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya