Liputan6.com, Jakarta - Bukan perkara mudah menyiapkan sajian untuk si kecil, termasuk Menu Pendamping ASI (MPASI). Di antaranya, Anda direkomendasikan untuk tidak memberi makanan organik bagi bayi di atas enam bulan. Mengapa demikian?
Anggota Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Moretta Damayanti Sp.A(K), M.Kes mengatakan bahwa pemberian makanan kemasan berlabel organik sebagai MPASI "kurang pas." "MPASI itu harus berupa makanan-makanan yang mengandung protein, zat besi, dan zinc," katanya saat webinar, Selasa, 4 Juni 2024.
Baca Juga
Ia menggarisbawahi bahwa MPASI harus mengandung mikronutrien. "Itu terutama makanan kemasan dengan klaim organik, karena itu tidak difortifikasi dengan micronutrients. Di usia MPASI, anak sangat butuh kandungan zat besi."
Advertisement
Dokter Morreta menekankan pentingnya keberagaman sajian dalam MPASI. Sebagai konteks, melansir Healthline, istilah "organik" mengacu pada bagaimana makanan tertentu diproduksi. Makanan organik yang paling umum dibeli adalah buah-buahan, sayuran, biji-bijian, produk susu, dan daging.
Makanan organik telah ditanam atau dibudidayakan tanpa menggunakan bahan kimia buatan, hormon, antibiotik, dan organisme hasil rekayasa genetika (GMO). Demi dapat dilabeli organik, suatu produk makanan harus bebas dari bahan tambahan makanan buatan.
Ini termasuk pemanis buatan, pengawet, pewarna, penyedap rasa, dan monosodium glutamat (MSG). Tanaman yang ditanam secara organik cenderung menggunakan pupuk alami, seperti pupuk kandang untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hewan yang dipelihara secara organik tidak diberikan antibiotik atau hormon.
Pentingnya Keamanan Pangan
Di samping itu, makanan si kecil tidak semata bergizi, namun juga harus memenuhi kriteria keamanan pangan. Dr Moretta menerangkan bahwa aman dan higienis yang dimaksud, yakni proses persiapan dan pembuatan MPASI menggunakan cara, bahan, dan alat yang aman, serta higienis.
Dijelaskan bahwa proses persiapan dan pembuatan MPASI harus memerhartikan kebersihan, minimal dengan mencuci tangan. "Kemudian, pisahkan pangan mentah dan matang," ia menyambung. "Ketiga, masak dengan benar. Lalu, jagalah pangan dalam suhu benar. Terakhir, gunakan air dan bahan baku yang aman."
Ia menggarisbawahi bahwa keamanan pangan saat menyiapkan MPASI jadi sangat penting. Pasalnya, sekitar 40 persen MPASI terkontaminasi E.coli, yang terutama terjadi selama masa penyiapan. "Konsumsi MPASI yang terkontaminasi berhubungan dengan insiden diare dan malnutrisi yang lebih tinggi pada anak-anak," imbuhnya.
Dr. Moretta juga membandingkan MPASI buatan rumah dan instan. "Homemade food berarti bahan makanannya berasal dari rumah tangga, biasanya dibeli di pasar tradisional maupun supermarket," kata dia.
Advertisement
Hindari Kebiasaan Menghangatkan Makanan
Dr Moretta menyambung, biaya MPASI buatan sendiri biasanya lebih murah. "Tapi, perlu pengetahuan dan keterampilan seputar menyiapkan, menyimpan, dan menyajikan MPASI," kata dia.
Di sisi lain, makanan komersial berarti diproduksi di pabrik, dan prosesnya telah diatur sesuai regulasi. "Harganya lebih mahal. Lalu, pengetahuan dan keterampilan orangtua dibutuhkan dalam penyajian supaya tetap aman," sebutnya. "Maka itu, penting untuk selalu membaca label."
Ia juga mengingatkan bahwa menghangatkan makanan bukanlah kebiasaan yang baik, terutama dalam meyiapkan asupan pada anak. Selama memasak, semua makanan mencapai suhu yang mampu menghancurkan bentuk vegetatif patogen bawaan makanan.
Namun, risiko kontaminasi meningkat jika makanan disimpan pada suhu ruang, penggunaan suhu yang tidak cukup tinggi untuk memanaskan makanan, dan penambahan bahan-bahan yang terkontaminasi. "Biasanya masak pagi, tapi baru dimakan siang. Itu rawan kontaminasi bila hanya ditaruh di panci atau suhu ruang," ucapnya.
Ia menyarankan makanan tersebut dimasukkan ke kulkas dua jam sebelum dikonsumsi. "Kecuali sayur, saya sarankan jangan dihangatkan," kata Dr Moretta.
Tekan Risiko Kontaminasi
Khusus sayuran dan olahannya, Dr Moretta menyambung, sebaiknya segera dimakan setelah dimasak. Saat makan, ia mengatakan bahwa tidak hanya orang yang menyuapi yang harus mencuci tangan, namun juga si kecil. "Anak mungkin akan ikut pegang makanan. Kalau tidak cuci tangan, ada risiko kontaminasi (ke makanan)," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa menurut studi, data yang dikumpulkan dari usapan kedua tangan 136 ibu, 76,4 persen di antaranya terkontaminasi Salmonella. "Salmonella typhimurium dapat bertahan hingga empat minggu di permukaan kering pada populasi yang cukup tinggi untuk berpindah ke makanan," kata dia.
"S. Typhimurium dapat berpindah ke makanan yang diuji segera setelah kontak," ia menyambung. "Penelitian ini menunjukkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dan mengontaminasi makanan lain, bahkan setelah jangka waktu yang lama berada di permukaan yang kering, sehingga memperkuat pentingnya sanitasi pada kontak makanan untuk meminimalkan risiko penyakit bawaan makanan."
"Kontaminasi ini terjadi secepat lima detik. Makanya kalau ada makanan dan alat makan yang jatuh, itu sebenarnya sudah terkontaminasi," tandasnya.
Advertisement