Diet Dibantu Obat-obatan, Apakah Aman?

Testimoni dari sejumlah artis, termasuk Kelly Clarkson, dan para influencer membuat diet menggunakan obat diabetes dilirik banyak orang. Hasil instan memang jadi salah satu alasan munculnya ragam tren diet.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Jun 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 08:30 WIB
Cara Pengobatan Tipes
Ilustrasi obat diet. Credit: pexels.com/Polina

Liputan6.com, Jakarta - Perputaran tren diet kian cepat. Dari waktu ke waktu, ada saja pola makan baru yang muncul dengan berbagai klaim menggiurkan. Di antaranya, muncul tren diet dengan mengonsumsi obat-obatan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menurunkan berat badan.

Di Amerika Serikat misalnya, setahun belakangan, banyak orang berbondong-bondong mengonsumsi obat diabetes tipe 2 demi menurunkan berat badan. Testimoni dari sejumlah artis, termasuk Kelly Clarkson, dan para influencer membuat cara instan menurunkan berat badan ini dilirik banyak orang.

Gelombang ini telah mencemaskan para ahli. Matthew Freeby, MD, direktur Gonda Diabetes Center di UCLA AS, dikutip dari situs webnya, Sabtu (8/6/2024), menjelaskan bahwa obat-obat ini sebenarnya ditujukan pada orang kelebihan berat badan, dengan indeks massa tubuh lebih dari 27.

Obat minum maupun suntik ini tidak menyasar individu kelebihan berat badan ringan yang hanya ingin menurunkan beberapa kilogram, selain konsumsinya harus berada di bawah pengawasan dokter. Terkait fenomena ini, Dokter Spesialis Gizi Klinik dr. Diana Felicia Suganda, M. Kes, Sp. GK mengatakan bahwa orang cenderung mengikuti tren diet tertentu karena memperlihatkan hasil instan.

"Di luar itu, artis-artis Hollywood ini mungkin punya dokter pribadi yang mengawasi, personal trainer, atau chef yang secara khusus menyiapkan menu diet. Ada perubahan gaya hidup di belakangnya yang mungkin tidak diungkap," kata dia melalui pesan suara pada Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 7 Juni 2024.

Dokter Spesialis Gizi Klinik di The Doctor Diet dr. M. Ingrid Budiman, Sp. GK menyambung, sebenarnya ada obat diet. Diet dengan bantuan obat, menurut dia, aman bagi orang yang benar-benar sehat, dengan catatan itu diresepkan langsung oleh dokter. "Bukan obat yang dibeli online, apalagi yang tidak ada nomor BPOM-nya," tegas dr. Ingrid melalui pesan, Jumat.

 

Mengatur Pola Makan, Bukan Tidak Makan Sama Sekali

Cerita Akhir Pekan: 6 Jenis Diet Terpopuler Sepanjang 2020
Ilustrasi diet untuk menurunkan berat badan. (dok. Ketut Subiyanto/Pexels/Brigitta Bellion)

Dokter Ingrid pun tidak menyarankan konsumsi obat diabetes untuk mendukung penurunan berat badan. "Baik orang diabetes dan tidak diabetes, tidak semua bisa mengonsumsi obat tersebut karena ada risiko alergi obat, gula darah terlalu rendah, interaksi dengan obat lain yang dikonsumsi, atau penyakit lain, seperti penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit empedu, penyakit pankreas, dan penyakit tiroid," bebernya

"Perlu diingat, tidak bergejala bukan berarti kita tidak punya riwayat penyakit tersebut. Sebaiknya periksakan dulu kesehatan kita sebelum menggunakan obat-obatan," ia memperingatkan.

Dokter Diana menggarisbawahi bahwa diet yang hits biasanya karena banyaknya testimoni. "Padahal testimoni itu tingkatan terendah dalam sebuah penelitian," ungkapnya. "Paling bagus berdasarkan metaanalisis."

Ia juga mengatakan bahwa diet merupakan pengaturan pola makan, bukan tidak makan sama sekali. "Atur komposisinya, porsinya, jadwal makannya, supaya tubuh lebih sehat," ucapnya. "Kalau ditanya diet apa yang cocok? Jawabnya adalah diet yang bisa kita lakukan seumur hidup, diet yang bisa jadi gaya hidup."

Diet, menurutnya, harus dilakukan dengan penuh kesadaran, perasaan senang, dan tetap mengonsumsi makanan enak. "Kalau goals-nya memang ingin menurunkan berat badan, yang akhirnya diharapkan juga menurunkan risiko penyakit-penyakit tertentu, pastikan untuk dilakukan dengan cara yang sehat," ia menyebut.

Apa Itu Berat Badan Ideal?

vegetarian
ilustrasi makan diet/Photo by Trang Doan on Pexels

Sepakat dengan itu, dr. Ingrid menjelaskan, tubuh manusia memerlukan karbohidrat, protein, dan lemak setiap harinya. "Jangan takut makan kabrohidrat, karena masih dibutuhkan oleh tubuh," ujarnya. "Bagi yang berat badannya sudah berlebih, bisa dikurangi jumlah asupannya."

Ia juga merekomendasikan untuk menghindari karbohidrat jelek, seperti makanan dan minuman manis, serta disarankan mengurangi asupan tepung dan olahannya. "Masih boleh kok makan karbohidrat baik, seperti nasi, jagung, kentang, ubi, talas, gandum, dan jagung dengan jumlah yang sesuai," ia mengatakan.

"Protein juga dibutuhkan tubuh, tapi biasanya kelebihan kalori disebabkan cara olah yang berminyak, misalnya deep fry atau tumis dengan terlalu banyak minyak," imbuhnya. Protein yang baik, menurut dr. Ingrid, termasuk ayam tanpa kulit, ikan, telur, daging tanpa lemak, tahu, tempe, kacang merah, dan kacang hijau.

Sementara tubuh sehat seharusnya jadi tujuan utama diet, pengaturan pola makan acap kali diterapkan untuk mendapatkan berat badan ideal. Apa itu sebenarnya? Dokter Ingris menjelaskan, berat badan idel adalah berat badan yang dianjurkan berdasarkan tinggi badan seseorang.

"Bagi perempuan, rumus cara menghitung berat badan ideal adalah {tinggi badan (cm) – 100} – {(tinggi badan (cm) - 100) x 15 persen}. Sementara untuk pria: {tinggi badan (cm) – 100} – {(tinggi badan (cm) – 100) x 10 persen}," bebernya.

"Bagi sebagian orang, penentuan berat badan ideal ini kurang cocok karena dirasa terlalu kurus. Karena itu, bisa dipakai target kisaran berat badan normal berdasarkan Indeks Massa Tubuh," ia menambahkan.

Apa Saja Faktor Penentu Kesuksesan Diet?

Ilustrasi
Ilustrasi olahraga pendukung diet dalam menurunkan berat badan. (dok. unsplash/ @rimakruciene)

Dokter Ingrid menjelaskan, saat ingin menurunkan berat badan, pengaturan asupan makanan maupun minuman hanyalah satu dari tiga aspek penting. Itu harus dibarengi olahraga dan istirahat yang cukup.

"Ketika menjalani diet, metabolisme tubuh berubah. Bila tidak dibarengi olahraga, metabolisme bisa melambat dan menyebabkan berat badan tidak bisa turun lagi. Selain itu, wajah bisa kelihatan kuyu dan kulit kendur," katanya.

"Jadwal dan lama tidur juga memengaruhi berat badan. Kalau tidur tidak teratur atau kurang tidur, badan bisa mengeluarkan hormon stres. Hormon itu bisa mengganggu keseimbangan hormon lapar dan kenyang. Kita bisa jadi cepat lapar, lambat kenyang, sehingga bisa makan lebih banyak, dan ada keinginan ngemil terus walau sudah kenyang."

Sebagai penutup, dr. Diana merekomendasikan untuk menjalani diet yang dipersonalisasi khusus untuk tubuh kita. "Satu diet bisa berhasil untuk seseorang, tapi mungkin tidak di orang lain. Kalau punya penyakit tertentu, wajib konsultasi dulu ke dokter."

"Saat diet, tidak perlu juga menimbang berat badan setiap hari, bahkan beberapa kali dalam sehari. Cukup menimbang (berat badan) dua minggu sekali di pagi hari setelah buang air kecil dan besar. Intinya, mari rayakan setiap progres kecil, karena akhirnya kita menginginkan tubuh yang sehat!" tandasnya.

Infografis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Diet
Infografis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Diet. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya