Liputan6.com, Jakarta - Setelah sembilan bulan Israel melakukan blokade total terhadap bantuan kemanusiaan, 10 pakar PBB mengatakan, mereka sudah cukup melihat, dan menyatakan Israel terlibat dalam "kampanye kelaparan yang ditargetkan" di Gaza. Tindakan ini digarisbawahi sebagai "kesengajaan."
"Kami menyatakan bahwa kampanye kelaparan yang disengaja dan ditargetkan Israel terhadap warga Palestina adalah bentuk kekerasan genosida dan telah mengakibatkan kelaparan di seluruh Gaza," kata para ahli, Selasa, 9 Juli 2024, dikutip dari Middle East Eye, Rabu (10/7/2024).
Baca Juga
Mereka menyambung, "Kami menyerukan komunitas internasional untuk memprioritaskan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui darat dengan cara apapun, mengakhiri pengepungan Israel, dan melakukan gencatan senjata."
Advertisement
Michael Fakhri, pelapor khusus hak atas pangan, bersama para ahli lain, seperti Francesca Albanese, pelapor khusus situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina, dan Paula Gaviria Betancur, pelapor khusus hak asasi manusia pengungsi internal orang, mengeluarkan pernyataan itu.
Setidaknya 33 anak, sebagian besar di Gaza utara, meninggal dunia karena kekurangan gizi sejak operasi militer dimulai pada Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Kelompok yang terdiri dari 10 pakar hak asasi manusia tersebut mengutip kematian tiga anak berusia tiga belas, sembilan, dan enam bulan, akibat kekurangan gizi di Khan Younis dan Deir al-Balah sejak akhir Mei 2024.
Kondisi ini membuat mereka menyatakan bahwa kelaparan di Gaza sedang berlangsung. "Dengan kematian anak-anak ini karena kelaparan, meski telah mendapat perawatan medis di Gaza tengah, tidak ada keraguan bahwa kelaparan telah menyebar dari Gaza utara ke Gaza tengah dan selatan," kata para ahli.
Bagaimana Tanggapan Israel?
Misi diplomatik Israel di Jenewa mengatakan, pernyataan itu adalah "informasi yang salah." "Israel terus meningkatkan koordinasi dan bantuan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan ke seluruh Jalur Gaza. Baru-baru ini, (kami) menghubungkan saluran listriknya ke pabrik desalinasi air Gaza," klaim misi tersebut.
Bulan lalu, sebuah laporan yang dikeluarkan kelompok ahli independen yang dikenal sebagai Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan, atau Fews Net, memperingatkan bahwa kelaparan di Gaza mungkin telah terjadi sejak April 2024. Kondisi nahas ini kemungkinan akan berlanjut hingga Juli "jika tidak ada tindakan yang diambil."
Ini termasuk perubahan mendasar dalam cara bantuan pangan didistribusikan dan diakses memasuki Jalur Gaza. Sementara itu, Israel terus memblokir penyeberangan Rafah dengan Mesir, dan membatasi masuknya bantuan melalui penyeberangan Karem Shalom dengan Gaza selatan.
“Akses masyarakat terhadap dan pemanfaatan bantuan pangan yang tersedia belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga saat ini, dan masih banyak hal yang harus dilakukan segera untuk memastikan bantuan pangan kemanusiaan didistribusikan secara efektif begitu bantuan tersebut memasuki Gaza," tulis laporan tersebut.
Advertisement
Kelaparan dan Kekurangan Gizi di Kalangan Anak-Anak Gaza
Fews Net yang berbasis di AS menganalisis kelaparan di Gaza berdasarkan tiga kondisi yang harus dipenuhi, yaitu konsumsi pangan, malnutrisi akut, dan kematian. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa lonjakan angka kematian di daerah kantong tersebut berhubungan langsung dengan tingkat kelaparan yang "mendekati" level akut.
Angka kekurangan gizi yang "sangat tinggi" di kalangan anak-anak juga akan menyebabkan dampak fisiologis yang parah. Namun, ambang batas kelaparan telah tercatat di Gaza utara pada April 2024, katanya.
Pada akhir Mei 2024, ada kekhawatiran mengenai kualitas pengiriman makanan yang tertunda sebelum Rafah atau penyeberangan lain ditutup setidaknya sejak awal bulan tersebut. Petugas medis dan polisi yang biasa memeriksa barang-barang yang masuk ke Gaza tidak dapat melakukannya selama serangan Israel, kata Ismail al Thawabta, direktur kantor media pemerintah Palestina di Gaza, dikutip dari TRT World, 28 Mei 2024.
Al-Thawabta berujar, "Ada masalah besar karena banyak barang yang masuk ke Jalur Gaza tidak layak untuk digunakan manusia dan tidak sehat." Karena itu, Kementerian Kesehatan setempat mengeluarkan pernyataan peringatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa mereka harus memeriksa barang-barang bantuan sebelum memakannya atau membagikannya pada keluarga mereka.
Rumah Sakit Terpaksa Tutup
TRT World melaporkan, warga sipil kini terpaksa meninggalkan sebagian besar kota di Gaza, tempat ribuan keluarga mencari perlindungan dari serangan Israel. "Ke mana kita pergi sekarang?" tanya Abdullah Khammash yang menceritakan bagaimana ia meninggalkan pengungsian terakhirnya pukul 03.00, waktu setempat.
Didukung jet tempur dan serangan pesawat tidak berawak, tank dilaporkan memasuki pusat kota ketika juru bicara militer memperingatkan penduduk distrik Sabra, Rimal, Tal Al-Hawa, dan Al-Daraj untuk mengungsi ke lokasi yang disebut "zona kemanusiaan."
Badan pertahanan sipil di Gaza mengatakan bahkan sebelum ultimatum terbaru bahwa mereka mendapat laporan "puluhan" orang tewas dan terluka dari berbagai wilayah di kota tersebut. Militer Israel juga mengeluarkan ultimatum pada Rumah Sakit Arab Al-Ahli di Kota Gaza setelah "sejumlah besar tembakan dari drone" di dekat bangunan itu pada Minggu, 7 Juli 2024, kata Keuskupan Yerusalem dari Gereja Episkopal dalam sebuah pernyataan.
Rumah sakit itu "dipaksa ditutup" oleh tentara yang menyerang dan sekarang “tidak beroperasi lagi," kata Keuskupan. Mereka menyatakan kekecewaan, dan menyebut "orang yang sakit dan terluka hanya punya sedikit pilihan" untuk mendapatkan perawatan di wilayah tersebut, yang menurut PBB, kurang dari separuh rumah sakit yang masih berfungsi.
Advertisement