Liputan6.com, Jakarta - Harga tiket pesawat domestik yang banyak disebut mahal bahkan lebih mahal ketimbang tiket ke luar negeri hingga saat ini masih menjadi sorotan tajam. Hal itu tentu jadi satu alasan terbesar kenapa wisatawan nusantara (wisnus) ebih memilih ke luar negeri seperti Singapura atau Malaysia karena harga tiket pesawatnya jauh lebih murah.
Bahkan, banyak WNI yang rela mampir alias transit ke negara tetangga sebelum terbang ke kampung halaman mereka demi bisa mendapatkan harga tiket yang lebih murah. Namun, baru-baru ini ramai perdebatan kalangan warganet di platform X yang mengungkapkan bahwa sebenarnya tiket pesawat ke luar negeri tidak jauh lebih murah dari tiket pesawat domestik.
Baca Juga
Namun di momen tertentu, tiket pesawat internasional ke negara tetangga ternyata juga bisa melambung tinggi. Menanggapi polemik tersebut, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) angkat bicara dan berushaa meluruskan terkait perdebatan soal harga tiket pesawat ini agar masyarakat tidak salah kaprah.
Advertisement
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf, Nia Niscaya mengatakan, mahal murahnya tiket pesawat tidak dipengaruhi oleh perjalanan domestik ataupun internasional.
Menurutnya, baik perjalanan domestik maupun internasional, harga tiket pesawat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti harga bahan avtur, hingga waktu pembelian tiket itu sendiri.
"Jadi soal tiket murah atau mahal, itu sebetulnya kalau kita jadi konsumen, Yang menentukan tiket mahal atau murah itu banyak ya, seperti komponen harga bahan bakar avtur yang mahal dan banyak dibahas karena memamg sangat berpengaruh terhadap penentuan harga tiket," terang Nia, dalam jumpa pers mingguan The Weekly Bried with Sandi Uno yang digelar hybrid, Senin, 12 Agustus 2024.
Momen Membeli Tiket Pesawat
"Selain itu jauh atau dekatnya destinasi juga menentukan. Beli di big season pasti lebih mahal, kemudian juga kelas, ada kelas. (Kelas) ekonomi sendiri ada kelasnya. Jadi ya enggak bisa one to all,” lanjutnya. Nia juga menyebut, ketersediaan jadwal penerbangan dan jumlah pesawat yang terbatas, jumlah kursi penumpang yang terbatas, harga tiket yang tidak merata, hingga biaya bahan penunjang lainnya juga bisa menjadi faktor pendukung murah atau mahalnya tiket pesawat.
"Jadi, itu ikut menentukan harga tiket. Waktu beli, kemudian waktu berlibur, dan kelas yang dibeli, kemudian belinya apakah grup atau individu juga ada pengaruhnya. Itulah kenapa harga tiket luar negeri variatif,” pungkasnya.
Beberapa hari lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan bahwa ia setuju dengan usulan Kementerian Perhubungan terkait dengan penghapusan pajak tiket pesawat guna menekan harga."Super setuju, ya. Karena kalau kita lihat, salah satu penyumbang harga tiket yang mahal itu adalah pajaknya," ujar Sandiaga Uno ketika ditemui di Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024 melansir Antara.
Sandiaga menyoroti implikasi pergerakan wisatawan nusantara terhadap perekonomian lokal. Pengeluaran para wisatawan nusantara, kata Sandiaga, bisa lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pengeluaran wisatawan mancanegara.
Advertisement
Penghapusan Pajak Tiket Pesawat
Pria yang akrab disapa Sandi ini menyambung, bahwa dampak perekonomian yang dibawa oleh wisatawan nusantara kepada wilayah yang menjadi destinasi dapat mengganti pemasukan negara yang hilang dari penghapusan pajak tiket pesawat. "Jadi, kita harus cari bauran kebijakannya yang bisa menambal hilangnya pajak dari tiket pesawat, tetapi (pendapatan negara) justru bertambah dari pergerakan wisatawan nusantara tersebut," sebut Sandiaga.
Sebelumnya diberitakan, Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan hasil kajian bersama lintas pemangku kepentingan soal penurunan harga tiket pesawat. Melalui kajian tersebut, Kementerian Perhubungan mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara.
Untuk itu tercipta equal treatment (kesetaraan perlakuan) dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya, berdasarkan PMK Nomor 80/PMK.03/2012. Selain itu, Kementerian Perhubungan juga merinci kebijakan jangka pendek dapat dilakukan.
Selain itu Kementerian Perhubungan juga membuat langkah-langkah terkait kebijakan tersebut. Pertama memberi insentif fiskal terhadap biaya avtur, suku cadang pesawat udara, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).
Melibatkan Beberapa Kementerian
Lebih lanjut, Kementerian Perhubungan juga merekomendasikan untuk menghilangkan konstanta dalam formula perhitungan avtur. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bersama Kementerian Perekonomian resmi membentuk Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Satgas tersebut menargetkan bisa menekan harga tiket pesawat domestik yang dikeluhkan mahal oleh para konsumen.
Sandi menambahkan bahwa satgas telah mulai bekerja. Ia pun menyebut ada sembilan langkah diharapkan menjadi terobosan untuk mengatasi masalah harga tiket pesawat. "Dari sembilan langkah itu, biaya avtur, biaya suku cadang, perizinan, PPn, pajar penumpang, jadi ada beberapa komponen," sebutnya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.
Komponen itu, sambungnya, begitu berpengaruh terhadap harga. Menurut Sandi, dengan mengelola sejumlah komponen biaya, pihaknya meyakini harga tiket pesawat domestik bisa diturunkan sekitar 10 persen.
Advertisement