Liputan6.com, Jakarta - Mengidentifikasi tantangan guru masa kini untuk bersama menemukan solusi konkret tentu jadi penting, sehingga Hari Guru Nasional, yang akan jatuh pada Senin, 25 November 2024, tidak semata jadi peringatan tahunan. Di antaranya, kasus orangtua murid menuntut guru jadi salah satu yang masih terdengar dari waktu ke waktu.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (Wasekjen PB PGRI), Wijaya, mengatakan bahwa kasus hukum yang menimpa guru ketika menjalankan tugas keprofesian perlu diselesaikan sesuai mekanisme dan regulasi. "(Ini dilakukan) melalui pendekatan litigasi dan non-litigasi," sebut dia melalui pesan pada Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 21 November 2024.
Advertisement
Baca Juga
Penyelesain lainnya, menurut dia, juga dengan melibatkan organisasi profesi guru, dalam hal ini PGRI melalui Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Secara general, kasus hukum yang dimaksud bisa mencakup kategori etika guru atau pidana.
Advertisement
"Seharusnya hal ini tidak terjadi jika semua pihak memahami tugas dan fungsinya masing-masing," ia menambahkan. "Tugas seorang guru memang berat, terlebih di tengah penghargaan dan perlindungan hukum yang kurang adil."
"Orangtua juga menjalankan tugas dan kewajiban berkaitan pendidikan anak, tidak mengandalkan sepenuhnya ke sekolah. Anak-anak berada di sekolah tidak lebih dari delapan jam, maka peran orangtua jadi yang paling besar," imbuhnya.
Tidak berhenti di situ saja, menurut Wijaya, guru masa kini juga dihadapkan dengan siswa generasi digital native dan strawberry generation. Maka itu, sebutnya, perlu kesabaran yang kuat dari para guru.
Kasus-Kasus yang Menimpa Guru
Kemudian, bukan perkara mudah pula untuk merancang dan membuat tata tertib yang disepakati guru, siswa, orangtua, dan sekolah, untuk kemudian dijalankan bersama. "Tantangan lainnya adalah penguatan tripusat pendidikan dan pelibatan bersama akan tanggung jawab terkait pendidikan," ucap Wijaya.
PGRI, ia menceritakan, telah memberi pendampingan dan perlindungan hukum bagi guru melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI. "Beberapa contohnya adalah kasus guru Zaharman di Rejang Lebong (yang diketapel orangtua murid hingga buta). Lalu, guru Akbar Sarosa di Sumbawa Barat (yang dituntut Rp50 juta usai menghukum murid yang tidak mau salat)," bebernya.
"Ada pula kasus guru Khusnul Khotimah di Jombang (yang ditetapkan jadi tersangka oleh polisi setelah ada siswa terluka), guru AS di Muna (tersangka kasus dugaan penganiayaan siswa), guru Sumarsono di Wonosobo (yang dipolisikan wali murid dan dituntut Rp30 juta), dan yang menyita perhatian publik, Ibu Guru Supriyani di Baito Konawe Selatan (tuduhan menganiaya murid)."
"PGRI selalu hadir dan memberi pendampingan langsung di lapangan, baik pengurus besar maupun PGRI di tingkatan lokasi kasus," ujar dia.
Advertisement
Aturan Mendisiplinkan Murid
Saat ditanya aturan mendisiplinkan murid, Wijaya menjawab, "Sejatinya tugas utama guru adalah mendidik. Dalam proses mendidik, tentu ada aturan yang harus ditaati siswa tanpa terkecuali. Dalam proses mendisiplinkan siswa, ada sifat manusiawi yang harus menyertai."
"Saat menjalankan tugas keprofesian," ia melanjutkan. "Guru wajib mendapat perlindungan. Hanya saja dalam implementasinya, (guru) selalu jadi pihak 'tertuduh' ketika dihadapkan dengan UU Perlindungan Anak."
"Payung hukum perlindungan guru hanya ada secara parsial di UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 74 tahun 2008, Permendikbudristek No. 10 tahun 2017, dan MOU No. 606/Um/PB/XXII/2022 tentang Perlindungan hukum profesi guru."
Menurut dia, "sangat perlu" ada Undang-Undang perlindungan guru. "Terkait ini, PGRI telah membuat naskah akademis dan mendorongnya ke berbagai pihak," ujarnya.
Guru yang tersangkut persoalan hukum atau jadi pihak terlapor, kata Wijaya, harus meminta perlindungan hukum pada organisasi profesi guru, dalam hal ini PGRI. "(Itu dilakukan) melalui pengurus, di mana yang bersangkutan sebagai anggota atau melalui fitur lindungi guru di KTA (Kartu Tanda Anggota) Digital PGRI."
"Kasus tersebut akan dikaji apakah persoalan etika atau pidana. Jika persoalan etika, cukup diselesaikan melalui DKGI. Sedangkan jika menyangkut pidana dan sudah terpenuhi alat buktinya, baru diserahkan ke APH (Aparat Penegak Hukum) dan didampingi LKBH PGRI."
Mencegah Kasus Tuntutan Hukum
Mencegah kasus tuntut-menuntut antara guru dan orangtua murid, menurut Wijaya, bisa dilakukan dengan membangun ekosistem sekolah ramah anak dan guru. "Semua pihak terkait harus memahami tugas dan fungsi masing-masing, termasuk orangtua harus memberi kepercayaan (pada guru) ketika anaknya jadi siswa di sekolah untuk menaati semua aturan yang berlaku."
"(Penting untuk) membangun komunikasi yang baik antara semua stakeholders di satuan pendidikan, serta tidak mudah terprovokasi dengan informasi yang belum tervalidasi," ia menambahkan.
Terkait pesan di Hari Guru Nasional, ia menuturkan, guru seluruh Indonesia harus solid dalam semangat solidaritas, terus berproses, dan adaptif. "(Jadi) guru yang tidak lupa akan sejarah perjuangan guru Indonesia, guru yang tidak mudah dipecah belah, guru yang menentang kastanisasi guru."
"(Jadi) guru yang senantiasa menghadirkan layanan terbaik bagi siswanya di satuan pendidikan. Mari bersama-sama jadikan guru sebagai sebuah profesi yang dijaga harkat, martabat, kesejahteraan, dan dilindungi secara hukum, jauhkan dari beragam normalisasi yang merendahkan guru sebagai sebuah profesi."
Maka itu, ia meminta guru mendukung PGRI memperjuangkan Undang-Undang perlindungan guru. "Akhir kata, selamat HUT ke-79 PGRI dan HGN 2024! Guru bermutu Indonesia maju dan guru hebat Indonesia kuat!" tandasnya.
Advertisement