Transgender Terpaksa Buang Air Besar Lewat Perut Usai Operasi Ganti Kelamin di Thailand

Seorang transgender di Thailand menuntut 700.000 baht dari dokter yang bertanggung jawab atas operasi ganti kelaminnya karena kelalaian yang menyebabkan dia harus buang air besar melalui perut.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 12 Jan 2025, 16:01 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2025, 16:01 WIB
Ilustrasi operasi plastik
Ilustrasi operasi plastik (Unsplash/Piron Guillaume)

Liputan6.com, Jakarta - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Seorang transgender di Thailand bernama Aoom Aim (30) kini terpaksa harus buang air besar lewat perut setelah menjalani operasi ganti kelamin di negaranya.

Ia pun mengajukan tuntutan kepada dokter yang berpraktik di sebuah rumah sakit kecil di wilayah Rat Burana, Bangkok, pada Selasa, 10 Januari 2025. Ia menuding dokter tersebut telah menyebabkan penderitaan fisik dan emosional selama delapan bulan terakhir. 

Mengutip The Thaiger, Minggu (12/1/2025), Aoom Aim mengungkapkan bahwa masalah kesehatannya muncul setelah menjalani operasi ganti kelamin di rumah sakit tersebut pada 28 Maret 2024. Ia membayar 120.000 baht (sekitar Rp56 juta) untuk pembuatan vulva dan saluran vagina.

Ia mngklaim dokter tersebut tidak memberikan instruksi perawatan pasca-operasi dan memulangkannya setelah istirahat singkat. Aoom Aim menjelaskan bahwa dia kemudian merasakan udara keluar dari saluran vaginanya yang dibuat secara artifisial. Setelah melakukan riset online, ia menemukan bahwa gejala ini umum terjadi dan diharapkan akan hilang beberapa bulan setelah operasi.

Dia mengatakan selama beberapa waktu, kondisinya membaik. Ia pun melanjutkan aktivitas seksual dengan pacarnya. Namun, dia mengalami perdarahan hebat setelah berhubungan seks dan kembali ke dokter, yang menemukan bahwa saluran vaginanya yang dibuat secara artifisial telah robek.

Dokter tersebut menjahit luka tersebut dan memindahkan usus besarnya ke perutnya untuk mencegah komplikasi pada lukanya di vagina ketika dia buang air besar. Akibatnya, dia harus menggunakan kantong yang terpasang di perutnya untuk membuang kotoran atau buang air besar.

 

Bikin Tak Percaya Diri

Ilustrasi operasi sedot lemak (pixabay)
Ilustrasi operasi sedot lemak (pixabay)

Dokter tersebut berjanji untuk mengembalikan usus besarnya setelah luka di saluran vaginanya sembuh. Namun, kondisi Aoom Aim tidak membaik sejak saat itu.

Situasi ini menyulitkan hidup Aoom Aim sehari-hari. Dia harus membersihkan kantong tersebut tujuh hingga delapan kali sehari, dan kantong tersebut terkadang bocor, mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dia kehilangan kepercayaan dirinya dan sekarang berisiko terkena kanker kolorektal.

Aoom Aim mencari bantuan dari dokter baru, yang menduga bahwa saluran vaginanya yang dibuat secara artifisial bocor sejak operasi berakhir dan bahwa aktivitas seksual memperburuk masalah tersebut. Dokter baru tersebut menyarankannya agar kembali menjalani operasi ganti kelamin untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Namun karena telah menjalani beberapa operasi sebelumnya, saran tersebut menjadi lebih rumit dan mahal, dengan biaya diperkirakan mencapai 700.000 baht (sekitar Rp329 juta). Karena itu, ia mengajukan tuntutan hukum pada mantan dokternya dan meminta kompensasi senilai perkiraan biaya untuk operasi baru demi menyelesaikan masalah tersebut. Dokter yang mengoperasi Aoom Aim belum menanggapi tuntutan transgender tersebut.

Aturan Operasi Ganti Kelamin di Rusia

Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)
Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)

Sementara Thailand melonggarkan soal operasi ganti kelamin, Rusia mengambil sikap berbeda 180 derakat. Duma Negara atau Majelis Rendah Parlemen Rusia sudah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang melarang operasi ganti kelamin pada Jumat, 14 Juli 2023. Presiden Vladimir Putin pun menandatanganinya menjadi Undang-Undang (UU).

Melansir The Moscow Times, Senin, 24 Juli 2023, RUU itu melarang intervensi medis yang bertujuan mengubah jenis kelamin seseorang serta mengubah jenis kelamin seseorang dalam dokumen resmi dan catatan publik. Pengecualian intervensi medis hanya dibolehkan untuk mengobati kelainan bawaan.

RUU itu juga memasukkan klausul pembatalan pernikahan bila salah satu pasangan telah berubah jenis kelamin. Selain itu, RUU melarang orang transgender menjadi orangtua asuh atau angkat. Langkah parlemen Rusia tersebut mengguncang komunitas transgender di negara Eropa Timur itu dan menuai kritik, bukan hanya dari pembela hak LGBTQ, tetapi juga dari tenaga medis.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Psikiatri Independen Rusia Lyubov Vinogradova, RUU itu misantropis dalam wawancara telepon dengan The Associated Press sebelum pembacaan akhir. "Prosedur penegasan gender tidak boleh dilarang sama sekali karena ada orang yang menganggap itu satu-satunya cara untuk hidup normal dan menemukan kedamaian dengan diri mereka sendiri," ucap Vinogradova, dilansir dari Al Jazeera.

Dukung Nilai Keluarga Tradisional

Kehidupan di Ibu Kota Rusia Kembali Normal Setelah Kudeta Gagal Tentara Bayarannya
Orang-orang berjalan di depan Red Square yang ditutup dengan Tembok Kremlin dan Menara Spasskaya di latar belakang di Moskow, Rusia, Selasa, 27 Juni 2023. (AP Photo/Alexander Zemlianichenko)

Anggota parlemen menggambarkan tindakan tersebut sebagai perlindungan Rusia dari ideologi anti-keluarga Barat dan menjaga nilai tradisional Rusia. "Keputusan ini akan melindungi warga negara dan anak-anak kita," kata Ketua Duma Vyacheslav Volodin dalam sebuah pernyataan di media sosial.

Dia menunjuk pada apa yang dia gambarkan sebagai tren perubahan gender yang berkembang di Amerika Serikat. Dia juga mengklaim ini mengarah pada degenerasi negara dan tidak dapat mereka terima.

Tindakan keras terhadap orang-orang LGBT sudah dimulai Putin sejak satu dekade lalu ia pertama kali memproklamasikan fokus pada nilai-nilai keluarga tradisional, sebuah langkah yang didukung penuh dan sampai batas tertentu oleh Gereja Ortodoks Rusia. Namun, para aktivis hak asasi manusia (HAM) mengingatkan bahwa pelarangan penggantian kelamin akan memicu masalah lainnya bermunculan. Contohnya, operasi penggantian kelamin ilegal dan meningkatnya angka kasus bunuh diri di kalangan transgender.

Seorang psikolog yang memimpin sebuah LSM Rusia membantu orang-orang transgender yang disebut Centre T, Yan Dvorkin, mengatakan sebelum pemungutan suara bahwa dia khawatir kemungkinan peningkatan kasus bunuh diri sebagai dampak dari RUU tersebut. Dia juga mengatakan larangan terapi penggantian hormon juga akan menjadi ilegal sehingga berisiko menciptakan pasar gelap hormon.

 

Infografis Fenomena Operasi Plastik
Infografis Fenomena Operasi Plastik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya