Liputan6.com, Jakarta - Profesi chef atau koki punya tanggung jawab untuk menciptakan hindangan yang lezat. Biasanya restoran mewah atau bintang lima mempekerjakan para chef professional dan memiliki reputasi luar biasa.
Tak heran restoran-restoran mewah sering mematok harga mahal untuk menu yang mereka sajikan. Selain itu, mereka umumnya menggunakan bahan berkualitas tinggi dan memilih lokasi yang strategis. Belum lagi soal pajak dan biaya pelayanan yang cukup besar di restoran-restoran mewah.
Namun ada satu lagi yang membuat menu di restoran mahal. Hal itu diungkapkan Chef Renatta Moeloek dalam sebuah wawancara yang dibagikan akun Instagram @rumpi_gosip pada 14 Januari 2025.
Advertisement
Dalam potongan video wawancara tersebut, Chef Renatta mengatakan pihak restoran biasanya tidak menggunakan micin alias MSG karena ingin menonjolkan cita rasa alami dari bahan-bahan segar yang mereka gunakan. Ini juga terkait dengan branding restoran, di mana sebagian pelanggan menganggap masakan tanpa MSG lebih sehat dan alami, sehingga restoran menyesuaikan dengan preferensi pasar tersebut.
Sebagai orang yang bekerja di industri terkait, Chef Renatta mengungkap bahwa tidak memakai MSG juga terkait harga diri seorang chef. "Secara personal gue gak anti-micin, kalau sekadar masak di rumah, apalagi kalo lagi males masak. Tapi secara profesional, ngapain lu pakai micin, bukan ego si, tapi lebih ke harga diri buat gue," terangnya.
Menurut wanita yang menjadi juri di program kompetisi masak di televisi ini, kita mengenal banyak rasa, mulai dari manis, asin, hingga pahit. Micin sendiri menghasilkan rasa gurih. Beda dengan rasa manis yang bisa didapat dengan instan dari gula atau asin dari garam, rasa gurih bisa keluar dari bahan alami yang diolah saat memasak.
Chef Harus Ciptakan Rasa Gurih Alami
"Tapi gurih itu bisa lu produce sendiri tanpa pakai yang instan, that's the point of cooking. Ada bahan-bahan alami yang punya glutamat, jadi memang sudah gurih dari sananya," tuturnya.
Ia lantas mencontohkan jika masakan memakai bahan ikan asin atau tauco, maka tidak perlu menambahkan micin lagi karena mereka memang sudah gurih. "Jadi lu harus menciptakan gurih sendiri, bukan instan, butuh waktu, jadi ngapain masih cari micin. Gak asik aja kalo instan," sambung Chef Renatta.
Itu menjadi salah satu alasan kenapa hidangan di restoran menjadi sangat mahal, karena butuh usaha dan sumber daya ekstra untuk menciptakan hidangan yang lezat tanpa bantuan bahan-bahan instan.
"Jadi lu pakai bahan apa aja supaya rasanya jadi balance jadi makanan yang enak. Tapi kalau lu taro micin, jebret kan udah langsung gurih. trus bedanya di mana dan apa bedanya seoranf chef dengan juru masak biasa," pungkassnya.
Advertisement
Chef Profesional Melarang Sambal di Restorannya
Seroang chef profesional biasanya juga tidak mau di meja restoran ada semacam sambal, saus, apalagi garam dan lada, karena itu sama saja mengubah cita rasa makanan yang dimasak olehnya. Pengalaman seperti itu pernah dirasakan oleh mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno.
Beberapa tahun lalu, ia pernah membagikan pengalaman tak terlupakan tentang sambal.Seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya, sambal kerap dijadikan sebagai pendamping makan oleh Sandiaga Uno untuk membangkitkan selera. Namun, ada pengalaman tak terlupakan ketika Sandiaga dan istrinya hendak menambahkan sambal pada menu makanannya di salah satu restoran di Paris, Prancis.
Pengalaman berkesan itu, diceritakan Sandi saat Live Instagram bersama artis muda, Maudy Ayunda. "Aku pernah pergi sama istriku di salah satu restoran di Paris. Terus, Nur ngeluarin sambal di atas meja. Ternyata, ada chef sampai keluar karena dia lihat, merasa tersinggung," ucap Sandi dalam video yang diunggah ke akun Instagram pribadinya pada 28 September 2021.
Maudy sempat kaget mendengar cerita itu. "Oh! Hah! Terus," ucap Maudy. Chef yang cukup terkenal di Paris itu bahkan mengambil sambalnya.
Sandiaga Uno Diprotes Chef di Paris
Ia membuka, mencium dan bergegas membawa sambal itu masuk. "Ya dia kesal kayaknya, karena dia sudah kerja keras bikin makanan," terang Sandi.
Menurut Sandi, koki itu ingin pengunjung restoran dapat menikmati karya masakannya tanpa menambahi dengan bumbu lainnya. Untuk itu, pihak restoran saja sampai tidak menyediakan garam maupun merica atas di meja. Jika ada pengunjung yang meminta garam, saus, kecap atau bumbu lainnya kepada pelayan, tak jarang koki yang merasa tersinggung karena makanan buatannya dinilai tak sempurna.
Usai kejadian tersebut, Sandi dan istrinya, Nur Asia Uno, memilih diam dengan rasa makanan yang di lidahnya terasa hambar. "Habis itu, kita enggak berani ngapa-ngapain lagi, dikasih dimakan saja. Enggak berani minta ini dan itu," kata Sandi usai sambalnya diambil koki.
Sandi pun mengambil pelajaran berharga dari peristiwa itu, yakni belajar menghargai karya chef. "Semenjak itu, aku learn to accept, ya udah dinikmati saja," ujarnya yang mendapat sambutan gelak tawa dari Maudy.
Advertisement