Liputan6.com, Jakarta - Tiga belas desainer Indonesia yang tergabung dalam Indonesian Fashion Designer Council (IFDC) meminta Anda menanggalkan ide baju Lebaran dengan warna-warna netral. Mereka membuat landasan pacu acara pembukaan Garis Poetih Raya Festival 2025 jadi termarun-marun.
Mengusung tema "Raya," rangkaiannya dimaknai sebagai perayaan keindahan dan harmoni busana yang dirancang khusus untuk menyambut Hari Raya dengan penuh gaya. Melalui tema ini, IFDC bermaksud memperlihatkan busana Lebaran 2025 yang modern, anggun, dan tetap menghormati nilai-nilai tradisi.
Marun, yang notabene merupakan salah satu tren warna 2025, diusulkan inisiator festival busana Idulfitri itu, Ivan Gunawan. Warna ini jadi simbol kemewahan, keberanian, dan kesatuan dalam menciptakan harmoni visual yang memikat di setiap koleksi.
Advertisement
"Aku tuh penginnya (memperlihatkan konsep) balik kampung, jadi kembali ke Lebaran di era-era dahulu kala," kata Igun, sapaan akrab Ivan Gunawan, seusai show di bilangan Jakarta Selatan, Kamis, 16 Januari 2025. "Makanya pakai lagu-lagu vintage (dalam presentasi fesyen)."
"Aku menantang teman-teman IFDC buat baju pakai warna marun dengan ciri khas mereka masing-masing," ia menambahkan. Selain Ivan, desain IFDC yang terlibat adalah Carmanita, Chossy Latu, Danny Satriadi, Era Soekamto, Eridani, Ghea Panggabean, Liliana Lim, Rama Dauhan, Ria Miranda, Wilsen Willim, Mel Ahyar, dan Yosafat Dwi Kurniawan.
Setiap desainer menampilkan dua signature look, kecuali Ivan yang memboyong empat tampilan, yang didesain secara eksklusif untuk acara ini. Karya-karya mereka menggambarkan kekayaan budaya Indonesia yang diterjemahkan ke dalam desain modern yang anggun, sopan, dan penuh makna, sesuai esensi busana Lebaran.
Rama Dauhan bercerita bahwa ia menginterpretasikan busana Lebaran sebagai "sesuatu yang sangat wearable." "Aku memadukan marun dengan warna-warna lain, karena memang itu DNA aku," sebut dia, juga seusai show, Kamis.
Seni yang Terlupakan
Berkaca pada kultur lokal, Rama menyebut, busana Lebaran seharusnya "tidak ribet dan bahannya tidak panas." "Aku lebih bersandar pada vibes romantic eclectic, alih-alih mengandalkan hanya satu-dua detail busana," ungkap dia.
Sementara itu, Era Soekamto tetap membawa kreasi batik yang telah jadi ciri khas karyanya, namun dibuat jadi "sesuatu yang ringan, tapi mewah" untuk busana Lebaran tahun ini. Motif-motif batiknya, kata dia, diambil dari abad ke-9.
"Kelihatan ada Hindu Buddha-nya, jadi kayak interfaith dialogue in one piece," tuturnya di kesempatan yang sama. "(Detail) bunga-bunganya saya ambil dari relief-relief candi. Terus yang (aksen) segitiga itu mirip sekali sama Taiwan, tapi sebetulnya kita punya juga."
"Ada forgotten art yang dibawa kembali melalui koleksi-koleksi ini. Bentuk (busana) sangat wearable, dan sebenarnya bisa dipakai tidak hanya saat Lebaran, namun acara perayaan lain," imbuhnya.
Menyambung, Danny Satriadi mengatakan bahwa fesyen Lebaran rancangannya mengandalkan sulaman. "Bordir-bordir ini dibuat sangat halus," ucap dia. "Inspirasinya simpel sekali. Jadi saya pengin ekspor embroidery yang biasanya kecil-kecil, kali ini dibuat besar."
Advertisement
Tampilan Elegan sampai Keluar dari Zona Nyaman
Danny menyambung, motif yang dibuat sedemikian besar itu membuat tampilannya lebih mewah, grande, dan elegan. Ia berharap, "Mudah-mudahan bisa diterima di masyarakat, sehingga kita bisa memberdayakan orang-orang yang memang punya skill di bidang bordir."
Sementara itu, busana Lebaran Yosafat Dwi Kurniawan melambangkan toleransi beragama di Indonesia. "Bahannya termasuk lace dan chiffon," sebutnya.
Kemudian, Ghea Panggabean memboyong benang-benang warisan budaya dalam koleksinya. Tepatnya, ia mengaryakan songket Palembang jadi gaun busana Muslim yang bergaya lebih modern.
Di koleksi Lebaran 2025, Ria Miranda meninggalkan zona nyaman dengan ikut mempersembahkan koleksi dalam warna lebih bold. "Aku pikir, oh ternyata Raya itu tidak melulu soal warna-warna soft," ungkapnya.
"Siluetnya tidak meninggalkan kaftan yang memang sudah sangat khas dengan Lebaran. Kemudian, sarimbit, busana sekeluarga yang memang dirilis hanya di momen Lebaran. Semuanya dengan material yang membuat pemakainya bebas bergerak," beber Ria.
"Kami juga mau menyasar Gen Z, jadi desainnya dibuat lebih muda dengan pasmina maupun cropped jacket. Lalu, ada juga barrel pants," ia menambahkan.
Fesyen Lebaran dari Malaysia
Juga di opening show, SETH&LUNA, jenama fesyen Malaysia yang dikenal dengan sentuhan elegan dan inovatif, menghadirkan koleksi bertema "Nusanta-Raya." Rangkaiannya memadukan keindahan tradisional Nusantara dengan unsur flora dan elemen songket Malaysia, menciptakan karya busana yang memikat nan unik.
Ada dua rangkaian utama yang dipersentasikan. Pertama, koleksi Full Printed yang terinspirasi motif cetakan hijab SHAWLPUBLIKA yang menghadirkan desain anggun nan berkelas. Kemudian, ada koleksi Avant-Garde.
Potongan modenya merupakan eksplorasi busana yang berani, penuh eksperimen, dan dramatis, mengubah cetakan SHAWLPUBLIKA jadi karya haute couture Lebaran yang eksperimental. Masing-masing koleksi terdiri dari 12 tampilan.
Busana dalam koleksi ini dibuat dengan bahan premium, seperti twill drill, crepe, dan organdi, dengan highlight pada cetakan eksklusif dan songket asli sebagai daya tarik utama. Lini fesyen ini bermain-main menggabungkan elemen tradisional dan modern ke dalam desain yang bold untuk memastikan penggunanya merasa istimewa saat mengenakan busana mereka.
Advertisement