Penanganan Sengketa Pilkada, Mantan Ketua MA Usulkan Lembaga Baru

Mantan Ketua MA Bagir Manan sangat tidak menyarankan sengketa Pilkada dikembalikan kepada MA.

oleh Oscar Ferri diperbarui 22 Mei 2014, 06:07 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2014, 06:07 WIB
Budhiana (kiri) dan Bagir Manan (kanan) mendiskusikan "Hak Cipta Karya Jurnalistik, Milik Siapa?" di acara "Pewarta Foto Bicara" hasil kerjasama (WFB) dan UNPAD Bandung.(Antara).

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusannya menyatakan, kewenangannya menangani sengketa Pilkada atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diatur dalam undang-undang inkonstitusional. MK menyatakan, kewenangan penanganan itu dikembalikan ke pembuat undang-undang --DPR dan pemerintah-- untuk merevisi undang-undang yang sudah dinyatakan inkonsitusional itu.

Mantan Ketua Mahkamah (MA) Agung Bagir Manan angkat suara. Dari kaca mata nya, sebaiknya DPR dan pemerintah membentuk satu lembaga baru yang khusus menangani sengketa Pilkada. Dia sangat tidak menyarankan sengketa Pilkada dikembalikan kepada MA.

"Saya termasuk yang menganjurkan lebih baik dibuat lembaga khusus saja. Jadi lembaga itu menyelesaikan secara khusus sengketa Pilkada. Karena Pilkada itu kan ada unsur politik dan macam-macamnya. Sama saja nanti kalau dibawa ke MA lagi, ada penyakit lagi," kata Bagir di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (21/5/2014).

Bagir menjelaskan, lembaga khusus itu nantinya bisa diisi sejumlah orang yang kredibel dalam menangani sengketa Pilkada. Namun, tetap independen atau netral, yang tidak memihak kepada pihak-pihak yang punya uang.

"Orang yang netral, siapa saja. Karena saya cuma ingin menghindarkan 2 lembaga peradilan (MK dan MA) ini harus dijauhkan dari kepentingan. Karena bagi saya perkara Pilkada suka atau tidak suka ada unsur kepentingan politik. Itu menurut saya," ucap Ketua Dewan Pers ini.

Terkait putusan MK itu sendiri, menurut Bagir, MK seharusnya tidak bisa memutus untuk kepentingannya. Hakim siapa pun dia, tak boleh memutuskan demi kepentingannya. "Dia (MK) melepas wewenangnya dengan menggunakan wewenangnya, itu tidak boleh."

"Bagi saya sangat prinsipil putusan MK itu. Ada konflik kepentingan. Karena MK mengadili perkara untuk kepentingannya sendiri," ujar Bagir.

MK dalam amar putusannya menyatakan Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Pasal 29 ayat 1 huruf e UU Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman inkonstitusional, karena bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 236C berbunyi mengenai penyerahan wewenang Mahkamah Agung menggelar sengketa pilkada ke MK.

Dengan putusan itu, maka ke depan sengketa perkara Pilkada atau PHPU tidak akan lagi ditangani MK. Namun untuk menghindari adanya kevakuman, dan ketidakpastian hukum pascaputusan tersebut, MK menyatakan tetap akan menyidangkan sengketa Pilkada sampai ada revisi undang-undang tersebut oleh DPR dan pemerintah. Khususnya terkait dengan siapa lembaga yang berwenang untuk memutus sengketa pilkada ke depannya.

Adapun putusan tersebut tidak bulat. Dari 9 Hakim Konstitusi, 3 di antaranya menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat. Mereka yang menyatakan tak sependapat adalah Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sodiki, dan Arief Hidayat.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya