Pembangunan Monorel Mandek, Jokowi: Belum Ada Titik Temu

Penyebabnya, karena belum ada titik temu dalam negoisasi antara Pemprov DKI dengan PT Jakarta Monorail.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 23 Mei 2014, 17:43 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2014, 17:43 WIB
Fondasi monorel terbengkalai di tengah ruas Jalan Rasuna Said, Jakarta. Proyek yang menghubungkan beberapa titik di Jakarta, saat ini menjadi onggokan besi tua yang mengganggu keindahan.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta Mandeknya pembangunan moda transportasi massal Monorel Jakarta diakui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Penyebabnya, karena belum ada titik temu dalam negoisasi antara Pemprov DKI dengan PT Jakarta Monorail.

"Ya memang sampai saat ini belum ada titik temu. Belum ketemu," kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (23/5/2014).

Menurut Jokowi, hal terpenting yang dinegoisasikan 2 pihak di antaranya yaitu penentuan Depo monorel, pengelolaan rugi dan laba, penentuan mengenai kepemilikan ruang properti, dan penentuan kepemilikan hak udara. Menurutnya, lambatnya negoisasi itu karena Pemprov DKI tidak ingin salah langkah dalam mengambil keputusan bila perjanjian kerjasama terlanjur disahkan.

"Ini kan bagian dari kehati-hatian, dan yang paling penting jangan sampai mangkrak lagi, jadi prosesnya itu harus detail. Nah, prosesnya itu yang masih belum ketemu," ucapnya. ‎

Jokowi tak mau bila negoisasi proyek tersebut dilakukan terburu-buru, maka bisa saja di waktu tertentu proyek tersebut kembali mangkrak. Ia pun mengaku tak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti saat era Gubernur Fauzi Bowo yang terpaksa harus menghentikan pembangunan monorel karena masalah finansial.

Bila itu terjadi, maka yang paling terkena imbas kerugian adalah warga Jakarta. "Siapa yang paling rugi (kalau mangkrak), ya warga DKI dong," ujar Jokowi.  

Dirut PT Jakarta Monorel John Aryananda sebelumnya mengatakan, proyek monorel mandek karena terhambat permasalahan bussines plan (perencanaan pembangunan). Sehingga perjanjian kerja sama (PKS) sulit diteruskan.

Masih kata John, sejumlah perencanaan dalam business plan tak mendapat restu dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemprov DKI juga kerap mengoreksi perencanaan bisnis Jakarta Monorel. Salah satunya terkait jumlah penumpang.

"Kita awalnya bikin bussines plan dengan penumpang 250.000 per hari, terus Pemprov bilang nggak mungkin, kebanyakan," ujarnya beberapa minggu lalu.

PT JM pun mengubah skema bisnis dengan mencari keuntungan dari non-tiket karena jumlah penumpang tidak akan mencapai 250.000 orang per hari. Akhirnya, PT JM memutuskan untuk menarik keuntungan dari penjualan area komersil seperti kios-kios di stasiun dan iklan, bukan lagi dari penjualan tiket.

PT JM juga mengajukan operasi monorel oleh mereka sendiri maksimal 50 tahun hingga balik modal. "Namun lagi-lagi ditolak Pemprov DKI. Kajian bisnis kita untuk menjalankan bisnis selama 50 tahun dinilai terlalu besar mengambil keuntungan, padahal kita sudah buka rahasia hitung-hitungan bisnis kita," tutur John.

Disamping itu, lanjutnya, pembahasan PKS lambat karena banyaknya aturan baru dalam perjanjian tahun 2004 hingga 2014. Di antaranya, aturan mengenai kerjama pemerintah dan swasta, aturan perkeretaapian, dan terkait Peraturan Gubernur dan Perda DKI mengenai tata ruang.

John memisalkan, untuk stasiun strukturnya menggunakan ruang udara ke atas. Namun, aturan yang ada sama seperti aturan jembatan mall, seperti di Glodok, Pasar Baru, Pondok Indah Mall, dan Grand Indonesia. "Itu kan beda, kita ini untuk transportasi, bukan untuk mall," tegas John.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya