Akil: Peroleh Jabatan KPK, Bambang Pernah Minta Bantuan Saya

Akil Mochtar merasa perkara dugaan suap yang didakwakan kepadanya oleh Jaksa Penuntut Umum KPK sarat dengan unsur politis.

oleh Sugeng Triono diperbarui 23 Jun 2014, 19:39 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2014, 19:39 WIB
Sidang Tuntutan Akil Mochtar
Tersangka kasus suap sengketa pilkada Akil Mochtar, pagi ini menjalani sidang tuntutan.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar merasa perkara dugaan suap yang didakwakan kepadanya oleh Jaksa Penuntut Umum sarat dengan unsur politis dan nuansa mencari popularitas yang dilakukan Bambang Widjojanto selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Penuntut umum dan pimpinan KPK sangat mengerti proses hukum. Bukan akrobat bodoh dan sarat kepentingan politik. Kecuali memanfaatkan kasus saya untuk balas dendam dan cari popularitas," ujar Akil Mochtar dalam pledoi yang disampaikannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6/2014).

Padahal, kata Akil, sebelumnya Bambang pernah melobi dirinya untuk mendapatkan jabatan sebagai salah satu pimpinan KPK. "Bambang dalam memperoleh jabatan Pimpinan KPK pernah minta bantuan saya melobi Fraksi DPR. Bahkan menumpang mobil dinas saya selaku hakim. Dari MK sampai Pasar Minggu. Bambang berulang minta bantuan saya," tutur Akil.

Tak hanya itu, lanjut Akil, Bambang saat menjadi pengacara, juga pernah bertemu dengan Mahfud MD yang menjabat sebagai Ketua MK untuk membicarakan perkara Pilkada Kotawaringin Barat.

"Ini menunjukkan kita bukan malaikat bukan tanpa kesalahan. Oleh karenanya sejak kasus saya diskenariokan tuntutan berat, semua proses ugal-ugalan," pungkas Akil Mochtar.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebelumnya menuntut hukuman pidana penjara seumur hidup kepada terdakwa Akil Mochtar dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Akil juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 miliar.

Jaksa menyatakan, Akil telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima hadiah dan janji terkait pengurusan sengketa pilkada di MK. Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji itu diberikan untuk memengaruhi putusan perkara pilkada yang diserahkan kepadanya untuk diadili di MK.

Selain itu, Akil juga dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu selama 22 Oktober 2010 sampai 2 Oktober 2013, sebesar Rp 161.080.685.150. Pencucian uang itu dilakukan dengan modus menempatkan, membelanjakan atau membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya