Akhir 2014, DPR Dinilai Lumpuh

Banyak hal yang belum dicapai DPR dalam masa Oktober hingga Desember 2014.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Des 2014, 05:00 WIB
Diterbitkan 20 Des 2014, 05:00 WIB
anggota DPR baru
anggota DPR baru

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 telah memasuki reses periode pertama. Namun bukan segudang prestasi yang ditunjukkan, DPR justru menujukkan sikap ego antarkubu.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Tommy Legowo menilai banyak hal yang belum dicapai pada masa Oktober hingga Desember 2014 sehingga membuat DPR menjadi lumpuh.

"Pada masa sidang pertama, serap aspirasi belum ada, masalah anggaran belum dilaksakan karena menyesuaikan dengan siklus pembahasan APBN, RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum)," ujar Tommy di kantornya, Jakarta, Jumat (19/12/2014).

Selain itu, lanjut Tommy, mitra kerja yang dilakukan oleh DPR jumlahnya masih sangat minim. Bahkan proses legislasi hanya menghasilkan satu revisi UU MD3 yang merupakan hasil kesepakatan damai dari KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat).

"Jelas DPR telah lumpuh," ujar dia.

Tommy menegaskan terjadinya power blocking, antara KIH dan KMP menjadi sumber utamanya. Di mana DPR dinominasi KMP yang kemudian diboikot oleh KIH, merupakan faktor utama dimana peran dan fungsi DPR ini tidak berjalan.

"Karena itu, jika koalisi Pilpres dipertahankan permanen, dapat diperkirakan kinerja DPR akan diabdikan pada kepentingan koalisi daripada kepentingan konstituen (rakyat)," tutur Tommy.

Tommy juga mengindikasikan direvisinya UU MD3 serta akan digolkannya Perppu Pilkada, tidak dapat dijadikan indikasi kuat bagi mencairnya pembelahan politik tersebut. Indikasi anti dialog, lanjutnya, bisa jadi masih berlanjut.

"Anti dialog untuk kebijakan publik ini akan menjadi DPR yang penuh dengan kompromi politik yang pragmatis. Ini membawa poensi besar untuk meninggalkan peran perwakilan rakyatnya karena kepentingan terfokus untuk memanfaatkan fungsinya di mana akan ada dominasi daya tawar politis kubu-kubu politik yang bersaing," jelasnya.

Karena itu, Tommy berharap, setelah masa reses anggota DPR ini berakhir pada Januari 2015, jika koalisi kedua kubu masih tetap permanen, harus sudah ada kesepakatan rekonsiliasi antara KMP dengan KIH agar kembali bekerja sesuai peran dan fungsinya.

"Selain itu, jikapun koalisi tetap ada, pembuatan kebijakan di DPR harus berorientasi pada kebijakan bukan pada power blocking semata," pungkas Tommy.

Langkah Jokowi

Formappi memandang Presiden Jokowi telah berusaha untuk merekonsiliasikan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

"Apa yang diupayakan Presiden Jokowi yang mendatangi tokoh-tokoh partai merupakan langkah adanya keinginan melakukan rekonsiliasi. Meski proses rekonsiliasi memerlukan waktu, tentu ini jelas bisa dipandang Jokowi ingin diawasi," ujar koodinator Formappi, Tommy Legowo, di Jakarta, Jumat (19/12/2014).

Menurutnya, tidak ada upaya sengaja yang dilakukan pemerintah Jokowi untuk terus membiarkan perpecahan terjadi. Pasalnya, pemerintah Jokowi akan menyadari jika dirinya melakukan hal tersebut.

Walaupun ada surat untuk tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke DPR, itu merupakan tindakan untuk menekankan agar DPR mencapai rekonsiliasi dulu.

"Jelas itu jika terjadi, pemerintahan akan menggali lubang kuburnya sendiri. Itu artinya bertindak sewenang-wenang dan mengarah ke sikap diktatoral. Tapi apa yang dilakukan Jokowi adalah mendorong terjadinya penyelesaian," tandas Tommy. (Ali)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya