Beda Nasib Rani Andriani dengan 2 Sepupu yang Dapat Grasi SBY

Nasib Rani Andriani bisa dibilang berbanding terbalik dengan 2 sepupunya, Meirika Franola alias Ola dan Deni Setia Marhawan.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 16 Jan 2015, 17:14 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2015, 17:14 WIB
Pesan Terakhir Menjelang
Presiden Jokowi memutuskan menolak grasi terpidana mati kasus narkotika. Kini, 6 terpidana menghitung waktu menjemput ajal mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Rani Andriani alias Mellisa Aprillia adalah 1 di antara 6 terpidana kasus narkoba yang bakal dieksekusi mati pada Minggu 18 Januari 2015 dini hari. Grasi yang diajukan Rani ditolak Presiden Jokowi lewat Keppres 27/G 2014.

Menjelang hari eksekusi, Rani mengutarakan keinginan terakhirnya agar bisa dimakamkan di samping pusara ibunda di Cianjur, Jawa Barat.

Nasib Rani bisa dibilang berbanding terbalik dengan 2 sepupunya, Meirika Franola alias Ola dan Deni Setia Marhawan alias Rafi Muhammed Majid yang merupakan seorang lurah di Cianjur. Pada saat hidup Rani berada di ujung tanduk, 2 sepupunya masih bisa bernapas tenang tanpa dibayangi ketakutan akan eksekusi mati.

Semua bermula pada 15 tahun lalu. Rani kala itu ikut jaringan peredaran narkotika yang dikendalikan Ola dan turut melibatkan Deni. Pada 12 Januari 2000 lalu, ketiganya ditangkap di Bandara Soetta, Tangerang, Banten, sesaat sebelum berangkat dengan pesawat Cathay Pasifik saat ingin menyelundupkan 3,5 kg heroin dan 3 kg kokain ke London, Inggris.

Pada 22 Agustus 2000, mereka divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim PN Tangerang. Namun pada 26 September 2011, Presiden SBY memberikan grasi kepada Ola hingga hukuman matinya menjadi seumur hidup. Sementara Deni memperoleh grasi yang sama pada 25 Januari 2012.

Sedangkan Rani, entah mengapa permohonan grasinya baru diputus saat periode Presiden Jokowi.

Masyarakat sempat dibuat tercengang oleh keputusan SBY kala itu. Tak lama setelah menerima grasi, Ola berbuat ulah lagi. Dia diketahui masih mengendalikan jaringan narkoba internasional dari balik jeruji penjara.

Dia diduga menjadi otak pengedaran narkotika setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap seorang wanita yang mengaku sebagai kurir Ola saat membawa sabu seberat 775 gram. Kabar itu pun membuat banyak pihak menyayangkan keputusan grasi SBY.

Namun Jaksa Agung yang masih diduduki Basrief Arief kala itu mengatakan, pemberian grasi yang dikeluarkan sang presiden terhadap Ola sudah sesuai pertimbangan Mahkamah Agung.

"Presiden dapat memberi grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Memberi di sini merupakan suatu hak kewenangan tugas kewajiban Presiden," kata Jaksa Agung Basrief pada 9 November 2012 lalu.

Dan kini, Rani yang grasinya ditolak Presiden Jokowi telah pasrah. Jelang eksekusi mati, Kejaksaan Agung telah menyiapkan 84 penembak jitu untuk keenam terpidana mati kasus narkoba tersebut. (Ndy/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya