Diduga untuk Bahan Sabu, 263 Kg Sisik Trenggiling Disita di Bogor

Kebanyakan negara pemesan sisik trenggiling adalah Hongkong dan Singapura.

oleh Bima Firmansyah diperbarui 27 Jan 2015, 07:22 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2015, 07:22 WIB
Diduga untuk Bahan Sabu, 263 Kg Sisik Trenggiling Disita di Bogor
Petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat mengecek sisik trenggiling, Senin (26/1/2015). (Liputan6.com/Bima Firmansyah)

Liputan6.com, Bogor - Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat menyita 263 kilogram sisik trenggilig atau manis javanica Senin kemarin. Diduga ribuan sisik trengiling yang sudah dibungkus dalam 14 paket ini, akan dikirim ke Hongkong dari Jakarta yang transit terlebih dahulu di Bogor.

Kepala BKSDA Wilayah II Jabar Ari Wibawanto mengatakan, berawal dari informasi BKSDA Jakarta akan ada pengiriman sisik trenggling tujuan Hongkong, namun transit di Bogor. Akhirnya ke-14 paket ini disita dari Kantor Pos Cibinong dengan alamat tujuan pengiriman di Bogor dari Jakarta.

"Saat ini kami masih mengembangkan untuk mencari orang dengan inisial CS tujuan pengiriman barang tersebut‎. Kami sudah menyelidik alamat tujuan, namun alamat tersebut tidak berpenghuni," kata Ari di Kantor BKSDA, Bogor, Senin (26/1/2015) malam.

Untuk mengaburkan isi paket sisik trenggiling ini, kata Ari, dalam dokumen pengiriman ribuan sisik tersebut tertulis udang kering. Dibungkus kardus dan diikat menggunakan lakban cokelat tertutup rapat dan rapih hingga sulit tercium petugas.

Menurut Ari, sisik trenggiling tersebut dipergunakan untuk bahan obat, bahan kosmetik dan ditengarai sebagai bahan campuran narkotika jenis sabu‎. Untuk itu harga sisik trenggiling sangat bernilai tinggi. Untuk satu sisik dihargai US$1.

"Kebanyakan negara pemesan adalah Hongkong dan Singapura. Sedangkan trenggiling sendiri banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan," jelas Ari.

Trenggiling merupakan hewan mamalia yang menurut Convention on Internasional Trade in Endangered Species of wild fauna and flora (CITES), masih dalam appendix II atau dilarang diperdagangkan. Indonesia sendiri mengaturnya dalam Pasal 21 dan 40 UU No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem.

"Dalam pasal tersebut menerangkan, barang siapa yang menyimpan, memiliki, memelihara, mengakut dan memperniagakan akan diancam hukuman 5 tahun dan denda Rp 100 juta," tandas Ari. (Rmn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya