Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah masyarakat yang tergabung di dalam Relawan Nasional kembali menyatakan desakannya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencopot Abraham Samad dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Desakan itu disampaikan mereka saat berunjuk rasa di depan Istana Negara hari ini. Sekitar 500 orang ini mengaku melihat situasi yang semakin memanas di antara institusi KPK dan Polri dan menyita perhatian mayoritas masyarakat Indonesia.
Koordinator Relawan Nasional Mochamad Sifrans mengatakan, situasi yang panas ini diawali tingginya penetapan Komjen Budi Gunawan dan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka.
"Pemberitaan itu seolah telah menenggelamkan persoalan-persoalan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang hingga kini tak pernah diselesaikan oleh kedua institusi hukum ini," kata Sifrans di depan Istana, Rabu (28/1/2015).
Sifrans pun mempertanyakan, mengapa benturan kedua lembaga penegak hukum ini bisa terus berulang. Dia menilai, hal ini merupakan cerminan adanya persoalan yang sangat serius di dalam penanganan hukum di Indonesia.
Menurut dia, persoalan serius itu terjadi di tubuh KPK. Dia menilai KPK telah menjelma menjadi lembaga politik, di mana para pimpinannya terus bermanuver politik penuh retorika seperti seorang politisi untuk kepentingan pragmatisnya.
"Manuver politik dilakukan berulang kali. Seperti bocornya sprindik Anas Urbaningrum, kasus suap Buol. Abraham Samad dan komisioner KPK lainnya telah melakukan pelanggaran kode etik," jelas dia.
Bahkan belakangan, tambah Sifrans, Samad berulah kembali dengan melakukan manuver politik kepada PDIP. Jika manuver politik ini benar dilakukan, maka Samad dapat dikategorikan melakukan pelanggaran atas etika pejabat publik.
"KPK sebagai benteng terakhir pemberantasan korupsi telah dijadikan alat kepentingan ambisi politik pragmatis. Pelanggaran seorang Abraham Samad kali ini tidak dapat ditolerir karena sudah melangkah jauh dari asas kepatutan etika moral," tutur dia.
Sifrans juga mengatakan, dalam situasi saat ini ada kelompok kepentingan yang mencoba memberikan hak imunitas atau kekebalan hukum kepada pimpinan KPK yang terkena kasus. Hal ini menurutnya sangat mencederai asas kesamaan di muka hukum.
"Mereka akan menjadikan pimpinan KPK sebagai malaikat, padahal tangan mereka telah berlumuran darah karena merekayasa, bahkan diduga melakukan transaksi kasus hukum. Nuansa politis lebih kental daripada penegakan hukum yang seharusnya," tandas dia.
Karena itu, benteng moral KPK saat ini, lanjutnya, sudah dapat dikatakan jatuh ketika kejahatan para pimpinannya satu persatu terbongkar ke publik, dan secara etika dan moral telah melakukan pelanggaran yang terus menerus berulang.
Menurut Sifrans, di titik inilah, KPK sebagai pemberantas korupsi sedang mengalami persoalan etika dan moral yang serius. Jika tak dapat diselesaikan, maka akan muncul ketidakpercayaan yang meluas, dan tentunya akan terjadi darurat pemberantasan korupsi.
"Untuk itulah kami Relawan Nasional menilai perlu upaya melakukan penyelamatan KPK dari kekuatan politik tertentu. Kami mendesak Presiden Jokowi memecat Abraham Samad karena telah menjadikan KPK alat untuk mengejar ambisi politiknya," pungkas Sifrans. (Mvi/Mut)