Istana Imbau Komjen Budi Gunawan Tak Mangkir Pemeriksaan KPK

Komjen Pol Budi Gunawan sedianya menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka oleh penyidik KPK.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 30 Jan 2015, 15:58 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2015, 15:58 WIB
Seskab Andi Widjajanto
Seskab Andi Widjajanto. (Antarafoto)

Liputan6.com, Jakarta - Komjen Pol Budi Gunawan sedianya menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Namun, calon tunggal Kapolri itu pun memilih tak memenuhi pemeriksaan KPK alias mangkir.

Pihak Istana melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto pun mengimbau Budi Gunawan seharusnya mengikuti proses hukum yang benar dengan memenuhi panggilan KPK.

"Imbauannya, mengikuti proses hukum yang seharusnya berjalan," kata Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/1/2015).

Meski begitu, pihaknya mengaku tetap menghormati langkah hukum Budi Gunawan yang menolak diperiksa penyidik KPK.

"Ada hak dari individual untuk melakukan beberapa proses hukum terkait dengan pemanggilan seperti ini. Kuasa hukumnya adalah yang kemudian memberikan pertimbangan hukum kepada Pak Budi Gunawan. Dan itu bagian dari proses hukum yang dihormati oleh istana," ujar Andi.

3 Alasan Mangkir

Kuasa hukum Budi, Razman Arif Nasution menjelaskan, kliennya menolak panggilan penyidik KPK dengan 3 alasan. Pertama, semenjak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Budi mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan tersangka itu.

Kedua, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan KPK. Sebab, surat pemanggilan tersebut hanya ditaruh begitu saja di kediaman BG tanpa tanda terima.

Alasan ketiga, pemanggilan itu dianggap mengangkangi proses praperadilan yang tengah ditempuh Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rencananya sidang praperadilan itu baru akan digelar pada Senin 2 Februari 2015.

KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri itu diduga menerima hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.

Calon tunggal Kapolri pengganti Jenderal Pol Sutarman itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. (Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya