Pemimpin KPK: UU Masih Bagus, Buat Apa Direvisi?

Revisi UU KPK dan UU Tipikor masuk dalam 159 RUU Prolegnas 2015-2019.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 10 Feb 2015, 16:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2015, 16:00 WIB
BNN Tes Urine Pegawai dan Tahanan KPK
Komisioner KPK Zulkarnaen (Liputan6.com/Panji Diksana)

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnaen mengaku keberatan dengan rencana DPR RI merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi UU KPK itu sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
‎
"Menurut saya UU KPK kan masih bagus. Ngapain kita boros-boros biaya dan tenaga? Saya melaksanakan 3 tahun lebih, saya menekuni pekerjaan itu," kata Zulkarnaen di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/2/2015).

Karena itu Zulkarnaen menyarankan, ketimbang DPR merevisi UU KPK, lebih baik DPR melakukan perubahan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Ya, saya pikir yang perlu menurut saya prioritas mengenai amandemen UU Tipikor itu. Misalnya dari sisi ancaman, kita kan sudah meratifikasi UNCAC (organisasi anti korupsi dunia), jadi kan penyesuaian itu bisa diakomodir dalam UU Tipikor," tegas dia.

Kedua RUU tersebut masuk dalam 159 RUU Prolegnas 2015-2019. Untuk tahun ini, DPR memprioritaskan revisi terhadap 37 RUU yang di dalamnya ada RUU KPK.

"Dalam pandangan saya belum termasuk prioritas Prolegnas, karena saya melihat UU KPK masih bagus dilaksanakan. Dengan pekerjaan yang kita lakukan, sesuai dengan undang-undang serta roadmap dan rencana kerja kita, sudah lebih bagus kita," tandas Zulkarnaen.

Sementara anggota Komisi III Syarifudin Sudding sebelumnya menilai, revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bukan untuk melemahkan pemberantasan korupsi, tapi sebaliknya untuk memperkuat. Pihaknya mendukung penuh pemberantasan korupsi.

"Kita sepakat ingin melakukan pemberantasan korupsi tidak dalam konteks melemahkan (KPK), tapi untuk menyempurnakan terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang bisa membuka ruang terjadinya kekosongan dalam pengambilan kebijakan," kata Suding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 9 Februari 2015. (Rmn/Yus)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya