Mantan Penyidik KPK: Tak Ada Pemaksaan dalam Penetapan Tersangka

Kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail menanyakan mekanisme penetapan seorang tersangka yang harus memenuhi 2 unsur alat bukti.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 10 Feb 2015, 22:35 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2015, 22:35 WIB
Mantan Penyidik KPK Jadi Saksi di Praperadilan Budi Gunawan
Para saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan Praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/2/2015). Disebelah kanan tampak Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang praperadilan calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan agenda pembuktian dan mendengarkan keterangan saksi.

Salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut yaitu AKBP Irsan. Irsan yang pernah menjadi penyidik KPK pada 2005-2009 ini mengatakan, pimpinan KPK tak pernah memaksakan kehendak pribadi untuk menetapkan status tersangka tanpa ada klarifikasi.

"Sepanjang 4 tahun kami di KPK, kami tidak pernah seperti itu, tapi diperintahkan mempercepat penanganan perkara. Ada beberapa perkara yang dipercepat penanganannya. Tapi kalau memaksakan kehendak, tidak pernah," kata Irsan menjawab pertanyaan dari salah satu kuasa hukum Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/2/2015).

Kemudian tim kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail menanyakan perihal mekanisme penetapan seorang tersangka yang harus memenuhi 2 unsur alat bukti.

"Apakah SOP (Standart Operating Prosedure) diatur sedemikian rupa, penyidikan dengan bukti dikonfirmasi atau bukti dicari setelah tersangka?" tanya Maqdir.

Irsan pun menjawab dengan tenang. Ia mengatakan mekanisme penetapan tersangka di KPK harus ditemukan alat bukti terlebih dahulu. "Calon alat bukti, saat mendapatkannya belum bisa dimasukan berita acara pemeriksaan," ucap dia.

Irsan menjelaskan SOP penyidikan di KPK pada 2007, di mana keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) menyatakan, penetapan tersangka kepada seseorang yang memenuhi pidana korupsi belum ditetapkan sebagai tersangka walaupun sudah ada sprindik.

"Sprindik setelah 2007 diikuti dengan nama tersangka. Sebelumnya ada yang tersangka dan ada yang perkaranya saja," tambah dia.

Maqdir pun menanyakan soal hal lain kepada Irsan. Pertanyaan itu mengacu terkait proses penetapan tersangka, apakah harus meminta persetujuan pimpinan KPK atau tidak.

Irsan menjawab, bukti permulaan tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. Dua alat bukti yang cukuplah yang dipakai untuk menetapkan seorang sebagai tersangka. "(Dilakukan) direktur penyidikan penyelidikan dan penuntutan. Pimpinan KPK tidak wajib hadir di dalam gelar perkara," jelas Irsan. (Rmn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya