Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersikukuh tetap menerapkan e-Budgeting pada APBD 2015. Dia mengatakan, jika sistem ini tidak dilaksanakan, dirinya akan tertipu lagi seperti yang terjadi pada 2013 dan 2014.
Tudingan itu dibantah Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Menurut dia, pihak yang ditipu adalah DPRD, karena Ahok menyerahkan APBD yang bukan hasil pembahasan bersama dengan DPRD kepada Kemendagri. Alhasil, APBD dikembalikan lagi.
"Saya merasa juga ditipu. Apa yang dilakukan eksekutif pada APBD 2015. Pada 27 Januari 2015, saya mengetok palu APBD 2015 Rp 74,08 triliun. Saya bertanggung jawab pada DPRD. Kok nggak ada yang masuk yang dibahas di rapat komisi," ujar Prasetyo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (13/2/2015).
Dia mengibaratkan, apa yang dilakukan Pemprov DKI seperti 2 orang yang akan membeli rokok. Saat dibahas bersama sepakat beli merek A, tapi Pemprov DKI Jakarta justru membeli merek B.
Prasetyo berharap Ahok lebih santun dalam menyampaikan pernyataan. Komunikasi yang dibangun juga harus lebih baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. "Ini komunikasi antara kami. Padahal kami bukan kacung eksekutif atau sebaliknya. Ini kan terkesan DPRD yang menipu," lanjut dia.
Sementara Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau H Lulung meminta Ahok mengklarifikasi dan berkomunikasi soal perasaan ditipu DPRD selama 2 tahun terakhir.
"Kalau ditipu 2 tahun lalu kenapa tidak lapor saja. Dia buat pencitraan marah-marah cuma menutupi kebodohan dia. Tidak mampu memimpin Jakarta. Padahal 2013-2014 dia belum gubernur dari mana dia tahu," ujar Lulung.
DPRD
Selain itu, DPRD DKI menilai Pemprov DKI Jakarta menyerahkan APBD ilegal kepada Kemendagri. Sebab APBD yang diserahkan bukan hasil pembahasan bersama dengan dewan. Bagi DPRD, e-Budgeting yang diusung Ahok itu bukanlah bagian dari pembahasan antara pemprov dengan DPRD.
"e-Budgeting bukan proses pembahasan. e-Budgeting itu alat manajemen keterbukaan, teknis. Tidak masuk dalam ranah hukum. Jadi dikelarin dulu APBD-nya baru dimasukin e-Budgeting," ujar M Taufik.
Dia menjelaskan, selama ini pemprov DKI Jakarta sudah memasukkan anggaran ke sistem e-Budgeting terlebih dahulu jauh sebelum pembahasan dengan dewan dilakukan.
"Dia masukkin bulan Mei, Juni, Juli dia ketik-ketik sendiri. Jadi e-Budgeting itu tidak masuk ranah hukum pembahasan APBD," tegas Taufik.
Kata dia, hal ini juga yang diyakini membuat Kemendagri mengembalikan APBD DKI. Sebab, e-Budgeting memang tidak masuk dalam pembahasan bersama pemprov dengan DPRD.
"Kenapa Kemendagri berani mengembalikan karena Kemendagri paham aturan dalam hal ini Dirjen Keuangan Daerah lebih paham dari pada teman-teman Sekda dan Ahok," lanjut dia.
"Dia (kemendagri) tidak sembarangan, institusi negara dokumen negara kan yang dikembalikan. Dia juga tidak mau memegang sesuatu yang tidak benar," jelas dia.
Sementara Wakil Ketua DPRD H Lulung menjelaskan, fungsi dan hak budgeting yang melekat pada dewan tidak dihargai oleh pemprov. Misalnya saja, saat pembahasan, tidak ada anggaran untuk melakukan normalisasi kali di wilayah Petogokan, Jakarta Pusat.
Saat dibawa ke DPRD, dewan menilai hal itu penting untuk dikerjakan, sehingga disetujui dan ada anggaran untuk melakukan normalisasi. "Sudah setuju, diketok bersama. Saat dibawa ke Kemendagri ternyata yang dibawa malah yang masih nol, tidak ada anggaran yang disepakati dengan dewan. Ini kan nggak benar," tandas Lulung.
Ahok Geram>>>
Ahok Geram
Ahok Geram
Ahok sebelumnya mengaku geram lantaran DPRD DKI mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan versi berbeda dari yang disusun Pemprov DKI Jakarta.
"Ini DPRD kirim ke saya, dia tanda tangani semua. Jadi DPRD DKI membuat hasil pembahasan versi dia, ini di luar dari e-budgeting. Saya nggak terima kalau APBD versi DPRD ditandatangani terus diajukan ke Mendagri," tegas Basuki alias Ahok di Balaikota Jakarta, 11 Februari.
Menurut DPRD DKI, APBD versi Pemprov DKI tidak sah lantaran tidak ditandatangani oleh pimpinan DPRD. Menanggapi hal itu, Ahok menegaskan, draft APBD yang diajukan Pemprov DKI tak dapat diparaf atau ditandatangani karena disusun menggunakan sistem e-budgeting, bukan menggunakan sistem secara manual.
Ahok mengaku sudah menjelaskan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bahwa penyusunan APBD menggunakan cara lama atau secara manual bisa memicu terjadinya penyimpangan atau permainan anggaran. Untuk itu, Pemprov DKI menerapkan e-budgeting agar tidak ada lagi pihak yang mengubah anggaran.
Namun demikian, menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, baik DPRD maupun Kemendagri tetap menganggap anggaran dengan sistem e-budgeting tidak sah.
"Jadi itu yang saya bilang kita bisa berantem sama DPRD. Kalian masih ingat nggak, waktu 2012, waktu saya potong-potongin semua anggaran. Lalu tiba-tiba masuk ke Mendagri keluar lagi sudah dalam bentuk bukan versi saya. Makanya saya maksa e-budgeting. Ini gila kan," tandas Ahok. (Riz/Ado)
Advertisement