Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memberikan klarifikasi kepada Pengawas Advokat Peradi. Ini terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik mempengaruhi saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat 2010 yang dituduhkan Bareskrim Polri kepada Bambang.
"Saya curigai ada master mind yang memberi komando untuk menginstruksikan ini. Harus dilihat siapa dia. Ini istilahnya The Big Grand Scenario," kata Bambang di Kantor Peradi, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Bambang mengaku curiga pada motif pengaduan pelanggaran etik yang berasal dari Sugianto dan Sumarno pada 29 Januari 2015 itu. Sebab, kata dia, tidak ada kaitan 2 orang tersebut terhadap kasus yang pernah ditanganinya 5 tahun lalu itu.
"‎Dalam Pasal 11 UU Advokat itu dituliskan yang bisa mengajukan adalah pihak yang merasa dirugikan atau punya kepentingan. Saya kemudian tanya, siapa yang ajukan. Oh, ternyata masyarakat," tutur dia.
"Pertanyaan selanjutnya, apakah dia merasa dirugikan atau punya kepentingan? Beberapa alasan itu, ini sudah 5 tahun, kenapa baru sekarang. Apakah bukan karena saya sebagai kapasitas pimpinan KPK menetapkan BG (Komjen Pol Budi Gunawan) jadi tersangka lalu ini diajukan?" ujar Bambang.
Dia melanjutkan,‎ dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat 2010 di Mahkamah Konstitusi, hanya ada 2 pihak yang berkepentingan, yaitu calon Bupati Ujang Iskandar sebagai kliennya sekaligus pemohon dan KPU sebagai termohon. Hal inilah yang mendasari kecurigaan Bambang bahwa 2 orang pelapor memiliki motif terselubung.
"Ada kepentingan lain yang dikejar," ucap pria yang karib disapa BW itu.
Kriminalisasi
‎Selain itu, Bambang menyatakan, tidak mengarahkan saksi sama sekali. Saksi yang dihadirkan, dianggapnya sudah cukup dewasa dan dapat bertanggung jawab atas pernyataannya sendiri.
"Tapi, bagaimana mungkin seseorang sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab apa yang ia lakukan kemudian merasa direkayasa. Harusnya dikemukakan dari awal dong. Dan nggak mungkin mencabut keterangan di muka persidangan di bawah sumpah dengan bukti akta notaris," jelasnya.
Dia menilai, pencabutan keterangan merupakan upaya kriminalisasi terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
‎"Bayangkan, akan berapa banyak saksi-saksi itu mencabut keterangannya melalui akta notaris dan semua orang di persidangan MK itu‎ jadi terlapor dan dikriminalisasi, termasuk Hakim MK.
Advertisement
"Saya pesan gini saja deh, sudahi rekayasa-rekayasa ini. Buat apa sih? Ini menimbulkan damage luar biasa dan masyarakat tahu, kalau ini rekayasa. Berhentilah," tandas Bambang. (Ndy/Yus)