Bareskrim Menanti Denny Indrayana untuk Diperiksa

Penyidik Bareskrim saat ini masih menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 06 Mar 2015, 14:34 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2015, 14:34 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana dijadwalkan diperiksa Bareskrim Polri terkait dugaan korupsi uang lebih yang dipungut dalam sistem payment gateway layanan pembuatan paspor di seluruh kantor imigrasi.

Pantauan Liputan6.com, dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB, Denny belum hadir. Menurut Kabag Penum Humas Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto, pihak Bareskrim akan menunggu hingga pukul 15.00 WIB.

"Saudara Denny rencananya sesuai panggilan agar datang ke Bareskrim jam 09.00 WIB diperiksa sebagai saksi. Belum kabar akan datang, penyidik Bareskrim akan menunggu jam 15.00 WIB," ujar Rikwanto di kantor Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat (6/3/2015).

Saat ditanya apakah pemeriksaan Denny terkait sikapnya yang mendukung KPK dalam kisruh dengan Polri, Rikwanto membantahnya.

"Prinsipnya setiap ada laporan akan dicek dan dilayani. Kalau memang tidak ada unsur pidananya tidak mungkin dipaksakan. Karena itu tidak akan ada hubunganya," jelasnya.

Sebelumnya Denny Indrayana sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Andi Syamsul Bahri pada 10 Januari lalu. Dia dilaporkan atas dugaan korupsi saat masih menjabat sebagai Wamenkum.

Denny disangkakan Pasal 2 jo Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Polisi mendapatkan informasi bahwa ada uang lebih yang dipungut dalam sistem payment gateway layanan pembuatan paspor di seluruh kantor imigrasi. Disebutkan bahwa uang lebih itu seharusnya masuk ke bank penampung. Namun, yang terjadi, uang lebih tersebut masuk ke bank-bank lain yang menjadi vendor.

Penyidik Bareskrim saat ini masih menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Adapun total pemasukan sistem payment gateway dari bulan Juli hingga Oktober 2014 mencapai Rp 32 miliar.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 12 saksi. Sebagian besar dari saksi itu merupakan pegawai Kemenkumham dan Kantor Imigrasi.

Praduga Tak Bersalah>>>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Praduga Tak Bersalah

 Praduga Tak Bersalah

Terkait hal itu, politisi PKS Aboe Bakar Alhabsyi mengimbau kepada semua pihak untuk tidak menuding Deny sebagai koruptor sebelum adanya putusan hukum tetap.

"Semua harus menganut praduga tak bersalah, jadi kita tak boleh mengecap Denny sebagai koruptor sebelum terbukti dalam persidangan. Apa lagi posisinya masih sebagai saksi, jadi jangan terburu-buru menyimpulkan. Meskipun ada indikasi keterlibatan Denny, namun jangan dijustifikasi dulu sebelum ada ketetapan dari pengadilan," ujar Aboe Bakar.

Selain itu, dia juga meminta agar proses hukum yang dilakukan kepada Denny harus sesuai prinsip equality before the law, setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum.

"Proses penegakan hukum harus dilakukan sesuai prinsip equality before the law. Semua harus diperlakukan sama di depan hukum, hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh Denny harus diberikan dengan baik. Sebaliknya juga, dia tak boleh diistimewakan, harus diperlakukan sama dengan yang lain," jelas Aboe Bakar.

Selain itu, anggota Komisi III ini menilai kasus tersebut merupakan tantangan bagi Bareskrim Polri untuk membuktikannya. Sebab pemeriksaan Denny selalu dikaitkan dengan dirinya yang selalu mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kisruh Polri-KPK.

"Di sini ada tantangan untuk penyidik bareskrim untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi dalam proses payment gateway. Bila belajar dari kasus LHI (Lutfi Hasan, bekas Presiden PKS), tindak pidana korupsi tak perlu ada unsur kerugian negara. Menerima janji saja atau indikasi tranding in influence saja sudah cukup memenuhi unsur pidana korupsi," tandas Aboe Bakar. (Riz/Yus)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya