Liputan6.com, Jakarta - Hukuman mati yang masih diterapkan di Indonesia mendapatkan protes dari sejumlah akademisi di Tanah Air. Mereka pun mendesak Presiden Jokowi untuk meninjau kembali keputusannya menolak grasi para terpidana mati jilid II.
"Tak ada efek jera (dari eksekusi mati). Jokowi seharusnya menempatkan belas kasih dan pengampunan di atas segalanya," ucap akademisi dari Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos) FISIP Universitas Indonesia (UI) Frans Supiarso dalam dialog 'Akademisi Menolak Hukuman Mati' di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/3/2015).
Dia menilai, hukuman mati seharusnya ditolak. Karena hukuman jenis ini adalah salah satu bentuk kekerasan paling purba yang disahkan oleh negara. "Jokowi harus melakukan apa yang benar, bukan apa yang populer," ucap Frans.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet menilai, penolakan grasi terhadap para terpidana mati yang dilakukan pemerintah tak dipertimbangkan dengan matang. Juga tanpa mempertimbankan rasa kemanusian.
"Keputusan untuk menolak grasi dilakukan secara terburu-buru. Pemerintah hanya mendasarkan hukuman mati berdasarkan survei yang dikeluarkan sejumlah pihak. Itu sama sekali bertolak belakang dengan sifat-sifat kemanusiaan," pungkas Robet.
Tak lama lagi pemerintah akan mengeksekusi 10 terpidana mati. 9 Orang di antaranya telah berada di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersikukuh melaksanakan eksekusi mati. "‎Iya, masalah hukuman mati, saya sudah menerima telepon dari Presiden Brasil, Presiden Prancis kemarin juga, lalu kemudian ada dari Belanda juga. ‎Tetapi tetap, karena itu adalah kedaulatan hukum kita‎," tegas Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 24 Februari 2015.
Walau menimbulkan protes dari berbagai kalangan internasional, Presiden Jokowi menegaskan, hukuman mati merupakan hukum positif di Indonesia dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun. Karena itu, ia meminta seluruh negara yang warga negaranya akan dieksekusi mati agar menghargai proses hukum yang berlaku di Indonesia.
"Yang pertama perlu saya sampaikan secara tegas, bahwa jangan ada yang intervensi masalah eksekusi mati karena itu adalah kedaulatan hukum kita. Kedaulatan hukum kita. Kedaulatan politik kita. Dan dalam hukum positif kita, ada mengenai hukuman mati ini," tegas Jokowi. (Ein)