Liputan6.com, Sleman - Sekelompok wisatawan dari berbagai daerah berkumpul di Desa Karang Nongko, Sleman, DI Yogyakarta. Nuansa tradisional mulai terasa saat para wisatawan dipakaikan kain batik dan disambut prajurit nyutro yang dikenal sebagai pasukan elite Keraton Yogyakarta.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Selasa (17/3/2015), prajurit nyutro ini biasa mengawal Sri Sultan dari dekat dengan diiringi barisan pemusik ala keraton.
Baca Juga
Perjalanan pertama wisatawan akan diajak ke bengkel jemparingan atau panah tradisional Mataram. Di sini wisatawan dijelaskan bahan-bahan pembuatan busur dan anak panah yang terbuat dari bambu khusus yaitu bambu petung.
Advertisement
Bambu petung hanya tumbuh di dataran tinggi dan harus didiamkan selama 4 tahun sebelum bisa digunakan sebagai busur dan anak panah. Selain itu juga kayu walikukun dan kayu jeruk nipis.
Setelah mengetahui peralatannya, kini saatnya wisatawan diajak bagaimana caranya memanah ala prajurit Mataram. Pemanah harus membidik sasaran dari jerami dibungkus kain berbentuk silinder dengan panjang 30 centimeter dan diameter 5 centimeter dari jarak 30 meter sambil duduk bersila.
Wisata budaya jemparingan Mataram sendiri awalnya diperkenalkan komunitas panahan Dewandanu. Tujuan komunitas ini adalah untuk melestarikan budaya panahan tradisional melalui wisata.
Bagi yang tertarik mencoba wisata tradisional ini, Anda cukup merogoh kocek sekitar Rp 300 ribu per orang untuk merasakan sensasi hidup di masa Kerajaan Mataram.
Namun jangan harap bisa membeli atau memiliki jemparing atau panah yang digunakan. Karena benda tersebut tidak dijual sebagai souvenir. Sebagai benda pusaka, jemparing tidak bisa dimiliki orang sembarangan tanpa perhitungan weton atau hari kelahiran pemiliknya. (Nfs/Ado)