R-80, Sekarang Atau Tidak Sama Sekali

Industri dirgantara Indonesia kembali bergairah. Kini muncul pesawat R-80 yang cocok digunakan di wilayah Nusantara.

oleh Oscar FerriYanuar HIskandarFahrizal Lubis diperbarui 20 Apr 2015, 22:32 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2015, 22:32 WIB
Ilustrasi Lipsus Pesawat
Ilustrasi Lipsus Pesawat

Liputan6.com, Jakarta Industri dirgantara Indonesia kembali bergairah ketika Presiden ke-3 Republik Indonesia (RI), BJ Habibie, memperkenalkan pesawat besutannya di ajang National Innovation Forum (NIF) 2015 di Graha Widya Bakti Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, pekan lalu.

Pesawat ini diberi nama Regio Prop 80 (R-80), yang merupakan suksesor dari pesawat N250 buatan IPTN (saat ini PT Dirgantara Indonesia). R-80 sendiri dikembangkan oleh PT Ragio Aviasi Industri (RAI), perusahaan pembuat pesawat terbang komersil milik Habibie.

Habibie mengklaim, pesawat ini paling tepat untuk dioperasikan di negara kepulauan seperti Indonesia, khususnya untuk pesawat-pesawat yang dioperasikan di bandara dengan landasan pacu pendek. Terlebih, pesawat itu mengadopsi teknologi yang lebih canggih dan efisien dari N250. Tepatnya, R80 didesain untuk jarak tempuh kurang dari 600 km.

"Jawabannya ini. Ini adalah pesawat yang paling tepat untuk Indonesia. Pesawat ini sudah melalui studi di Amerika Serikat," kata Habibie kepada tim Liputan6.com di ajang National Innovation Forum (NIF) 2015.

R80 memiliki kapasitas yang lebih banyak dari N250, yakni 80-90 kursi. Sementara N250 hanya mempunyai kapasitas 50-60 kursi. Jika tidak ada aral melintang, pada 2018 pesawat ini sudah siap diproduksi dan didaftarkan sertifikat layak terbang.

Sejumlah keunggulan yang dimiliki R80, antara lain lebih ekonomis, baik dari segi harga maupun biaya pemeliharaan. Pesawat ini juga diklaim hemat bahan bakar karena merupakan pesawat terbang berbaling-baling (turboprop).
   
Baling-baling yang disematkan bahkan termasuk teknologi baru, karena dapat menentukan antara angin dingin dan angin panas yang dihasilkan dari mesin. Dengan teknologi ini pesawat dapat melaju dengan kecepatan tinggi.

Bukan itu saja, R80 juga bisa dikendalikan secara elektronik atau fly by wire. R80 memiliki perbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di bodi pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada mesin di belakang pesawat lebih tinggi (bypass ratio).

Selanjutnya: Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus...

Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus

Lebih Efisien dari Boeing dan Airbus

Habibie menjelaskan bahwa pesawat dengan model baling-baling ini nantinya akan lebih cepat dan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, dibanding Airbus ataupun Boeing.

"Saya menyampaikan bahwa Airbus atau Boeing itu bypass ratio-nya 12, semakin tinggi bypass ratio kian sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat. Sementara R80 bypass ratio-nya 40. Kami perhitungkan pesawat terbang ini sasarannya lebih sedikit 30% (penggunaan bahan bakar)," ungkap Habibie di Gedung Bank Indonesia, beberapa waktu lalu.

Habibie pun menjelaskan beberapa keunggulan pesawat itu. Selain kapasitas penumpangnya yang cukup banyak, waktu berputarnya singkat, dan perawakannya terbilang memiliki ukuran panjang dan besaran yang lebih maksimal ketimbang pesawat-pesawat produksi pabrikan Amerika Serikat maupun Eropa.

Habibie menambahkan, dalam membangun R80, RAI tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan akan menjalin kerjasama dengan swasta. Pesawat ini rencananya akan diproduksi bersama PT Dirgantara Indonesia, yang saat ini tengah mengembangkan pesawat baru N-219.

R80 disebut sepenuhnya dikembangkan oleh anak-anak bangsa. Desain perancangannya pun dikerjakan oleh 50 ahli, termasuk para ahli dari PT Dirgantara Indonesia.

Miniatur Pesawat R80 (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Landasan pacu di Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat mungkin akan jadi lokasi lepas landas pertama R-80. Keputusan ini dipilih RAI setelah mendengar pemerintah Jawa Barat tengah menyiapkan bandara baru di sana.

Menurut Habibie, saat ini yang dibutuhkan adalah dukungan finansial dari pemerintah. Penyebabnya, investor dari dalam dan luar negeri baru mau berinvestasi ke perusahaannya jika pesawat itu mendapat bantuan dari pemerintah.

"Kalau itu terjadi, pesawat ini baru akan mengudara tahun 2019. Sudah dua tahun, kita sudah jauh bekerjanya," kata dia.

Menanggapi permintaan Habibie, Presiden Jokowi mengaku siap membantu dan mendukung produksi pesawat yang dilakukan oleh perusahaan yang baru berdiri dua tahun lalu itu. Jokowi berencana memasukkan pesawat milik Habibie tersebut sebagai program nasional.

Selanjutnya: Diburu Maskapai Penerbangan...

Diburu Maskapai Penerbangan

Diburu Maskapai Penerbangan

Meskipun pesawat ini masih dalam tahap perancangan, namun sudah mengundang banyak peminat yang menyatakan siap akan menggunakannya. Salah satu maskapai yang siap membeli peawat R80 adalah Sriwijaya Air yang nantinya akan digunakan untuk anak usaha mereka yaitu NAM Air.

Wuri Rejeki, Manager Marketing RAI mengatakan, walau baru dua tahun berdiri, pihaknya sudah mendapat pesanan untuk pesawat R80. Pesanan tersebut, menurutnya berasal dari maskapai penerbangan dalam negeri yang melayani penerbangan antar pulau dengan landasan bandara yang pendek.

"Ini (R80) sudah dipesan sebanyak 145 unit dengan status `Letter of Intent (LoI)`. Maskapai penerbangan yang sudah memesan adalah Nam Air: 100 unit, Kalstar: 25 unit, dan Trigama air: 20 unit. Juga ada dari perusahaan maintanance pesawat," kata Wuri.

Wuri meyakini, ke depannya akan ada lebih banyak lagi pesanan dari maskapai penerbangan lain. Pasalnya, kebutuhan pesawat sejenis R80 akan terus meningkat, menyusul gencarnya pembangunan bandara di daerah-daerah.

Ditemui di tempat terpisah, Ilham Akbar Habibie selaku Komisaris RAI mengatakan, selain untuk pasar dalam negeri, tidak menutup kemungkinan pihaknya juga akan mempromosikan ke dunia internasional.

"Kalau sesuai jadwal, kita akan terbang perdana pada 2019, kemudian targetnya mau menjual minimal 400 pesawat," tukas Ilham. Namun sayangnya, hingga saat ini RAI belum menginformasikan terkait kisaran harga dari pesawat R80.  

R80 Dibuat Untuk Indonesia

Ilham menyatakan, R80 merupakan generasi penerus N250 yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara Indonesia. Kemampuan, desain, dan teknologi R80 akan mirip dengan N250. Namun dari segi ukuran, R80 memiliki besar dan panjang yang lebih maksimal dibandingkan N250.

R80 akan menggunakan baling-baling di bagian atas badan pesawat sebagai penggerak, seperti N250. Dengan menggunakan baling-baling, konsumsi bahan bakar akan jauh lebih irit. Untuk produksi tahap awal R80 akan menghabiskan dana US$ 400 juta.

"Pasar pesawat R80 paling banyak di Indonesia. Karena ini adalah pesawat turboprop, jadi bisa mendarat di landasan lebih pendek dan dapat terbang atau mendarat di landasan yang tidak terlalu mulus, bahkan bisa di landasan berkerikil karena mesinnya berada di atas," jelas Ilham.

Untuk masalah after sales, Ilham mengaku pihaknya akan bekerjasama dengan pihak ketiga. Selain itu, dirinya menegaskan akan menggelar pelatihan untuk pilot dan mekanik dari R80.
 
"Kita akan siapkan tim yang bisa merespon dengan cepat. Kalau masalah perawatan, kita akan kerjasama dengan pihak ketiga. Pelatihan untuk pilotnya, begitu juga dari mekaniknya juga harus kita pikirkan, bisa kita lakukan sendiri atau outsource. Yang jelas, kita harus memikirkan prosedurnya, manualnya, dan lain-lain sesuai dengan standar yang ditentukan RAI," paparnya.

Di luar itu semua, Ilham mengakui, proyek R80 ini‎ tak lepas dari peluang pasar penerbangang domestik. Mengingat, struktur Indonesia sebagai negara kepulauan, R80 dinilai sangat cocok sebagai alat transportasi udara jarak pendek.

Pasar penerbangan jarak pendek itu yang saat ini masih mempunyai celah bagi R80 untuk masuk ke dalamnya, ketimbang ikut bersaing menyediakan pesawat untuk penerbangan jarak jauh yang sudah penuh sesak.

"R80 itu pesawat jenis turboprop untuk layani pasar regional, jarak pendek. 10 tahun terakhir di Indonesia pasar transportasi udara tumbuh 20 persen per tahun.‎ Terlihat ada permintaan pasar. Masyarakat semakin sudah lebih mau terbang," ujar Ilham.

Agung Banu Ismadi, Direktur Bisnis PT Regio Aviasi Industri menambahkan, bahwa proyek R80 ini wajib hukumnya dilaksanakan. Sebab, jika tidak sekarang, maka kapan lagi Indonesia punya pesawat buatan anak negeri. "Sekarang atau tidak sama sekali," ujar Agung.

Agung punya alasan mengemukakan kalau tidak sekarang, kapan lagi. Menurutnya, orang-orang pintar yang terlibat dalam proyek R80 ini pastinya akan terkendala usia yang kian menua.

"Karena orang-orangnya sudah tua. Orang yang dulu di (proyek) N250 itu berusia 25 tahun, lalu sekarang sudah 50 tahun. Kalau tunggu 20 tahun lagi, orang-orang itu sudah tidak ada. Kapan lagi jadinya kalau tidak sekarang? Apalagi Pak Habibie. Dia kan network-nya luar biasa. Jadi itu maksudnya sekarang atau tidak sama sekali," kata Agung. (Ein)


Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya