AM Fatwa: Sudah Jadi Presiden dan Ketum, SBY Jangan Maju Lagi

Salah satu pendiri PAN ini juga mengatakan saat ini makin sedikit politisi yang lebih mementingkan masyarakat.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 23 Apr 2015, 15:46 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2015, 15:46 WIB
Nasib Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Anggota DPD DKI Jakarta AM Fatwa saat diskusi Bincang Senator dengan tema “Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia”, Jakarta, Minggu (15/3/2015). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPD DKI Jakarta AM Fatwa menyindir politisi yang tak mau melepas jabatan struktural di perpolitikan Indonesia, meski sudah pernah jadi presiden serta ketua umum partai. Sepantasnya, politisi tersebut harusnya mundur, untuk regenerasi kepemimpinan.

"Kalau sudah jadi presiden dan sudah jadi ketua umum partai, itu harus keluar, memperluas jaringan partainya sendiri. Mantan Presiden AS Bill Clinton, dia jadi utusan presiden ke mana-mana," kata AM Fatwa, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

"Di negara kita malah merasa terhina, tapi di AS merasa bangga diutus oleh presiden yang juniornya," tambah dia.

Kemudian, AM Fatwa mencontohkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pria yang akrab disapa SBY itu diusulkan kader Demokrat maju kembali sebagai ketua umum dalam Kongres III Partai Demokrat di Surabaya mendatang. Salah satu pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengatakan saat ini makin sedikit politisi yang lebih mementingkan masyarakat.

"‎Salah satu contoh itu SBY, beliau sudah presiden 2 periode, 10 tahun. Seseorang yang berpikir, bertindak, dan berjuang yang tidak lagi menurut kepentingan dirinya, tapi selalu dikaitkan kepentingan bangsa. Kita melihat pada contoh langsung pada tokoh pemimpin partai dulu. Sekarang bukan main bertumpuk politisi tapi minus negarawan," papar dia.

AM Fatwa melihat tren yang terjadi saat ini adalah mereka yang jadi donatur partai yang mampu jadi petinggi partai. Hal ini harus dihindari.

‎"Kita lihat dulu partai dibiayai oleh internal. Sekarang ini siapa mau jadi pemimpin partai, harus biayai partai. Artinya dia pemilik modal partai dan penguasa partai. Bagaimana bisa muncul rekrutmen sehat," tandas dia. (Han/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya