10 Terpidana Narkoba yang Akan Dieksekusi Mati

Pelaksanaan eksekusi terhadap 10 terpidana mati gelombang II tak lama lagi akan digelar. Siapa saja mereka?

oleh Muhammad Ali diperbarui 25 Apr 2015, 01:48 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2015, 01:48 WIB
Ilustrasi Liputan Khusus Eksekusi Mati
Ilustrasi Liputan Khusus Eksekusi Mati

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan eksekusi terhadap para terpidana mati gelombang II tak lama lagi akan digelar. Jaksa Agung Muda Pidana Umum telah mengeluarkan surat perintah untuk melaksanakan eksekusi mati dan surat itu telah sampai kepada jaksa eksekutor.

"Telah dikeluarkan surat perintah untuk pelaksanaan eksekusi (mati)," ucap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Tony di Jakarta, Kamis 23 April 2015.

Sebanyak 10 terpidana akan menghadapi eksekusi mati secara bersamaan. Mereka warga negara asing dari Australia, Prancis, Nigeria, Brasil dan Filipina. Selain itu ada juga terpidana mati dari Indonesia.

Permohonan keringanan hukuman dari keluarga dan diplomat mereka telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Meskipun tidak ada tanggal tertentu telah ditetapkan, pihak kedutaan asing telah diberitahu untuk pergi ke penjara pulau Nusakambangan, Sabtu (25/4/2015).

Berikut 10 terpidana mati yang akan dieksekusi mati yang dikutip BBC, Sabtu (25/4/2015):

Sukumaran, Chan, Veloso

1. Myuran Sukumaran

Sukumaran merupakan warga negara Australia. Pria kelahiran London pada 33 tahun itu ditangkap di Bali pada 2005.

Selanjutnya pada 2006, dia divonis mati oleh pengadilan Bali setelah dinyatakan bersalah menjadi pemimpin Bali Nine - sekelompok warga Australia ditangkap di Bali dengan membawa lebih 8,3 kg heroin.

Pendukungnya mengklaim dia telah berubah sejak masuk penjara di Kerobokan Bali. Sukumaran mempelajari Alkitab dan sekolah memasak di penjara tersebut. Namun semua upaya untuk mengajukan banding hukumannya telah gagal.

Saudaranya Chinthu Sukumaran, mengatakan "Saya tidak percaya hal ini. Kami masih belum menyerah."

2. Andrew Chan

Chan adalah warga negara Australia yang dijatuhi hukuman mati bersama Myuran Sukumaran. Dia ditangkap di bandara Ngurah Rai, Bali pada April 2005.

Pengadilan menyatakan pria 31 itu bersalah lantaran merencanakan penyelundupan heroin 8,3 kg dengan kelompok yang dikenal sebagai Bali Nine.

Permohonan untuk mendapatkan grasi ditolak pada Januari 2015.

3. Mary Jane Fiesta Veloso

Mary Jane Fiesta Veloso (30) berasal dari Filipina. Dia ditangkap di bandara Yogyakarta pada April 2010. Sebuah pengadilan menyatakan Mary Jane bersalah karena berusaha menyelundupkan 5,7 kg heroin dan dia divonis hukuman mati pada Oktober 2010.

Dia mengaku terbang ke Indonesia karena seorang teman keluarganya telah berjanji memberi pekerjaan sebagai pembantu. Dia mengklaim wanita itu bekerja dengan geng kejahatan internasional dan diam-diam menempatkan heroin dalam koper yang dibawanya.

Mary Jane telah dipindahkan ke penjara keamanan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Atlaoui, Anderson, Badarudin

4. Serge Areski Atlaoui

Atlaoui warga negara Prancis. Pria kelahiran Desember 1963 ini ditangkap jajaran Polda Metro Jaya di sebuah rumah di Provinsi Banten.

Serge Areski Atlaoui ditangkap pada 11 November 2005. Dia terlibat dalam operasi pabrik ekstasi dan sabu di Cikande, Tangerang. Dari pabrik itu petugas menyita 138,6 kilogram sabu, 290 kilogram ketamine dan 316 drum prekusor.

Pada 2006, Serga divonis seumur hidup oleh PN Tangerang. Pengadilan Tinggi Banten tak mengubah vonis Serge, saat ia mengajukan banding pada 2007.

Pada tahun yang sama, Serge mengajukan kasasi. Tapi, Mahkamah Agung justru memvonis mati Serge. Presiden Jokowi juga menolak grasi Serge melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 35/G tahun 2014.

5. Martin Anderson

Anderson adalah seorang warga negara Ghana, lahir di London pada tahun 1964. Dia ditangkap pada 2003 di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Timur. Dari tangannya, petugas menyita 50 gram heroin.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonisnya hukuman mati. Vonis tak berubah hingga tingkat kasasi, hingga permohonan grasinya ditolak.

6. Zainal Abidin bin Mgs Mahmud Badarudin

Badarudin adalah satu-satunya warga negara Indonesia antara kelompok. Ia lahir di Palembang, Sumatera Selatan, dan ditemukan bersalah atas kepemilikan 58,7 kilogram ganja

Dia ditangkap pada bulan Desember 2000 dan setahun kemudian diberi hukuman mati. Grasi itu ditolak pada Januari 2015. Ia telah mengajukan judicial review dan sedang menunggu keputusan.

Salami, Gularte, Nwolise, Oyatanze

7. Raheem Agbaje Salami

Salami tampaknya menjadi warga negara Nigeria memegang paspor Spanyol. Dia diyakini memiliki nama Jamiu Owolabi Abashin. Namun masuk ke Indonesia menggunakan paspor Spanyol dengan nama Raheem Agbaje Salami.

Salami tertangkap dengan 5,2 kg heroin di dalam kopernya di bandara Surabaya pada 2 September 1998.

Pengadilan di Surabaya memberinya hukuman seumur hidup pada April 1999, yang dikurangi oleh Pengadilan Tinggi sampai 20 tahun. Salami mengajukan banding namun Mahkamah Agung memberinya hukuman mati. Permohonan grasinya pun ditolak pada 5 Januari 2015.

8. Rodrigo Gularte

Gularte adalah warga Brasil yang lahir pada tanggal 31 Mei 1972. Sebuah pengadilan di Banten memberinya hukuman mati pada Februari 2005 atas tuduhan memiliki 6 kg heroin yang disembunyikan dalam papan selancar.

Dia ditangkap pada Juli 2004 di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Permohonan grasinya ditolak pada Januari 2015.

9. Sylvester Obiekwe Nwolise

Nwolise adalah warga negara Nigeria yang lahir pada tanggal 7 Juli 1965. Ia dijatuhi hukuman mati pada September 2004 oleh pengadilan di Tangerang. Banding grasinya ditolak pada Februari.

Pengadilan menemukan dia bersalah atas perdagangan 1,2 heroin melalui Soekarno Hatta di Jakarta pada 2002.

Pada Januari 2015, Badan Narkotika Nasional Indonesia mengatakan bahwa Sylvester mengendalikan narkoba dari penjara Nusakambangan, tempat ia ditahan.

10. Okwudili Oyatanze

Oyatanze adalah warga negara Nigeria. Pria 45 tahun ini diganjar hukuman mati oleh pengadilan Tangerang setelah dinyatakan terlibat dalam perdagangan 1,5 kg heroin melalui Bandara Soekarno Hatta pada 2001. Permohonan grasi terpidana mati tersebut kemudian ditolak pada Februari 2015. (Ali/Ans)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya