Alasan Penahanan Abraham Samad Ditangguhkan Polda Sulselbar

Kadir Wokanubun, salah satu anggota tim pendamping hukum Baraham Samad mengungkapkan banyak keanehan dalam proses pemeriksaan kliennya.

oleh Eka Hakim diperbarui 29 Apr 2015, 03:46 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2015, 03:46 WIB
Abraham Samad

Liputan6.com, Makassar - Setelah dinyatakan resmi ditangguhkan, Abraham Samad Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif yang ditetapkan tersangka dalam dugaan pidana pemalsuan dokumen, akhirnya meninggalkan Mapolda Sulselbar pada Rabu dini hari pukul 01.00 Wita.

"Mengenai proses penangguhan biar nanti tim penasihat hukum ‎saya yang jelaskan. Intinya saya pribadi sebagai warga negara yang baik telah patuh terhadap hukum dengan memenuhi panggilan penyidik, " kata Samad saat meninggalkan Mapolda Sulselbar, Rabu (29/4/2015) dini hari.

Liliana Santosa, anggota tim advokasi anti-kriminalisasi (Taktis) yang merupakan pendamping hukum Abraham Samad mengatakan, ada banyak pihak yang berperan dalam penangguhan Samad. Selain kegigihan tim pendamping yang mengikuti pemeriksaan Samad, juga peran 5 komisioner KPK di Jakarta.

"Alhamdulillah perjuangan kami berhasil dan klien kami akhirnya diberikan penangguhan. Pertimbangannya, karena klien kami bersikap kooperatif dan tidak ada itikad sedikit pun rencana kabur, seperti apa yang dijadikan alasan penyidik sebelumnya untuk menahan klien kami," jelas Liliana.

Menurut Liliana, proses penangguhan berjalan panjang, namun pada akhirnya Samad dinyatakan tak ditahan atau ditangguhkan. "Kami sangat berterimakasih kepada proaktif semua pihak, termasuk teman-teman media yang terus mengawal proses pemeriksaan, dari awal hingga proses penahanan selanjutnya kembali diputuskan penahanan klien kami ditangguhkan," ‎ucap Liliana.

Banyak Keanehan

Banyak Keanehan

Sementara Kadir Wokanubun ‎yang juga salah satu anggota tim pendamping hukum Samad mengungkapkan banyak keanehan dalam proses pemeriksaan kliennya, hingga sempat dinyatakan akan ditahan Polda Sulselbar.

"Dari awal pihak kepolisian menjamin tak ada penahanan, tapi ternyata diakhir pemeriksaan justru penyidik memperlihatkan surat penahanan dan penangkapan kepada Abraham. Tapi kami melakukan perlawanan, sehingga prosesnya panjang," ujar dia.

"Sewaktu kami bertanya kepada penyidik kenapa ada surat penahanan dan penangkapan siapa yang mengintruksikan? Kata penyidik mengakui, hal itu sesuai perintah atasan. Tapi tak mau memberi tahu siapa atasan yang dimaksud, ini yang sangat aneh," sambung Kadir.

Kadir mengatakan, tahapan perlawanan terus dilakukan tim pendamping bersama Samad. Di antaranya Samad melakukan komunikasi via telepon dengan ‎Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Dalam komunikasi tersebut, Badrodin menegaskan tidak ada penahanan.

"Inilah yang aneh, sebenarnya dari pengakuan penyidik bahwa melaksanakan tugas sesuai perintah atasan itu yang dimaksud siapa? Karena Pak Badrodin sendiri menegaskan tidak ada penahanan," ujar dia.

Penangguhan penahanan akhirnya ditandatangani tim pendamping hukum Samad, di antaranya Liliana Santosa tim advokasi anti-kriminalisasi dan beberapa pendamping lainnya, yakni Abdul Muthalib dan Kadir Wokanubun.

Kasus Abraham Samad bermula dari laporan Ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri, Chairil Chaidar Said ke Bareskrim Polri. Namun karena lokasi perkaranya berada di Makassar, Bareskrim kemudian melimpahkan penanganan perkara Samad ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) pada 29 Januari 2015.

Dalam penyidikan kasus ini, Polda Sulselbar kemudian menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka pada 2 Februari 2015. Tak terima penetapan tersangkanya, Feriyani lalu melaporkan Samad dan rekannya bernama Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.

Selanjutnya, kepolisian gelar perkara di Mapolda Sulseslbar pada 9 Februari 2015. Alhasil, Samad ditetapkan sebagai tersangka, namun Uki tidak ditetapkan tersangka. Status tersangka itu juga baru diekspose pada 17 Februari, atau sehari setelah kemenangan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan dalam sidang praperadilan.

Kasus ini akhirnya menyeret Samad sebagai 'pesakitan', lantaran namanya tercantum dalam KK yang dipakai Feriyani, saat mengurus paspor di Makassar pada 2007. Dalam dokumen itu, tertera Samad sebagai kepala keluarga dengan alamat di Jalan Boulevard Rubi II Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. (Rmn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya