Fadli Zon Heran KPU Tak Terima Rekomendasi DPR Soal Pilkada

KPU bersikeras parpol yang bisa ikut dalam pilkada serentak harus terlebih dahulu mendapat keputusan inkracht.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 05 Mei 2015, 15:15 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2015, 15:15 WIB
DPR dan KPU Bahas Nasib Golkar dan PPP
Ketua DPR RI, Setya Novanto (tengah) bersama wakilnya Fadli Zon (kanan) saat menyambut Ketua KPU, Husni Kamil Manik di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/5/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku heran dengan sikap Komisi Pemilihan Umum yang tidak mau menerima rekomendasi hasil Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR tentang Peraturan KPU (PKPU).

Lembaga yang dipimpin Husni Kamil Manik itu bersikeras parpol yang bisa ikut dalam pilkada harus terlebih dahulu mendapat keputusan inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Padahal, Komisi II memberikan opsi bahwa yang bisa ikut dalam pilkada adalah kubu partai yang sudah mendapatkan keputusan pengadilan terakhir, meskipun belum final.

"Sebenarnya kalau tidak mau ganggu, KPU dengan mudah saja terima rekomendasi. Itu tidak ada masalah secara hukum karena semua peserta pemilu sejalan dengan itu," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu berujar, tidak ada yang bisa mendesak agar keputusan hukum atas parpol berselisih itu harus inkracht. Sebab, hal itu adalah wewenang dari penegak hukum yang ada.

Selain itu, opsi islah juga sulit terlaksana di tengah konflik internal partai yang makin meruncing. "Islah ini jalan yang bagus, namun siapa yang bisa menjamin. Dalam keadaan tidak bisa, ada jalan yang lain, yaitu putusan terakhir. Apa PTUN, pengadilan atau yang lain. Itu juga hanya untuk pilkada ini saja," urai Fadli.

Bahkan, Fadli tak ragu menyebutkan, jika nantinya ada konflik sosial berkepanjangan di daerah akibat perselisihan paprol lantaran sikap KPU mementahkan solusi yang ditawarkan parlemen.

"Sehingga jika ada konflik sosial yang panjang di daerah, ini gara-gara KPU karena memang mereka membuat masalah ini tidak selesai. Seolah-olah berlindung di balik UU, padahal itu tidak menyalahi apa pun," tukas Fadli Zon.

Revisi UU Pilkada

KPU bersikeras tidak merevisi PKPU tentang pilkada serentak. Jika hal itu terjadi hingga pembukaan pendaftaran calon kepala daerah Juli mendatang, maka Partai Golkar dan PPP terancam tidak akan bisa mengikuti pilkada.

Namun, hal itu tampaknya tidak akan terjadi. Fadli menyatakan, DPR melalui Komisi II berencana akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang nantinya berisi aturan perselisihan partai politik.

"Revisi hal yang biasa saja, memang sudah ada agenda dalam Prolegnas 2015," ucap Fadli.

Dengan begitu, rencana ini akan dibicarakan dengan pihak pemerintah. "Kita akan bicarakan ini dengan pihak pemerintah, karena ini harus atas persetujuan kedua belah pihak, kita lihat dulu apakah ini bisa disepakati untuk revisi dalam waktu yang terbatas," jelas Fadli.

Kendati demikian, ia menyatakan, rencana revisi ini tidak akan mengganggu pilkada jika KPU mengindahkan rekomendasi dari Komisi II DPR.

"Sebenarnya kalau tidak mau mengganggu KPU sepakati saja rekomendasi Panja Komisi II, saya kira jika itu dituruti KPU tidak ada masalah," tegas Fadli.

Fadli beralasan, rencana revisi UU Pilkada karena tidak mungkin 2 partai tersebut dalam keadaan seperti ini tidak bisa inkracht dan islah.

"Tidak mungkin bisa inkracht dan islah dalam waktu dekat ini, maka harus ada jalan lain, dan disepakati jalan putusan terakhir apakah putusan sela, putusan PTUN, untuk pilkada serentak 2015 ini saja. Kita harapkan untuk Pilkada berikutnya tidak akan ada lagi yang seperti ini," pungkas Fadli Zon. (Ans/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya