DPR Dinilai Paksakan PPP dan Golkar Ikut Pilkada

DPR menggelar rapat konsultasi dengam Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin 4 Mei saat masa reses.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 05 Mei 2015, 15:53 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2015, 15:53 WIB
DPR dan KPU Bahas Nasib Golkar dan PPP
DPR bersama pemerintah melalui KPU sepakat akan kembali merevisi UU No 8 Th 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada masa sidang ke-4 periode 2015-2019 yang dibuka pada 18 Mei 2015, Jakarta, Senin (4/5/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - DPR menggelar rapat konsultasi dengam Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin 4 Mei saat masa reses. Konsultasi itu dinilai sebagai upaya DPR memaksakan agar PPP dan Golkar dapat ikut Pilkada Serentak 2015.

Peneliti pemilu dari Para Syndicate Totok Sugiarto menjelaskan, kewajiban KPU untuk mengkonsultasikan rancangan Peraturan KPU (PKPU) sudah dilaksanakan dan sudah selesai pada Jumat 24 April 2015 lalu. Selain itu pada Minggu 3 Mei KPU melalui ketuanya Husni Kamil Manik, sudah menyatakan sikap terkait verifikasi kepengurusan partai politik dalam pencalonan kepala daerah.

"Mekanisme konsultasi itu sudah sangat mengganggu tahapan pilkada. Dimana KPU mencoba mengikuti mekanisme masa reses DPR. DPR terkesan memaksakan kehendak yang pada intinya memastikan 2 parpol (PPP dan Golkar) yang sedang bersengketa kepengurusan ikut pilkada," ujar Totok di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (5/5/2015).

Totok juga menilai, sikap DPR memanggil KPU dan mempersoalkan apa yang sudah diputuskan penyelenggara pilkada merupakan salah satu langkah intimidatif dan merusak independensi pemilu. "DPR jelas sudah melampui kewenangannya dan jelas hal ini berpotensi mengganggu kemandirian KPU."

Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi membenarkan ketentuan konsultasi kepada DPR terkait rancangan PKPU telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelanggara Pemilu. Namun, hal itu justru telah disalahgunakan DPR untuk memaksakan kehendak dan memasukkan kepentingan politiknya dalam peraturan teknis yang disusun KPU.

"Padahal, DPR harus memahami, bahwa tidak bisa memaksakan kehendak politik dimasukkan ke dalam rumusan norma hukum yang akan dibentuk oleh KPU. Selain itu proses sosialisasi PKPU terganggu karena DPR ini," pungkas Veri. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya