Liputan6.com, Semarang - Kebakaran yang melanda pasar Johar menyesakkan dada warga Semarang. Pasar terbesar ini sudah menjadi ikon perekonomian kota Semarang sejak dulu.
Menurut budayawan dan peneliti Semarang, Djawahir Muhammad, sejarah Pasar Johar diawali pada 1860. Saat itu banyak orang berdagang di depan penjara di sebelah timur alun-alun Semarang. Para pedagang tersebut melayani para keluarga tahanan yang menunggu jam besuk di bawah deretan pohon Johar.
"Ada cerita bahwa keberadaan pohon Johar tersebut merupakan hadiah dari Sunan Pandanaran yang tak ingin kawasan tersebut kumuh oleh tenda pedagang. Kanjeng Sunan kemudian memerintahkan menanami pohon Johar untuk berteduh," kata Djawahir kepada Liputan6.com, Minggu (10/5/2015).
Barang yang dijual merupakan hasil bumi berupa buah-buahan, jagung, ketela pohon, dan pisang. Saat itu para pedagang dianggap tidak mengganggu lalu lintas, bahkan oleh pemerintah Kota Praja dibiarkan saja. Petugas sapu Pasar Damaran yang dekat dengan tempat tersebut bahkan memungut semacam retribusi kepada para pedagang.
Menurut Djawahir Muhammad, pada 1931, Pemerintah Kota Praja berencana membangun pasar yang lebih besar dengan menggabungkan pasar yang sudah ada sebelumnya yaitu Pasar Pedamaran, Johar, Beteng, Jurnatan, dan Pekojan.
Johar dipilih sebagai lokasi pasar tersebut mengingat lokasinya yang strategis. Maka untuk keperluan pembangunan itu, bangunan penjara dirobohkan dan pohon-pohon Johar ditebang.
"Kemudian pada 1933, Ir Thomas Karsten, seorang arsitek Belanda, diminta mendesain pasar sentral yang bentuk dasarnya seperti Pasar Jatingaleh. Melalui suatu kajian mendalam, desain itu diubah mengingat kondisi iklim, cuaca serta perilaku masyarakat Semarang. Hasilnya sebuah karya arsitektur yang luar biasa," kata Djawahir Muhammad.
Arsitektur pasar Johar rancangan Thomas Karsten ini memungkinkan cahaya matahari bisa masuk ke seluruh penjuru pasar tanpa ada efek panas. Udara pun bisa masuk dengan sirkulasi yang baik.
Dengan arsitektur dan manajemen yang bagus, bahkan pada 1955, Pasar Johar disebut-sebut sebagai pasar terbesar dan terbaik di Asia Tenggara.
Pedagang Multietnis
Dalam perkembangannya, pasar Johar semakin membesar. Para pedagang bukan hanya warga asli Semarang tetapi banyak warga luar Semarang yang juga mencoba peruntungan.
"Kalau berkunjung ke sana, pasti nanti menemukan berbagai etnik yang bekerja sebagai pedagang. Ada dari Arab, India, Jawa, Madura, Minang, Batak dan masih banyak lagi," kata Djawahir.
Dari karakteristik pedagang akhirnya memunculkan berbagai karakter sesuai etnis dan tradisi mereka. Penyebab pasar Johar selalu ramai dan tak kalah oleh pasar modern adalah harga terjangkau yang bisa ditawar. Ruh pasar adalah tawar menawar.
Adrenalin pembeli dalam menawar harga terpacu saat pembeli menawar separuh harga yang di berikan oleh pedagang. "Bisa jadi sekali tawar langsung diberikan. Jangan kaget kalau soal itu," kata Djawahir.
Pasar Johar akhirnya tak hanya melayani pedagang dan pembeli di Semarang saja namun mencakup hingga luar Semarang karena memiliki skala pelayanan hingga tingkat regional Jawa Tengah. Itulah yang menjadikan pasar Johar menjelma menjadi ikon kota Semarang.
"Secara kultural, keberadaan pasar Johar tidak hanya mengubah perekonomian masyarakat tetapi juga mengubah gaya hidup masyarakat cenderung lebih konsumtif. Sebab wisata belanja merupakan bentuk diversifikasi produk pariwisata kota yang ditawarkan dan hampir diminati oleh masyarakat yang cenderung konsumtif," kata Djawahir.
Pada umumnya pasar tradisional berkesan kumuh, becek, dan tidak teratur. Ini berbeda dengan pasar Johar. Pasar yang pernah menjadi pasar terbesar dan tercantik di Asia Tenggara. (Yus)
Advertisement