Ketukan Palu Hakim Ketiga untuk KPK

Dengan terkabulnya sebagian permohonan Hadi Poernomo, berarti untuk kali ketiga KPK harus menelan kekalahan di sidang praperadilan.

oleh Moch Harun SyahSugeng TrionoOscar FerriNafiysul QodarFX. Richo Pramono diperbarui 27 Mei 2015, 00:03 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2015, 00:03 WIB
KPK Kalah Lagi, Gugatan Praperadilan Hadi Poernomo Dikabulkan Pengadilan
Hakim Haswandi memerintahkan kepada KPK untuk menghentikan proses penyidikan dan penetapan tersangka kepada Hadi Poernomo untuk dicabut, Selasa (26/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Hadi Poernomo tampak menutup muka dengan kedua tangannya. Mantan Direktur Jenderal Pajak itu tak kuasa menahan air mata usai hakim mengabulkan permohonan atau gugatan praperadilannya. Pria yang kini genap berusia 68 tahun itu kemudian mengenakan peci hitam dan beranjak dari kursi persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo tak kuasa menahan air mata usai hakim mengabulkan gugatan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Hadi yang berkemeja batik warna cokelat selanjutnya menghampiri dan menyalami hakim Haswandi yang baru saja membacakan amar putusan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Dirjen Pajak itu terkait penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Beberapa menit sebelumnya, hakim Haswandi membacakan putusan yang mengabulkan sebagian permohonan praperadilan. Namun penetapan tersangka dirinya oleh KPK dianggap tidak sah.

"Menyatakan penyidikan termohon (KPK) kepada pidana berkaitan dengan peristiwa pidana, tidak sah," ujar hakim Haswandi saat membacakan putusan dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).

Hakim tunggal Haswandi yang memimpin sidang praperadilan, mengabulkan permohonannya terkait penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap mantan Dirjen Pajak ini.

Terkabulnya sebagian gugatan atau permohonan praperadilan itu tak terlepas dari pembelaan Hadi Poernomo selama persidangan. Dalam persidangan sehari sebelumnya, Hadi yang tak didampingi kuasa hukum menyebutkan bahwa KPK tidak memiliki wewenang untuk mengusut kasus perpajakan. Sebab, kasus yang menimpa dirinya itu tidak masuk dalam ranah tindak pidana korupsi (tipikor).

"Bahwa sengketa pajak adalah proses hukum khusus sebagaimana diatur Undang-undang Perpajakan dan tidak termasuk ranah korupsi sebagaimana Pasal 14 UU Tindak Pidana Korupsi," kata Hadi saat membacakan kesimpulan di ruang sidang utama PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin 25 Mei 2015.

Kekalahan ke-3

Dengan terkabulnya permohonan Hadi Poernomo, berarti untuk kali ketiga KPK harus menelan kekalahan di sidang praperadilan pascasidang Komjen Pol Budi Gunawan dan eks Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Atau kekalahan kedua bagi KPK sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penetapan tersangka masuk sebagai objek praperadilan.

KPK kalah dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Yuningtyas Upiek Kartikawati menyatakan, penetapan Ilham Arief sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Sebelumnya KPK juga kalah dalam praperadilan yang diajukan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) Komjen Pol Budi Gunawan.

Strategi baru KPK menghadapi sidang praperadilan pun belum berhasil. Padahal dalam kesempatan persidangan praperadilan sebelumnya, KPK telah menyerahkan bukti-bukti yang cukup banyak. Terhitung sekitar 3 troli bukti-bukti dihadirkan oleh lembaga antirasuah tersebut.

Kuasa hukum KPK menyerahkan tiga boks kontainer dan tiga koper berisikan dukumen-dokumen penyidikan kasus Hadi Poernomo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/5/2015).  (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Namun, bukti yang diserahkan KPK tidak membuat hakim Haswandi mengelakkan pada pokok penyidikan dan penetapan tersangka. Dengan pokok itu, KPK harus menelan kekalahan dalam sidang praperadilan karena dianggap menyalahi prosedur.

"Yang dilakukan termohon melanggar SIP dan UU tentang KPK," tegas hakim Haswandi saat memutuskan sidang praperadilan yang sudah lebih dari satu pekan berjalan.

Alasan Hakim

Ada hal mendasar yang membuat hakim tunggal tersebut, mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan Hadi Poernomo.

"Penetapan tersangka oleh termohon (KPK), penggeledahan, dan penyitaan pada pemohon tidak sah," ujar hakim Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 26 Mei 2015.

Suasana Sidang Praperadilan Hadi Poernomo, Selasa (26/5/2015). Hakim tunggal Haswandi mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Ketua BPK tersebut (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Selain itu menurut Haswandi, sengketa pajak bukan merupakan wewenang KPK. Yang semula diduga merugikan negara juga tidak terbukti di persidangan.

"Sengketa pajak merupakan hukum khusus. Keberatan pajak bukan merupakan pidana dan bukan wilayah KPK. Juga negara tidak dirugikan seperti yang diungkapkan termohon," tambah dia.

Tidak Merasa Menang

Walau hakim Haswandi mengabulkan permohonan praperadilan, Hadi tidak menganggap sebagai suatu kemenangan untuk dirinya. Menurut dia, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah dalam putusan sidang praperadilannya itu. Keputusan yang dikeluarkan hakim merupakan ranah undang-undang yang berlaku.

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menghadiri sidang praperadilan dengan agenda pembacaan kesimpulan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

"Proses hukum sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fakta dan bukti sudah sah secara hukum. Tidak ada menang kalah," ujar Hadi usai menghadiri sidang putusan.

KPK Akan Melawan

Adapun Wakil Ketua sementara KPK Johan Budi SP menegaskan, pihaknya tidak akan berdiam diri atas hasil praperadilan tersebut. Tetapi KPK akan mempelajari salinan putusan terlebih dahulu sebelum melakukan perlawanan.

Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, Johan Budi memberikan keterangan terkait dikabulkannya gugatan praperadilan mantan Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/5/ 2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

"Kami akan pelajari dulu salinan putusan lengkap hakim, dan kemudian melakukan upaya perlawanan," ujar Johan Budi saat dikonfirmasi, Selasa 26 Mei 2015.

Meski akan melakukan upaya hukum, dia menegaskan pada dasarnya KPK tetap menghormati keputusan hakim Haswandi yang menjadi kekalahan ketiga kalinya di praperadilan. "Tentu kami menghormati proses hukum," tandas Johan.

Langkah hukum ini dipertegas Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. KPK tetap melanjutkan penyidikan dugaan korupsi penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA Tbk tahun pajak 1999 dengan tersangka Hadi Poernomo.

"Meski putusan praperadilan memerintahkan KPK menghentikan kasus tersebut. Hadi tetap tersangka, kami tidak boleh menghentikan penyidikan," ucap Ruki dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 26 Mei 2015.

Kronologi Kasus

Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan, terkait keberatan Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan (SKPN PPh) Bank Sentral Asia (BCA).

BCA mengajukan surat keberatan pajak penghasilan pada 17 Juli 2003 terkait Non-Performance Loan (NPL) atau kredit bermasalah Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.

Setelah ditelaah, diterbitkanlah surat pengantar risalah keberatan pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak, yang pada saat itu dijabat Hadi Poernomo, dengan kesimpulan permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Mantan Dirjen Pajak itu memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan. Dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima semua keberatan. Hal itu dilakukan sehari sebelum jatuh tempo memberi keputusan kepada BCA.

Hadi Poernomo kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak, yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak. Atas keputusan tersebut, negara merugi hingga Rp 375 miliar.

Hadi Poernomo disangkal Pasal 2 ayat 2 dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Ans/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya