'Buka-Tutup Kendang' Kode Gratifikasi Rudi untuk Sutan Bhatoegana

Pemberian uang US$ 150 ribu dari SKK Migas kepada Komisi VII DPR lewat Kementerian ESDM itu kemudian dikenal dengan istilah 'buka kendang'.

oleh Oscar Ferri diperbarui 04 Jun 2015, 17:53 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2015, 17:53 WIB
[FOTO] Rudi Rubiandini Mengaku Memberi Uang Pada Sekjen ESDM
Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini kembali disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (25/2/2014) (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah).

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor kembali menggelar sidang kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi ‎dalam pembahasan APBN-P 2013 Kementerian ESDM oleh Komisi VII DPR. Selain terdakwa Sutan Bhatoegana, mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini juga dihadirkan sebagai saksi.
‎
Dalam kesaksiannya, Rudi mengaku pernah memberikan uang untuk Komisi VII DPR periode 2009-2014 melalui Kementerian ESDM. Uang yang diberikan itu sebesar US$ 150 ribu. Uang diberikan dalam rangka pembahasan APBN-P Kementerian ESDM.

‎"Uang itu untuk Kementerian ESDM dalam rangka rapat APBN-P 2013 dengan Komisi VII DPR," kata Rudi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/6/2015).‎

Uang sebanyak itu, menurut Rudi, bukan berasal dari kantongnya. Melainkan dari Gerhard Marteen Rumeser yang saat itu masih menjabat sebagai Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas.

"Saya terima dari Gerhard, dari mana sumber uang Gerhard saya tidak tahu. Dia bilang ada uang untuk ESDM. Saya juga tidak tanya Tri Kusuma (sekretaris Gerhard) uang sudah sampai atau belum," ujar Rudi.‎
‎
Pemberian uang US$ 150 ribu dari SKK Migas kepada Komisi VII DPR lewat Kementerian ESDM itu kemudian dikenal dengan istilah 'buka kendang'.

Rudi mengaku lupa akan istilah buka kendang itu. Dia baru ingat setelah penyidik memperdengarkan kembali percakapan lewat telepon dirinya dengan Sekjen Kementerian ESDM ketika itu, Waryono Karno.

Kata Rudi, ketika itu ada permintaan uang dari Waryono. Waryono menyebut permintaan uang atas arahan Menteri ESDM saat itu, Jero Wacik.

"Saya dapatnya dari rekaman KPK, pada saat di rekaman Pak Waryono (mengatakan) bahwa atas arahan Pak Menteri, itu redaksinya. Itu kata-kata yang saya tuangkan dalam tulisan," ujar Rudi.

Tidak hanya 'buka kendang', Rudi juga mengungkapkan ada uang lain yang disebut sebagai 'tutup kendang'. Rudi menjelaskan, uang tutup kendang itu juga diperuntukkan untuk Komisi VII DPR.

Dia juga menyatakan, permintaan Waryono itu ditolaknya dan mengarahkan Waryono untuk mengontak pihak Pertamina. Rudi atas instruksi Waryono kemudian menghubungi Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.

Namun permintaan tersebut ditolak oleh Karen. Akhirnya, uang tutup kendang untuk Komisi VII DPR dikeluarkan dari kocek pihak Rudi.‎ "Itu uang US$ 20 ribu dari Deviardi (pelatih golf Rudi) US$ 30 ribu uang saya. Itu tutup gendang," kata Rudi.‎

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Sutan Bhatoegana menerima uang US$ 140 ribu dari Waryono Karno ‎terkait pembahasan APBN-P 2013 Kementerian ESDM oleh Komisi VII DPR.‎ Uang itu diterima Sutan saat Waryono masih menjabat Sekjen Kementerian ESDM.

Uang tersebut kemudian dibagi-bagikan ke sejumlah amplop dengan kode-kode. Yakni Ketua Komisi VII yang saat itu dijabat Sutan Bhatoegana mendapat jatah US$ 7.500 dengan kode P, Sekretariat Komisi VII DPR sebesar US$ 2.500 dengan kode S, dan untuk 43 anggota Komisi VII DPR RI dengan kode A.‎

Selain itu, Sutan juga didakwa menerima sejumlah pemberian lain di antaranya menerima uang US$ 200 ribu dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, menerima 1 unit mobil Toyota Alphard senilai Rp 925 juta dari pengusaha Yan Achmad Suep, uang tunai sejumlah Rp 50 juta dari mantan Menteri ESDM Jero Wacik, serta menerima tanah dan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.
‎
Atas perbuatannya itu, Sutan didakwa oleh JPU dengan Pasal 12 huruf a subsider Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b lebih subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.‎‎ (Ali/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya