Saksi Polri: Presiden Tak Dapat Intervensi Kasus Novel Baswedan

SBY pernah memerintahkan agar kasus Novel dihentikan karena timing-nya tidak pas.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 05 Jun 2015, 20:58 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2015, 20:58 WIB
Novel Baswedan Bacakan Permohonan Sidang Praperadilan
Penyidik KPK, Novel Baswedan saat mengikuti sidang Praperdilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (29/5/2015). Novel dan kuasa hukum KPK membacakan surat permohonan praperadilan terkait penangkapannya oleh pihak Bareskrim Polri. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memanggil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo. Saat itu, Presiden SBY meminta Polri menghentikan kasus Novel Baswedan.

Pakar pidana, Chairul Huda, mengatakan presiden tidak dapat mengintervensi penyidikan sebuah kasus. Hal tersebut dijelaskannya saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang praperadilan Novel Baswedan, untuk Polri.

"Kekuasaan presiden itu tingkatnya hanya sampai Kapolri. Tidak sampai kepada penyidik yang dalam hal ini mengusut kasus Novel," ucap Chairul Huda yang merupakan pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).

Pada pemanggilan yang terjadi pada era pemerintahan Presiden SBY tersebut, SBY memerintahkan agar kasus Novel dihentikan karena timing-nya tidak pas. Begitulah yang disampaikan oleh Abraham Samad saat memberikan keterangannya kemarin, Kamis (4/6/2015).

Menurut Chairul Huda, di negara lain, bentuk intervensi presiden harus dicatat secara administratif. "Di Belanda bentuk intervensi dari eksekutif itu dimuat dalam berita acara dan itu secara resmi. Dalam sistem kita tidak bisa," jelasnya.

Pada sidang kemarin, pengacara Polri menekankan penghentian kasus yang hanya dapat dilakukan berdasar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Namun, Abraham Samad kembali menyatakan institusi KPK tidak pernah menerima SP3.

Meski tidak pernah menerima SP3, Samad selalu berpegang pada perintah SBY yang diamini oleh dua Kapolri sebelumnya. Hal itu menjadi dasar bagi Samad untuk tidak menganggap kasus Novel Baswedan masih dalam proses penyidikan hingga berujung pada penangkapan 1 Mei 2015.

"Pak Kapolri Timur Pradopo mengamini perintah Pak SBY. Dan ketika dijabat oleh Pak Sutarman, hal itu (kasus Novel) saya tanyakan lagi dan masih berlaku untuk tidak dilanjutkan. Meski sampai saat ini saya merasa belum pernah menerima SP3," ujar Samad, Kamis 4 Juni 2015. (Bob/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya