Liputan6.com, Jakarta - Berita hilangnya Angeline, bocah 8 tahun di Denpasar, Bali secara misterius sejak 16 Mei lalu menarik perhatian publik.‎ Terlebih sejak Angeline ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa terkubur di dekat kandang ayam rumah ibu angkatnya, Margriet Megawe pada Rabu 10 Juni 2015.
‎Ketua Satgas Perlindungan Anak Muhammad Ihsan mengatakan, Angeline merupakan korban adopsi ilegal. Perjanjian adopsi anak antara orangtua kandung dan orangtua angkat Angeline ini dinilai tidak sesuai aturan hukum.
"Kasus Angeline ini illegal adoption. Dia (orangtua kandung dan angkat) tidak pernah melakukan adopsi secara sah. Kita sudah periksa semua," kata Ihsan di sela-sela aksi 'Gerakan 1.000 Lilin untuk Anak Indonesia' di Bundaran HI, Jakarta, Kamis, 11 Juni 2015 malam.
Menurutnya, mekanisme adopsi anak yang benar adalah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) kemudian disahkan di pengadilan. Di luar itu menyalahi hukum dan dianggap ilegal.
‎"Di Kemensos ada Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA). Setelah PIPA menggodok (perjanjian adopsi), baru dibawa ke pengadilan. Di luar itu ilegal semua," tandas dia.
Adopsi Tingkat Notaris
Ihsan mengatakan, perjanjian adopsi terhadap Angeline, hanya dilakukan di tingkat notaris. Sehingga praktik tersebut melanggar hukum dan disebut Illegal adoption.
‎"Dia hanya melakukan perjanjian antara 2 belah pihak orangtua. Dia hanya pakai akta notaris. Secara hukum tidak sah. Kalau dulu tahun 70-an ke bawah bisa pakai akta notaris, tapi sekarang tidak bisa," jelas Ihsan.
Ihsan menegaskan, pelanggaran dalam urusan adopsi anak ini bisa menjerat 2 pihak, baik orangtua kandung/panti asuhan dengan orangtua angkat.
"Konsekuensi pidana ancaman 5 tahun penjara. Dua-duanya bisa dijerat, baik orangtua kandung maupun pengadopsi. ‎Jadi kita tidak boleh menganggap enteng ini," tegas dia.
Mensos Khofifah Indarparawansa juga mengatakan, proses adopsi yang dilakukan orangtua angkat Angeline menyalahi aturan. Seharusnya, proses adopsi harus melalui Kemensos dan diputuskan di pengadilan.
"Dengan demikian, Kemensos bisa melakukan tahap kunjungan terhadap kelayakan calon orangtua angkat," ujar Khofifah.
Saat ini, pihaknya telah bekerja sama dengan kepolisian untuk menyelidiki legalitas proses adopsi bocah Angeline. "Ke depan Kemensos akan memperketat proses dan pengawasan adopsi," pungkas dia.
Angeline diadopsi Margriet Megawe dari ibu kandungnya saat bocah tersebut masih berusia 3 hari. Himpitan ekonomi menjadi faktor Angeline diadopsi. Ibu kandungnya saat itu tidak mampu membayar biaya persalinan di rumah sakit saat melahirkan Angeline.
Advertisement
Selanjutnya: Regulasi adopsi anak...
Regulasi adopsi anak
‎Regulasi Adopsi Anak
Peraturan terkait perwalian, pengangkatan, dan pengasuhan sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam. Namun perwalian anak dalam undang-undang ini lebih mengatur tentang hak waris.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Satgas Perlindungan Anak menilai, aturan-aturan tersebut masih belum cukup, karena dalam pelaksanaan perpindahan anak masih rentan terjadi pelanggaran hak yang berujung kekerasan bahkan kematian, seperti kasus Angeline.
‎Karena itu, pihaknya mendorong agar pemerintah segera menyempurnakan regulasi pengasuhan anak, baik dalam keluarga, keluarga pengganti (foster care, perwalian, dan adopsi), maupun pengasuhan institusi seperti panti asuhan.
"‎Kami dari Satgas PA ‎mendorong Kemensos untuk regulasinya. Karena selama ini masyarakat maunya gampang saja, nggak mau ke pengadilan. Kalau tidak segera diatur, itu berbahaya bagi kita," ucap Ketua Satgas Perlindungan Anak Muhammad Ihsan.
Rencananya, revisi UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ini akan mengamanatkan 2 PP, yakni pengasuhan dan perwalian. 2 PP tersebut akan menjelaskan bagaimana ketika anak keluar dari orangtua kandungnya, atau bagaimana orang mengadopsi anak.
"Jadi UU terbaru Nomor 35 Tahun 2014 itu nanti akan menjelaskan 2 mandat PP, yakni pengasuhan dan perwalian. Targetnya akan selesai 2016/2017," tutur Ihsan.
Jika revisi UU Perlindungan Anak tersebut selesai, menurut dia, diharapkan mekanisme adopsi di lapangan akan lebih mudah dan bisa menempatkan anak dengan baik. Sehingga, tidak ada lagi adopsi ilegal. Namun, jika revisi tidak segera dilakukan dikhawatirkan kasus seperti Angeline ini akan terjadi lagi.
"Jadi kalau pemerintah tidak segera diatur regulasinya akan banyak korban anak seperti (Angeline) ini. Karena tidak ada monitoring di situ. Monitoring oleh siapa, ya oleh pemerintah," pungkas Ihsan. (Mvi/Ado)
Advertisement