Pasal 32 UU KPK Dinilai Buka Celah Perlawanan Balik Koruptor

Bambang Widjojanto menggugat UU KPK terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan lembaga antikorupsi itu ke MK.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 23 Jun 2015, 15:36 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2015, 15:36 WIB
Bambang Widjojanto Hadiri sidang Uji Materi UU KPK di MK
Suasana sidang Uji Materi UU KPK dengan pemohon Wakil Ketua KPK non Aktif KPK Bambang Widjojanto di Mahkamah Kontitusi, Jakarta, Selasa (23/6/2015). Sidang menghadirkan dua saksi ahli guna menguji materi UU No.30 Tahun 2002. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Bambang Widjojanto menggugat UU KPK terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan lembaga antikorupsi itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Bambang sebagai pemohon menggugat Pasal 32 ayat (1) huruf c dan ayat (2) UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK berhenti atau dapat diberhentikan jika menjadi terdakwa akibat melakukan tindak pidana kejahatan.

Terkait hal itu, pengamat hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Pasal 32 ayat 1 huruf c dan ayat 2 UU KPK, dipandang bisa menjadi melemahkan komisi antirasuah. Bahkan menurut pegiat anti korupsi itu, UU tersebut bisa menjadi celah untuk melawan KPK.

“Pasal 32 ayat 2 memang memilki dua wajah. Di mana menjaga marwah KPK, tetapi ada juga penafsiran lain yang bisa dijadikan celah untuk melawan KPK,” ujar Zainal di dalam persidangan MK, Jakarta, Selasa (23/6/2015).

Karena menurut Zainal, jika Pasal 32 itu tidak diberi syarat dan ketentuan khusus bagi pidananya, maka dalam momentum khusus, KPK bisa kembali dilemahkan, di mana ini menjadi potensi perlawanan balik bagi koruptor.

“Dalam kondisi hukum yang tidak normal, potensi perlawanan balik koruptor sangat rawan bahkan bisa dilakukan perlawanan secara terbuka," pungkas Zainal.

Bambang sebagai pemohon menilai bahwa Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK telah melanggar amanat dari Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 terkait dengan asas praduga tak bersalah.

Pemohon juga berpendapat bahwa Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK tidak menyebutkan secara rinci tindak pidana seperti apa serta waktu terjadinya tindak pidana yang dapat membuat pimpinan KPK diberhentikan. (Ein)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya