Liputan6.com, Jakarta - Baru diperiksa 2 jam di Polres Jakarta Selatan, wanita beranak 3 itu langsung minta izin. Kepada penyidik dia mengatakan tidak sehat. Karena alasan ini, LSR yang tak lain adalah ibu bocah GT, meninggalkan Polres.Â
Tidak hanya itu, LSR (47) juga beralasan tidak didampingi kuasa hukum, sehingga pemeriksaannya akan dilanjutkan Selasa (14/7/2015). "Saya sedang tidak enak badan, tidak fit. Lagi pula saya juga tidak didampingi kuasa hukum. Jadi dilanjutkan besok lagi rencananya," kata LSR di Mapolres Jakarta Selatan, Senin 13 Juli 2015.
LSR saat ini diperiksa sebagai tersangka. Status ini disandangnya sejak pemeriksaan pertama pada Senin kemarin. Wanita berhidung mancung itu dijadikan tersangka terkait dugaan kekerasan yang dilakukan terhadap anaknya, GT.
Advertisement
Kekerasan itu diduga dilakukan dengan cara menggergaji tangan GT. Hal itu dilaporkan para tetangga rumahnya di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan, dan diperkuat dengan hasil visum GT yang menunjukkan terdapat bekas luka berbentuk parutan. Karena tindakannya itu, LSR dijerat Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kasus GT mulai terungkap setelah dia kabur dari rumahnya pada Jumat 26 Juni 2015. Bocah 12 tahun tersebut sempat pulang ke rumah, namun kembali melarikan diri diduga akibat trauma mendapatkan perlakuan kasar dari orangtuanya.
Bocah laki-laki itu kemudian diselamatkan oleh tetangganya. GT menceritakan kondisi yang dialaminya dalam keadaan trauma. Karena iba, tetangga membawa bocah korban kekerasan itu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Kasus Dilematis
Berbeda dengan kasus kekerasan anak sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus LSR merupakan perkara dilematis. Jika polisi menahannya, dikhawatirkan tidak ada yang merawat ketiga anaknya, mengingat LSR merupakan orangtua tunggal.
"Ini dilema. Kami ingin ada penegakan hukum sesuai undang-undang. Tapi ada anak yang butuh kasih sayang ibu. Kami masih diskusi seperti apa ke depannya," kata Sekretaris Jenderal KPAI, Erlinda.
Guna menangani kasus GT, penyidik telah mengundang sejumlah elemen untuk mendiskusikan penanganan kasus hukum tersebut. Pihak yang hadir dalam pertemuan itu antara lain ‎ KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA), dan Asosiasi Psikologi Forensik. Pertemuan tersebut berlangsung usai pemanggilan LSR ke Polres beberapa jam sebelumnya.
Erlinda mengatakan, lembaganya mendukung seluruh langkah yang akan dilakukan penyidik. Sebab, dia ingin ada efek jera agar kejadian serupa tidak terjadi ke anak Indonesia lainnya. "Proses hukum di polres akan melakukan, kami pasti akan mendorong. Dukung Polres Jakarta Selatan menegakkan dan memberi efek jera," ucap Erlinda.
Meski status LSR sudah dinaikkan menjadi tersangka, namun pakar psikologi forensik Kasandra Putranto, yang juga ikut memeriksakan LSR di Polres Jakarta Selatan, tidak merekomendasikan penahanan LSR. Sebaliknya, dia mendorong agar proses hukum berujung pada mediasi.
Hal itu disampaikan Kasandra usai mengadakan pertemuan dengan kepolisian dari Polres Metro Jakarta Selatan dan sejumlah elemen untuk membicarakan penanganan kasus yang menjerat LSR.
"Pada dasarnya‎ dari asosiasi psikologi forensik perlu ada penegakan keadilan dan antikekerasan. Baik terhadap anak dan orangtua kami mengupayakan restorasi justice," kata Kasandra. Pada pertemuan yang diselenggarakan secara tertutup itu, dia menyampaikan sejumlah pertimbangan ke pihak Mapolres Jakarta Selatan untuk mengupayakan rekonsiliasi konflik.
"Saya sudah sampaikan hasil pemeriksaan kami dan akan jadi bahan pertimbangan Pak Kapolres dan Pak Kasat. Memang ada perbedaan. ‎Rekomendasi kami untuk lanjutkan proses hukum dengan diversi rekonsiliasi konflik dengan melihat kondisi psikologis keluarga," ujar Kasandra.
Dia melanjutkan, ‎"diversi adalah melakukan alternatif berbeda dengan cara mediasi. Kita perlu pertimbangkan bagaimana pola asuh ketiga anaknya kelak," pungkas Kasandra.
Kasandra juga meyakini, LSR tidak menggergaji anaknya. Keyakinan ini datang setelah dia ikut memeriksa LSR. "Itu tidak tepat. Tidak digergaji seperti yang dibayangkan juga. Gergaji itu hanya mengenai sekali dan tidak seperti ingin menggergaji," kata Kasandra.
Menurut Kasandra, dugaan kekerasan yang beredar tidak seperti pada kenyataannya. LSR diketahui hanya baru melakukan kekerasan satu kali dan tidak termasuk kekerasan berat.
"Terjadi kekerasan, tapi tidak seberat yang disangkakan. Kami gunakan alat tes yang teruji untuk mendalami ini. Dan asosiasi kami pun menjadi taruhannya," lanjut Kasandra.
LSR sendiri membantah dugaan kekerasan yang disangkakan kepadanya. Didampingi anak perempuannya, kakak dari GT, LSR mengaku kehidupannya sangat dekat dengan anak-anak. Hal itu yang membuat dia tegas menyatakan tidak melakukan kekerasan kepada GT.
"Tidak mungkin saya melakukan hal itu. Saya saja sangat sayang dengan anak-anak jalanan. Jadi, mana mungkin saya lakukan itu kepada anak sendiri," ujar LSR, Rabu 8 Juli 2015.
"Iya saya sudah tahu itu (hasil visum). Nanti biar Pak Audie (Kasatreskrim Jakarta Selatan) sendiri yang menjelaskan mengenai itu," pungkas LSR.
Wanita itu juga enggan mengomentari hasil tes urine terhadapnya yang menunjukkan dia positif menggunakan narkoba. "Tidak, tidak. No comment ya soal itu. Tanyakan langsung saja (pada penyidik)," ujar dia.
Pengalihan Hak Asuh
Meski LSR membantah tidak melakukan kekerasan terhadap GT, namun Erlinda mengaku lembaganya bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah sepakat agar proses hukum LSR terus dilanjutkan. Sekalipun risikonya, ibu 3 anak tersebut bakal ditahan.
Kesepakatan 3 institusi ini, kata Erlinda, telah direkomendasikan kepada kepolisian Polres Jakarta Selatan.
"Tadi sudah sepakat dengan Kementerian Sosial (Kemsos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) untuk merekomendasikan polisi terus lanjutkan proses hukum yang berlaku," ucap Erlinda.
Meskipun dilematis, sambung dia, namun penahanan itu adalah bentuk konsekuensi dari penegakan hukum. "Jika proses hukum dilanjutkan akan ada konsekuensi yang lainnya, kami berharap tidak berdampak negatif. Yang penting proses penegakan hukum harus tetap dilanjutkan," pungkas Erlina.
Jika LSR ditahan, KPAI merekomendasikan untuk mengalihkan hak asuh GT ke pihak ketiga. "Kami berharap ini pengalihan pengasuhan seperti (kasus) di Citra Grand (Cibubur). Nenek sudah 82 tahun jadi tidak dimungkinkan. Jadi kami akan upayakan dengan derajat ketiga seperti om atau tante," papar Erlinda.
Jik pihak ketiga tak bisa mengasuh GT, maka negara harus mengambil alih hak asuh tersebut. "Iya itu jika pengalihan hak asuh bisa dilakukan di derajat kedua seperti om dan tante, kalau tidak bisa, negara harus hadir. Karena Kemensos yang punya safe house untuk menampung dan mengasuh anak-anak LSR," tutur Erlinda. (Sun/Ans)Â